Chapter 27 - Did I Falling in love?

1.4K 93 5
                                    


Tidak lama Aryan mengecup bibir Vanilla

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak lama Aryan mengecup bibir Vanilla. Ia melepaskannya sambil menerka rasa tidak karuan yang bergemuruh di dalam dada. Iris Aryan meneliti wajah Vanilla yang terpejam. Sesekali ia melemparkan tatapan pada Zayn yang tertidur di kursi penumpang. Anak itu seolah memberikan kesempatan pada ayah dan ibunya untuk memadu kasih. Sangat tenang dan tidak terganggu dengan obrolan serius mereka.

Permukaan bibir Vanilla basah. Ia ingin merutuki diri sendiri karena sempat menuntut gerakan Aryan yang lebih dari sekedar kecupan.

"Gila! Hentikan kegilaan ini Vanila!" Bersamaan dengan peringatan dari otaknya, Vanilla membuka mata lalu mendorong tubuh Aryan untuk menjauh.

"Hentikan sikap mesum mu itu Aryan!" pekik Vanilla yang membuat Zayn menggeliat pelan lalu kembali terlelap. Mungkin bocah itu sedikit terusik dengan suara keras sang ibu.

"Aku tidak mesum, hanya ingin memastikan perasaanku," ucap Aryan seolah enggan mengalihkan perhatian dari rupa Vanilla. Jantung Aryan masih berdebar dengan hebat dan sulit dikendalikan. Hingga akhirnya ia memegang dada kiri dengan tangan, agar Vanilla tidak mendengar detakan tersebut.

Vanilla berdecak. "Memastikan perasaan tidak harus dengan mesum, Aryan!"

"Hah, sepertinya kamu harus diberi tahu apa bedanya mesum dan memastikan rasa." Aryan mencondongkan tubuhnya pada Vanilla. Sementara wanita itu memundurkan posisi hingga terbentur pintu.

"Ka-kamu mau ngapain?" Vanilla membentengi diri dengan kepalan dua tangan di depan dada.

Kepala Aryan menyelip di atas pundak Vanilla. Aroma parfum yang manis dan menggoda dari Vanilla lantas menusuk ke indera penciuman Aryan. Manis sekali.

Embusan napas hangat sesaat membuat bulu kuduk Vanilla meremang. Aryan benar-benar mengujinya kala itu. Benar-benar bastard!

"Mesum itu ketika aku tidak sekedar menciummu seperti tadi. Tapi aku akan menjilati bibir dan memainkan lidahku di dalam mulutmu."

Saliva kasar diteguk oleh Vanilla. Bisikan dengan napas hangat itu terlalu vulgar untuk didengar. Kaki Vanilla bergoyang seolah menunjukkan kegugupannya. Aryan yang sudah hafal kebiasaan Vanilla tersenyum miring dan melanjutkan aksi.

"Nggak hanya itu aja. Lidahku akan mengabsen inci demi inci kulitmu dan sedikit menggigitnya. Aku akan meninggalkan jejak dan menandai wilayahku. Memainkan puncak dadamu yang mengeras sambil memainkan butiran pusat kenikmatan di bawah sana. Selain itu, aku juga bisa menjilat dan bermain-main di sana. Menikmati setiap erangan yang kamu buat sebelum kita memainkan permainan yang sebenarnya."

"Aryan hentikan!" Tangan Vanilla mendorong tujuh Aryan. Ia sudah tidak tahan dengan bisikan yang kelewat vulgar itu. Sekarang tubuh Vanilla sudah panas secara keseluruhan.

Tangan Vanilla membuka tuas mobil spontan, lalu dengan cepat Aryan menutupnya kembali.

"Vanilla, kamu bisa jatuh terlentang! Lagian ini masih hujan. Aku ambilkan payung," ujar Aryan dengan rahang yang mengeras. Ia cukup kaget saat Vanilla membuka pintu tiba-tiba.

"Nggak perlu, Aryan! Jangan terlalu perhatian sama aku!"

"Aku nggak mau anakku kehujanan," jawab Aryan sambil ancang-ancang keluar dari mobil dengan payung di tangan.

"Ya udah, kalau gitu kamu payungin Zayn aja, aku bisa keluar sendiri."

Tangan Aryan menahan lengan Vanilla dan membatasi ruang geraknya. Dengan tatapan lurus-lurus, Aryan berucap, "aku juga nggak mau Mommy Zayn kehujanan dan sakit. Aku mohon menurutlah."

Tatapan Aryan yang biasanya tajam dan mengintimidasi sekarang terlihat sendu. Bibir tipisnya melengkung tipis.

Vanilla terdiam dan membiarkan Aryan turun lalu menggendong Zayn dengan hati-hati. Pria itu memastikan agar tubuh Zayn tidak basah, meskipun setengah badannya diguyur air hujan.

Embusan napas kasar lolos dari bibir Vanilla secara berulang. Kini ia kembali bimbang dengan rasa aneh yang muncul untuk Aryan. Sekarang nama Aryan kembali memenuhi relung hatinya. Padahal pernikahan dengan Gavin tinggal menghitung bulan.

***

Jemari Aryan memainkan pen iPad sambil mengamati diagram profit yang muncul di layar. Sesekali ia melirik pada Narendra yang duduk di seberang sambil menggoreskan pen di atas layar. Ia sedang membuat konsep baru untuk renovasi salah satu hotel bintang 5 wilayah Jawa Tengah.

Aryan meraih minuman dinginnya lalu meneguk pelan. Suara dasar gelas yang beradu dengan meja membuat Narendra melirik sekilas, memerhatikan minuman warna kuning yang jarang dikonsumsi oleh sang adik. Alih-alih jus, Aryan lebih menyukai bir atau minuman dengan alkohol yang kandungannya tinggi.

"Kamu mengubah selera?" tanya Narendra yang membuat Aryan menoleh.

"Selera apa?"

Narendra meluruskan punggung di kursi lalu memindai penampilan Aryan yang berbeda. Sang adik yang biasanya menyukai warna hitam, akhir-akhir ini memilih kemeja warna terang. Sangat bukan Aryan sekali.

"Semua," jawab Narendra. "Kamu lebih sering minum jus dibandingkan bir. Jarang ke klub, padahal biasanya hampir setiap hari kamu ke sana. Lalu ...."

"Lalu apa?" timpal Aryan saat Narendra menjeda ucapannya.

Narendra mendesis. "Apa stok baju warna hitam mu habis?"

"Tidak. Aku bahkan bisa membeli pabrik baju warna hitam," jawab Aryan sekenanya.

"Lalu kenapa penampilanmu berubah? Warna kemejamu lebih berwarna akhir-akhir ini."

Netra Aryan memindai per ambilin dirinya sendiri. Ia asal ambil baju saja dan tidak ingin terlihat seperti penculik di depan Zayn dengan pakaian hitam-hitam. Pun tidak mengkonsumsi bir dan mengurangi rutinitas di klub adalah salah satu syarat Vanilla agar tetap bisa menemui Zayn. Wanita itu tidak mau Zayn mencium bau alkohol yang menyengat dari Aryan.

"Jus lebih menyehatkan." Aryan kembali meneguk minumannya hingga tersisa separuh. "Lagipula bir itu memiliki kandungan kalori yang tunggu. Kamu tahu, 1 pint bir bisa mengandung 150 kalori. Itu bisa membuat perutku buncit. Akhir-akhir ini aku jarang olahraga, jadi harus seimbang."

Narendra memutar kedua matanya saat mendengar penjelasan Aryan yang panjang lebar. "Kamu sedang jatuh cinta?"

Tebakan dari sang kakak membuat buliran jeruk yang baru saja diteguk oleh Aryan tersangkut di kerongkongan.

"Jatuh cinta? Aku?"

"Sikapmu seperti orang jatuh cinta," terang Narendra yang sempat merasakan hal itu. Setiap malam selalu terbayang wajah wanitanya.

"Seperti apa rasanya? Aku tidak tahu." Aryan mengambil kesempatan untuk mendapatkan informasi tentang rasa yang akhir-akhir ini meracau hatinya.

"Kamu akan sering membayangkan wajahnya, selalu bersemangat ketika akan bertemu, dan jantungmu berdetak dengan hebat saat berada didekatnya," terang Narendra.

"Dan rasanya seperti kesetrum saat berciuman," lanjut Aryan dengan suara cukup lirih tetapi masih bisa ditangkap oleh rungu Narendra.

"Siapa wanita itu?" tanya Narendra ingin tahu.

Aryan melirik tajam ke arah sang kakak. "Bukan siapa-siapa. Jangan bilang sama Mama!"

Peringatan itu membuat Narendra mengulum senyum. Tentu saja ia akan mengadukan itu kepada sang ibu. Mengenai urusan cinta, Hestia memang harus ikut turun tangan. Apabila itu menyangkut cinta Aryan yang terkenal paling Playboy di antara putra Aditama.

"Cinta? Apa benar ini cinta, atau sekedar rasa tanggung jawab terhadap Zayn?" batin Aryan.

TO BE CONTINUED....

Halo, Lovelies. Apa kabar? Semoga teman-teman semua selalu sehat dan bahagia yak! Buat cerita Aryan dan Vanilla akan update Satu minggu dua kali yak. Buat yang mau baca lebih cepat bisa meluncur ke Karyakarsa. Love Love kis kiss dari Aryan^^

How To Deal With  Bastard CEO (SUDAH TAMAT DI KARYAKARSA DAN BESTORY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang