Chapter 24 (B)

1.2K 95 6
                                    


Tangan Aryan terus melihat pada luka yang baru saja dibalut oleh Vanilla

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tangan Aryan terus melihat pada luka yang baru saja dibalut oleh Vanilla. Lalu menarik salah satu sudut bibirnya ke atas.

"Ternyata dia masih sangat mengkhawatirkanku," ujar Aryan dengan suara lirih.

"Mau saya antarkan ke dokter, Tuan?" Tino menawarkan. Saat kembali ke Singapura untuk menghadiri peresmian fasilitas taman bermain di Chakko hotel, Aryan mengalami kecelakaan motor yang membuatnya mendapatkan dua jahitan di telapak tangan.

Aryan nekat mengendarai motor untuk membelah kemacetan di Orchard. Ia tiba di Singapura tiga puluh menit sebelum acara dimulai.

"Tidak perlu, tidak nyeri juga. Nanti setelah acara makan siang suruh Dokter Dirga ke apartemen," pinta Aryan yang duduk di kursi penumpang.

"Baik, Tuan muda." Tino lantas melajukan mobil dengan kecepatan rata-rata menuju salah satu restoran di kawasan Denpasar. Hari ini Aditama mengadakan acara makan bersama seperti biasa.

Acara itu selalu rutin dilakukan oleh Aditama untuk mengakrabkan ketujuh putra serta ibu mereka. Mengumpulkan tiga wanita dalam satu tempat memang awalnya terasa canggung, tetapi lama kelamaan mereka terbiasa dengan kehidupan percintaan Aditama yang tidak biasa.

Mobil yang ditumpangi Aryan masuk ke pekarangan yang lega dengan beberapa mobil mewah sudah terparkir manis di sana. Lamborghini gallardo warna biru tua milik Narendra, diikuti Bugatti, porsche, serta Ferrari berjejer manis di sana. Mercedes Benz mode terbaru terparkir di tempat yang sama, milik para tetua di keluarga Aditama.

"Kenapa mereka sangat tepat waktu." Aryan mendesis. "Ck, acara yang tidak penting.

Tidak perlu menunggu Tino untuk membukakan pintu, Aryan mengayunkan kali turun dari mobil. Ia berjalan dengan tubuh tegap dan mendapatkan sambutan dari pelayan restoran milik keluarga Aditama. Restoran western itu dikelola oleh Jival.

Suara ketukan sepatu Aryan membuat semua mata keluarga Aditama yang duduk di kursi berhadapan dengan meja membentang, tertuju padanya.

"Kamu selalu tidak bisa menghargai waktu, Aryan," terang Aditama yang duduk di kursi utama sambil melemparkan tatapan tajam pada sang putra bungsu.

"Masih ada 2 menit sebelum waktu yang kamu tentukan," sahut Hestia membela sang putra. "Aryan, duduklah Nak."

Aryan tidak banyak memberikan respon. Ia berjalan menuju ke kursi sebelah Narendra yang sengaja dikosongkan untuknya.

"Aryan, bagaimana kabarmu? Kamu terlihat tidak sehat." Karmila yang merupakan kekasih Aditama yang tidak kunjung dinikahi memulai pembicaraan. Wanita dengan rambut panjang hitam terurai itu adalah ibu dari Rama dan Jai.

"Baik," jawab Aryan sekenanya.

Para pramusaji di restoran tersebut menghidangkan amuse-bouche, hidangan yang berfungsi untuk merangsang nafsu makan. Kali ini koki dari restoran tersebut memilih sajian keripik ubi dengan tambahan saus keju. Lelehan keju premium itu masih menguarkan aroma khas dan asap tipis, sangat menggugah selera.

"Hm, ini lezat," puji Hestia yang selalu terlihat sangat menikmati makanannya.

"Bagaimana perkembangan bisnis kalian?" tanya Aditama setelah meremukkan keripik ubi di dalam mulut.

"Aditama, haruskah kamu bertanya mengenai pekerjaan saat makan bersama?" Hestia mencibir. "Bukankah seharusnya kamu menanyakan bagaimana kehidupan ketujuh anakmu?"

"Pekerjaan adalah bagian dari kehidupan mereka, Hestia," timpal Karmila. Ia mengoleskan saus keju pada keripik lalu menggigitnya anggun.

"I know. Tetapi mereka juga harus menikmati hidup." Hestia melemparkan tatapan pada ketujuh putra Aditama yang turut menikmati hidangan. "Hidup hanya sekali. Rugi kalau cuma digunakan untuk bekerja, kapan menikmatinya."

"Kamu ini." Aditama melirik pada Hestia. Ia memang tidak bisa membantah dengan ucapan mantan istrinya itu. "Baiklah, siapa yang selanjutnya akan menerima perjodohan dari Daddy selain Sagara?"

Keenam wajah putra Aditama terlihat bingung, mereka saling melemparkan tatapan. Nama anak tiri Aditama itu cukup mengejutkan ketika disebut akan menerima perjodohan.

"Wow, berarti dalam waktu dekat akan ada pesta pernikahan," celetuk Hestia. "Sagara, apa kamu tidak memiliki pilihan sendiri?"

"Apa-apaan kamu, Hestia?" Aditama melemparkan tatapan peringatan pada Hestia.

"Aku hanya bertanya, Aditama. Siapa tahu Sagara sudah punya pilihan sendiri. Akan lebih menyenangkan jika menikah dengan pria atau wanita pilihan kita, daripada dijodohkan," tambah Hestia.

"Lebih baik dijodohkan daripada tiba-tiba mendapatkan kabar memiliki anak di luar nikah, Hestia." Ucapan dari Karmila membuat Hestia menghentikan kunyahannya.

"Kamu sedang membicarakan dirimu sendiri, Karmila?" Jawaban dari Hestia membuat Jival dan Vian terkekeh lalu mereka terdiam saat Narendra memberikan peringatan untuk menghormati Rama dan Jai.

Sorot mata Aryan yang semula tertuju ke piring dengan pikiran melanglang buana lantas terlempar pada pribadi Karmila. "Memangnya kenapa kalau itu terjadi di keluarga ini? Apa ada yang salah?"

"Itu sangat memalukan, Aryan. Mencoreng nama baik keluarga Aditama tentu saja," jawab Karmila yang kemudian melemparkan tatapan pada Hestia. "Lagipula kami dulu sudah terikat pernikahan siri, Hestia. Semoga kamu tidak melupakan hal itu."

"Sudah cukup." Aditama melerai adu mulut kedua wanita itu lalu meneguk minuman untuk membasahi kerongkongannya.

Aryan tidak peduli jika nama baik Aditama akan tercoreng. Ia akan tetap membawa Zayn masuk ke dalam keluarga ini.

Getaran pada ponsel memperlihatkan nama Tino yang muncul dari layar kaca. Aryan segera menggulirkan jemari untuk membuka isi pesannya.

From : Tino

Tuan Muda, hadiah untuk Zayn sudah saya kirimkan ke rumahnya. Mungkin sekarang sudah sampai.

Setelah membaca pesan dari Tino, nama Vanilla muncul dari layar ponsel Aryan. Ia sengaja menyelipkan kartu nama pada lembaran ucapan yang datang bersama hadiah untuk Zayn.

Salah satu sudut bibir Aryan tertarik ke atas, "aku akan membuktikan kepadamu, Vanilla."

Suara lirih Aryan membuat Hestia menoleh kepada sang putra. Iris kecokelatan wanita itu melirik pada layar ponsel Aryan dengan nama Vanilla di sana.

"Aku permisi ke toilet sebentar," ujar Aryan yang ikut menarik atensi Hestia. Pasalnya sang putra tidak pernah sudi menyempatkan waktu untuk menerima telepon dari seorang wanita ketika sedang makan.

TO BE CONTINUED.... 

How To Deal With  Bastard CEO (SUDAH TAMAT DI KARYAKARSA DAN BESTORY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang