Chapter 38 - I Think I'm in love with you

978 66 3
                                    



Vanilla terus mengetuk pintu kamar Zayn, sembari menyebutkan namanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Vanilla terus mengetuk pintu kamar Zayn, sembari menyebutkan namanya. Namun, Zayn tidak ingin membukakan pintu dan membiarkan sang ibu masuk ke dalam.

"Zayn, bisa kita bicara sebentar?" ucap Vanilla dengan nada lirih.

Pintu memang tidak terkunci, tetapi Vanilla tidak akan masuk tanpa izin dari Zayn. Vanilla sudah mengajarkan menghormati privasi kepada Zayn sejak kecil. Sehingga tidak akan asal masuk paksa.

"No!" seru Zayn.

"Oke, take your time. Mommy akan bicara saat Zayn sudah tidak marah lagi," ujar Vanilla.

Langkah kaki Tante Lusi yang menaiki tangga, membuat Vanilla menoleh. Wanita paruh baya itu mendekati Vanilla dan tampaknya sudah tahu apa yang terjadi. Well, mbok Dar yang menceritakan drama beberapa saat yang lalu.

"Tante." Wajah Vanilla yang berhias mata sembab ditampakkan. Air matanya kembali menetes saat mengingat kejadian yang baru saja terlewat.

Tante Lusi lantas berjalan mendekati Vanilla dan memberikan pelukan. Tangannya terus mengusap punggung Vanilla untuk memberikan ketenangan.

"Biar Tante yang ngobrol sama Zayn," cicit Tante Lusi. "Dia butuh waktu, Van. Kamu tahu ini nggak akan mudah."

Vanilla mengangguk sembari menghapus air mata yang enggan berhenti menetes. Pelukan mereka terlepas, Tante Lusi menyeka air mata Vanilla yang terus mengalir, menimpa jejak air mata yang mengering.

"Udah, kamu tenangin diri dulu," tukas Tante Lusi.

"Makasih, Tante," jawab Vanilla.

Mengetuk pintu Zayn pelan, Tante Lusi memanggilnya dengan suara lembut.

"Sayang, ini Grandma. Boleh Grandma masuk?"

Tidak terdengar suara dari dalam, tetapi pintu kamar Zayn terbuka semakin lebar. Lantas menampilkan wajah Zayn yang masih basah sebab menangis sedari tadi. Bocah itu juga masih sesenggukan.

Tante Lusi berjalan masuk lalu menggendong Zayn dan membawanya duduk di tepi ranjang. Ia menarik satu lembar tisu untuk menyeka air mata Zayn.

"Kenapa cucu kesayangan Grandma kok nangis?" tanya Tante Lusi pura-pura tidak tahu.

"Grandma." Dada Zayn masih naik turun diikuti napas yang tersengal.

"Kenapa Zayn marah? Bukannya doa Zayn terkabul?" sambung Tante Lusi.

"Aku sebel." Bibir Zayn mengerucut. "Kenapa nggak langsung bilang dari dulu."

Masalah yang Aryan dan Vanilla hadapi terlalu rumit untuk diterima oleh bocah sekecil Zayn. Tante Lusi masih mengelus puncak kepala Zayn sambil menyeka jejak air matanya.

"Mommy juga gak bilang dari lama sama aku," tambah Zayn.

Tante Lusi kembali mengusap puncak kepala Zayn, "jadi Zayn lagi kesel ya sama Mommy?"

How To Deal With  Bastard CEO (SUDAH TAMAT DI KARYAKARSA DAN BESTORY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang