Chapter 6- Menjelang Pernikahan

2.4K 134 15
                                    


Vanilla tahu, jika ketidak jujurannya akan membuat masalah nanti

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Vanilla tahu, jika ketidak jujurannya akan membuat masalah nanti. Namun, ia tidak ingin mengganggu pikiran Gavin yang sedang bersemangat untuk mempersiapkan pernikahan. Vanilla tidak ingin menyakiti Gavin karena pertemuannya bersama Aryan. Well, pertemuan tidak sengaja. Pun ia tidak menginginkan pertemuan itu terjadi.

Gavin adalah pria yang baik. Sejak bertemu di Bali, ia selalu menemani Vanilla. Bahkan dengan sehati ia menggantikan posisi seorang suami saat persalinan. Suara yang pertama didengar oleh Zayn ketika lahir ke dunia adalah lantunan adzan dari Gavin.

Kelahiran Zayn merubah total kehidupan Vanilla. Semua yang terasa berat seolah bisa dilewati tanpa kendala. Ia seperti mendapatkan kekuatan super saat melihat tubuh mungil yang menggeliat di atas box bayi. Zayn adalah sumber kekuatan Vanilla yang mewarisi gen dominan dari Aryan. Setiap menatap wajah sang putra, wajah Aryan selalu melintas di benak. Sebenarnya bukan masalah besar, Aryan tampan. Hanya saja Vanilla semakin sulit melupakan Bastard itu.

Nada pengingat pesan menyita atensi Vanilla. Ia menghentikan gerakan menyimpul pada makrame dan mengambil ponsel di atas meja. Beberapa kali nama Vanilla disebut dalam grup orang tua murid kelas Zayn. Mereka mengajak Vanilla ikut serta dalam arisan.

Jemari Vanilla mengetuk papan keyboard. Meskipun malas, tetapi Vanilla tetap mengiyakan ajakan tersebut. Ia tidak ingin Zayn mendapatkan perlakuan yang berbeda karena dirinya tidak mau berbaur dengan orang tua murid yang lain. Menjadi pembicaraan karena hamil dan melahirkan tanpa suami aja sudah cukup mengusik hati. Vanilla tidak ingin menambah topik pembicaraan orang lain dengan julukan anti sosial.

"Mommy!" Suara nyaring Zayn membuat Vanilla meletakkan ponsel di meja dan beranjak.

Bocah itu baru saja turun dari mobil dengan kepayahan. Tangannya berulang kali menahan tas gendong yang terasa begitu berat.

"Terima kasih, Bli Nyoman," seru Vanilla kepada pria yang menjadi sopir antar jemput sekolah Zayn.

"Sama-sama. Dah Zayn!" Pria berkulit cokelat itu melambaikan tangan kepada Zayn sambil memberikan senyuman lebar.

"Bye!" seru Zayn ikut melambaikan tangannya penuh semangat.

"Bye, Zayn!"

"Bye William, Henry!" Zayn tersenyum menampilkan deretan gigi yang belum lengkap kepada sepasang anak kembar dengan rambut pirang. Mereka merupakan teman dekat Zayn di sekolah. Tidak jarang orang tuanya menitipkan mereka kepada Vanilla untuk berangkat sekolah bersama.

Melihat sang putra yang kepayahan dengan tas gendong ya, Vanilla berinisiatif melepaskan.

"Astaga Zayn! Ini berat sekali, apa yang kamu bawa?" tanya Vanilla.

Zayn menghela napas berat. "Biasa Mommy. Anak-anak di sekolah selalu mengisi mejaku dengan banyak cokelat dan permen."

Vanilla melongo sebentar. Sebenarnya ia tidak begitu terkejut dengan hal itu. Sejak masuk pre kindergarten, Zayn sudah menjadi idola murid satu kelas maupun kindergarten. Sifatnya yang ramah di awal dan cuek kemudian menarik perhatian anak-anak cewek di sana.

How To Deal With  Bastard CEO (SUDAH TAMAT DI KARYAKARSA DAN BESTORY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang