Chapter 26 (A) - Dad and Son

1.3K 98 2
                                    


Bibir Aryan mengerucut sambil bersiul saat memantaskan diri di depan cermin panjang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bibir Aryan mengerucut sambil bersiul saat memantaskan diri di depan cermin panjang. Kali ini ia memilih kaus warna hitam yang akan dipadukan dengan jaket kulit kesayangannya.

Aryan menggaruk dagu yang tidak gatal saat memeta penampilan yang terpantul dari cermin panjang. "Ah, kayak penculik gini kalau pakai item-item."

Lantas ia melucuti kaus dan menggantinya dengan warna putih. Kemeja bermotif dengan brand terkenal yang tercetak di beberapa tempat menjadi perpaduan pas pilihan Aryan. Suasana hati Aryan tampak baik pagi ini. Ia merasa bisa bangun lebih segar pagi ini. Meskipun semalam ia tidak bisa langsung terlelap setelah melihat video dokumentasi persalinan sang ibu.

Entah apa yang mendorong Aryan untuk melihat video kelahirannya itu. Benak Aryan kembali memutar memori beberapa jam yang lalu. Saat ia duduk bersandar pada sofa sambil melihat dengan seksama bagaimana sang ibu merintih dengan peluh yang menetes dari pelipis. Mengeram seolah meminta pertolongan atas sakit yang seolah mampu meremukkan tulang-tulangnya.

Kedua mata Aryan menatap pada layar televisi. Sang ibu sedang berusaha seorang diri tanpa ada sosok Aditama di sampingnya. Well, menurut cerita saat itu Aditama masih asyik berselingkuh dengan ibu dari Vian dan Jival, alih-alih menunggui Hestia untuk bersalin.

Tangan Aryan meremas selimut saat Hestia mengejan dengan sekuat tenaga. Hingga beberapa saat kemudian suara tangisan bayi pecah. Kedua sudut bibir Aryan ikut tertarik ke atas saat melihat sang ibu mengecup mesra bayi merah yang menggeliat di pelukan. Bayi mungil yang tidak lain adalah dirinya itu kembali mengingatkan Aryan pada persalinan Vanilla.

Kedua tangan Aryan menopang di atas paha. "Jadi Vanilla melahirkan seorang diri? Tanpa suami, dan hanya seorang diri?" Lantas embusan napas lolos dari bibirnya. "Astaga."

Nada alarm yang menyeruak dari dalam ponsel menghapuskan putaran memori Aryan dan menarik atensinya. Deretan huruf muncul dari balik ponsel dan mengingatkan Aryan jika hari ini ia akan bertemu dengan Zayn. Semalam Vanilla memberi izin pada Aryan untuk bertemu dengan Zayn. Well, tentu saja dengan beberapa syarat. Salah satunya, Aryan harus berkelakuan baik.

Dada Aryan naik kemudian turun perlahan, bersamaan dengan helaan napas beratnya. Tidak bisa dipungkiri, jika ia cukup gusar dengan pertemuan bersama Zayn kali ini. Meskipun bukan pertemuan pertama bagi mereka.

"Ah... Zayn pasti menyukaiku. Kami sangat kompak ketika lomba kemarin," ucap Aryan seorang diri. Ia berusaha keras untuk menenangkan diri.

Setelah mengaitkan semua kancing kemeja, Aryan menarik kedua sudut bibir untuk mengatur senyuman. Tidak dinyana Vanilla akan memberikan izin untuk Aryan bisa mendekati Zayn. Well, meskipun harus dengan pengawasan Vanilla.

Mata Aryan melirik pada foto dengan bingkai kayu yang diletakkan pada meja. Senyuman Zayn yang berada di pelukan Aryan, membuatnya semakin menarik kedua sudut bibir ke atas.

"My son!" Ini seperti mimpi bagi Aryan. Pun terkadang ia masih tidak menyangka jika sudah memiliki putra seusia Zayn. Ia seperti melihat foto kopian dirinya sendiri pada Zayn. Perasaan Aryan mudah berubah saat melihat Zayn. Ada keinginan untuk melindungi dan menyayangi bocah itu dengan sepenuh hati. Sangat ajaib.

Segera bergegas karena tidak ingin terlambat, Aryan melajukan jeep Mercedes-nya dengan kecepatan cepat. Ia tidak ingin terjebak macet di hari libur ini.

Ia memutar arah kemudi untuk menuju ke pusat perbelanjaan yang dekat dengan rumah Vanilla. Beruntung Blue Sapphire lokasinya sangat dekat dengan rumah Vanilla. Sehingga bisa menghemat waktu.

Hanya membutuhkan waktu sekitar lima belas menit untuk tiba di lokasi tersebut. Aryan tiba lebih cepat dari Vanilla. Ia mengedarkan pandangan ke sekitar dan langsung menghampiri mobil Vanilla ketika mendapatinya.

"Om Stranger!" seru Zayn dari dalam mobil.

"Om Aryan, Zayn," timpal Vanilla mengoreksi.

"Oh okay. Sorry, Mommy." Zayn kembali melemparkan atensi pada Aryan yang berlari menghampirinya.

"Hai. Wah, kamu tampan sekali pagi ini," puji Aryan seraya mengusap puncak kepala Zayn.

Vanilla memutar kedua bola mata. Sikap Aryan berubah setelah tahu Zayn adalah putranya. Tidak lagi mengkritik sikap Zayn dan mengatai ayah Zayn sebagai si brengsek. Well, tidak salah. Ayah Zayn memang sebrengsek itu.

"Aku mau belanja bulanan dulu," terang Vanilla sembari melepaskan seat belt.

"Okay, jadi kita temani Mommy buat belanja ya Zayn?" ujar Aryan yang membuat Vanilla melemparkan tatapan tajam segaris pada Aryan.

Sementara itu Zayn mengangguk antusias. Aryan membuka pintu mobil lantas melepaskan seat belt pada car seat toddler.

"Om, makasih buat hadiahnya ya," ucap Zayn.

"Kamu suka?"

"Sure. Itu keren banget!" pekik Zayn girang. "Sekarang, aku juga punya jam Iron Man sama kayak punya Jason dan Will."

Aryan tersenyum lalu mengangkat tubuh Zayn keluar dari mobil. Vanilla hanya terdiam sambil melirik ke arah Zayn dan Aryan secara bergantian. Ia masih belum merasa nyaman dengan kebersamaan mereka. Sangat kentara dari wajah jika Vanilla sedang bersusah payah menguatkan hati.

Mereka melenggang beriringan. Senyuman Zayn senantiasa menghias di wajah kecilnya. Pun dengan Aryan. Ia menggenggam tangan Zayn sambil mendengarkan celetukan bocah itu.

"Jason bilang hoverboard ku keren. Dia pengen, terus mau minta sama Daddy-nya."

"Zayn udah bisa emang pakainya?" tanya Aryan menunduk ke arah Zayn.

"Belum," jawab Zayn sambil menggelengkan kepala.

"Nanti ...." Aryan berhenti sejenak, seperti menimbang panggilan apa yang akan diberikan pada Zayn. "Om ajarin ya?"

"Serius? Om bisa?"

"Bisa dong."

"Oh iya, kapan Om mau ajak aku lihat Leona?" tanya Zayn yang teringat salah satu janji Aryan.

Aryan melirik pada Vanilla yang berjalan tanpa mengeluarkan suara sedikitpun. "Coba tanya Mommy."

"Mommy!"

"Ya, Sayang." Vanilla menoleh seraya mengulas senyuman pada Zayn.

"Bolehkah aku lihat Leona di rumah Om Aryan?"

"Leona?" Dahi Vanilla mengerut tidak paham.

"Singaku. Aku punya peliharaan singa jantan satu," terang Aryan bangga.

Pantas saja hewan yang perlu dilindungi semakin punah. Ternyata masih ada manusia seperti Aryan yang menjadikan hewan buas itu sebagai peliharaan. Bukan ikut melestarikan, malah menjadikan hewan buas untuk bergaya.

"Lihat nanti ya, Sayang," jawab Vanilla lembut pada Zayn. Ia harus bisa bersikap ramah pada Aryan di depan Zayn. Well, anak akan mudah merekam dan mencontoh perilaku orang terdekatnya.

Aryan maju satu langkah lalu menarik troli. Saat jarinya terjepit, Aryan sempat akan mengumpat tetapi terhenti akibat lirikan tajam dari Vanilla.

"Jaga sikap kamu kalau masih mau bertemu dengan Zayn," peringat Vanilla sambil berbisik. Ia mengambil alih troli dari genggaman tangan Aryan begitu saja.

TO BE CONTINUED.... 

How To Deal With  Bastard CEO (SUDAH TAMAT DI KARYAKARSA DAN BESTORY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang