Sikap Aryan yang masih terdiam dengan kedua tangan menopang di atas paha, membuat Vanilla tidak bisa berhenti memprovokasinya. Aryan yang terlihat kuat tidak terkalahkan sekarang tampak tidak berdaya. Ia berulang kali menyugar rambut frustrasi.
"Kamu tidak perlu khawatir. Aku tidak berniat masuk dalam keluarga Aditama dan menghambatmu menjadi penerus bisnis keluargamu," terang Vanilla tanpa ragu.
Aryan menoleh pas Vanilla yang duduk di ujung kursi. Ada jarak cukup lebar di antara tempat duduk mereka.
"Kamu bisa berpikir sejauh itu?" tanya Aryan dengan dahi yang berkerut. Ia memang brengsek, tetapi apakah sebrengsek itu?
"Tentu saja. Aku sekarang bisa berpikir sangat jauh mengenai seseorang, Aryan. Karena kebodohanku di masa lalu." Vanilla menjeda ucapannya saat masa lalu yang menyayat hati kembali terlintas di benak. "Dulu dengan mudah aku memberikan semua hatiku untuk pria yang nyatanya hanya bermain-main denganku."
Aryan mendesah jengah. Sudah ratusan kali ia mendengar Vanilla mengatakan hal itu. Ternyata memang benar, wanita akan selalu mengingat hal pahit dalam hidup dan mengatakannya berulang kali sampai Aryan bosan.
"Ini bukan saatnya untuk membahas masa lalu, Vanilla. Sekarang bagaimana kita? Bagaimana dengan Zayn?" tanya Aryan yang sekarang lidahnya terasa berat menyebut nama bocah itu.
"Ada dengan dengannya? Zayn baik-baik saja selama ini. Dia bahagia," terang Vanilla seraya melirik dari ekor mata. Menatap Aryan dengan sangat sinis.
"Dia butuh seorang Daddy, Vanilla." Kali ini Aryan memutar tubuh ke arah Vanilla. Irisnya yang gelap menatap Vanilla dengan sungguh-sungguh.
"Dia akan segera mendapatkannya, Aryan," jawab Vanilla dengan berani. Wanita yang dulu kurang percaya diri kini menatap Aryan dengan tegas dan tanpa gentar. "Kamu tidak perlu mengkhawatirkan Zayn. Kami tidak butuh kamu."
Kalimat yang terucap dari bibir merah jambu Vanilla, seolah menginjak harga diri Aryan. Bukan itu yang ia ingin dengar. Pun ia tidak membiarkan orang lain untuk merebut posisinya.
"Tapi setidaknya kamu kasih tahu Zayn kalau aku ayah kandungnya," pinta Aryan tidak terima. "Bagaimanapun juga dia adalah ...." Ucapan Aryan terjeda sesaat. Ia melemaskan lidah yang mendadak kaku. "Dia adalah putraku."
Vanilla membuang napas jengah. "Untuk apa, Aryan? Itu tidak akan mengubah apapun. Lebih baik Zayn tidak mengenal ayahnya yang brengsek seperti kamu!"
"Van. Aku emang brengsek, tapi bukan berarti tidak pantas untuk menjadi ayahnya," ujar Aryan tidak mau kalah. "Aku bisa menjadi ayah yang baik untuk Zayn. Aku bisa melakukannya."
Kepada Vanilla menoleh pada Aryan dengan kedua tangan bersedekap di depan dada. Ia benar-benar menunjukkan wajah tegas untuk menutupi betapa rapuh hatinya saat itu. Menatap wajah Aryan seakan membawa kembali memori Vanilla saat melahirkan Zayn. Putaran masa lalu tidak bisa lagi dielakkan lagi dan kembali membawa Vanilla di masa empat tahun lalu saat persalinan Zayn.
Embusan napas panjang dilakukan oleh Vanilla ketika perutnya mengeras sebab kontraksi. Netra Vanilla terus mengamati tetesan infus yang menggantung tepat di samping ranjang. Pun atensi Vanilla sesekali tersita pada jarum jam yang tidak berhenti mengeluarkan suara ketukan. Rangkaian doa dalam hati terus diucapkan oleh Vanilla agar sang buah hati bisa terlahir ke dunia.
Dahi Vanilla kembali mengernyit saat perutnya mengeras. Ia menarik napas panjang lantas kembali mengembuskannya dengan pelan. Cara itu cukup ampuh untuk mengurangi rasa sakit.
"Pelan-pelan, Sayang." Suara yang terdengar dari luar ruangan membuat Vanilla menoleh.
Sepasang suami istri terlihat dari celah pintu kamar Vanilla yang tidak tertutup rapat. Ia melihatnya sambil sesekali tersenyum.
"Aduh!" raung sang istri sambil meremas lengan suaminya ketika kontraksi membuat perut keras seperti papan.
"Sakit ya? Sayang, jangan buat Bunda kesusahan ya? Sebentar lagi kamu akan keluar, Ayah nggak sabar," ujar pria dengan potongan rambut tipis itu sambil mengecup puncak perut sang istri.
Seharusnya Vanilla juga ditemani oleh seorang pria yang sudah menabur benih dalam rahim. Mendapatkan elusan hangat dan merasa semua akan baik-baik saja. Bukan seperti ini yang diharapkan oleh Vanilla. Melakukan persalinan seorang diri, tanpa keluarga atau bahkan seorang suami. Hanya Tante Lusi yang tidak bisa setiap waktu berada di samping Vanilla.
"Aw!" rintih Vanilla saat perutnya kembali mengeras. Kali ini kontraksinya tidak kunjung reda meskipun Vanilla membuang napas berulang. Butiran peluh yang menetes semakin membasahi kening. Ia sudah tidak bisa menahan rasa yang meremukkan tulang belulangnya itu. "Aw! Aryan! Kenapa kamu tega melakukan ini?"
"Aku tidak sebrengsek itu." Suara Aryan yang lirih tetapi masih bisa terdengar menghamburkan putaran memori masa lalu Vanilla. Ia lantas buru-buru menghapus air mata dan berdiri.
"Pergi," pinta Vanilla sambil melebarkan pintu rumah. "Pergilah!"
"Pria itu tidak pantas untuk menjadi ayah Zayn." Aryan ikut berdiri lalu merapatkan jarak pada Vanilla.
"Bukan berarti kamu juga pantas menjadi ayah Zayn, Aryan."
"Tapi dia anakku, Van!"
"Yah, secara biologis, tetapi tidak untuk hidupnya. Maka dari itu menjauhlah dari kami, Aryan!"
Otot rahang Aryan mengeras. Lalu ia sedikit merendahkan tubuh untuk berbisik lirih di salah satu telinga Vanilla. "Aku akan mendapatkan apa yang aku inginkan, Vanilla. Apapun."
Setelah mengucapkan kalimat peringatan itu, Aryan melenggang pergi sambil sesekali mengembuskan napas kasar. Ia menarik lengan kemeja dan masuk ke dalam mobil. Namun, mobil itu tidak kunjung melaju. Cukup lama Aryan berdiam diri di dalam mobil sambil menatap Vanilla yang berdiri di ambang pintu.
"Damn! Aku sudah punya anak? Sekarang berusia 4 tahun? Kejutan macam apa ini?" ujar Aryan sambil terkekeh konyol. Takdir selalu memiliki kejutan. Namun, kejutan kali ini benar-benar mengacaukan kehidupan Aryan.
TO BE CONTINUED ....
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Deal With Bastard CEO (SUDAH TAMAT DI KARYAKARSA DAN BESTORY)
RomanceADULT ROMANCE (21+) ADITAMA SERIES - ARYAN ADITAMA- Aryan adalah CEO berjiwa bebas dan tidak menyukai komitmen. Ia kembali dipertemukan dengan Vanilla, wanita yang sempat dijadikan bahan taruhan bersama saudaranya. Empat tahun yang lalu Vanilla men...