"Jadi gitu.. puas?" -JayJay telah selesai menjelaskan semuanya.
"Gue capek" -Jiyoon
Monday dan Jay serempak mengelus pundak dan kepala Jiyoon.
"Sampai kapan sih.. dia mau ngehindarin gue terus.. hiks"
Jiyoon menangis. Monday langsung memeluk Jiyoon.
"Maaf. Harusnya gue memang langsung kasih tahu lo"
Jiyoon melepaskan pelukannya dengan Monday.
"Jake gimana?"
Jiyoon menghapus air matanya.
Jah menggeleng sebagai jawaban atas pertanyaan Jiyoon.
"Gue belum ketemu dia dari kemarin. Kali ini gue jujur"
"Kita pergi ke kelasnya aja yuk" -Monday
"Memangnya dia ada?" -Jay
"Gak tau sih. Tapi ada baiknya di coba" -Monday
"Yaudah" -Jay
Mereka bertiga berdiri lalu berjalan meninggalkan tempat itu. Baru saja beberapa langkah mereka berjalan. Langkah mereka terhenti ketika melihat Soeun berlari ke arah mereka.
"Lo kenapa? Kek dikejar setan aja" -Jay
Soeun menunjuk ke arah belakang kampus, masih dengan napas yang tidak teratur.
"Apa? Ngomong kek" -Monday
Soeun lalu berusaha mengatur napasnya.
"Jake..."
"Jake? Kenapa dia?" -Jiyoon
"Jake.. barusan... dilabrak... kakak tingkat... di.. belakang.."
Mereka sontak terkejut. Lalu berlari sekencang mungkin untuk segera tiba disana. Persis seperti yang dilakukan Soeun tadi.
Sedangkan Soeun terduduk di tanah karena lelah.
Jay dan yang lainnya sampai dibelakang kampus. Dan benar saja, disana ada Jake yang sedang dilabrak oleh kakak tingkat.
Jay yang notabennya anak pemberani, langsung berlari memukul wajah salah satu dari orang yang melabrak Jake.
Tidak perduli dengan fakta kalau orang itu senior.
Dan entah diapakan lagi oleh Jay, mereka langsung lari meninggalkan tempat itu.
Sedangkan Jiyoon mendekat ke arah Jake. Dia mengambil sapu tangannya lalu mengelap sudut bibir Jake yang berdarah. Sepertinya tadi Jake sempat dihajar.
"Lo gak papa?" -Jiyoon
Jake mengangguk. Jiyoon rasanya ingin menangis lagi melihat kondisi Jake yang seperti ini.
Jake dibantu berdiri oleh Jay. Lalu mereka duduk di pinggir kolam ikan. Di kampus ini memang ada kolam itu sejak dulu.
"Jake"
Jake menoleh kearah Jiyoon yang barusan memanggilnya.
"Lo gak perlu malu kok"
Jake memasang wajah seperti kebingungan.
"Lo gak perlu ngerahasiain ini dari gue. Gue gak akan menjauh. Karena gue percaya, Jake yang gue kenal itu orang yang baik"
Jake menundukkan kepalanya. Tiba-tiba saja Jiyoon memeluk Jake dari samping.
Jake tentu saja terkejut. Jantungnya langsung berdegup kencang.
Jay dan Monday yang berada disana merasa diabaikan. Mereka hanya berdiri diam menyaksikan keuwuan dua temannya di depan.
"Kenapa pula kita disini?" -Monday
"Gak tau"
Jake merasa bahunya basah. Jiyoon menangis, lagi.
"Yoon.. lo nangis?" -Jake
"Ya lo pikir?!"
Jiyoon sedikit menaikkan nada bicaranya dengan suara yang sudah sedikit parau. Efek menangis dari tadi.
"Lo tau gak sih gue kangen sama lo!"
Jake membalas pelukan Jiyoon.
"Maaf"
"Gue capek kalau lo menghindar terus"
Jake tidak bisa berkata apa-apa. Dia merasa sangat bersalah.
"Maaf. Gue memang pengecut ya"
"Nggak. Lo nggak pengecut"
"Gue juga kangen sama lo"
Monday yang tidak tahan menyaksikan keuwuan ini menjadikan Jay sebagai sasaran empuk pukulannya.
"Sakit woi"
Meskipun terlihat pelan, tapi pukulan Monday lebih sakit dari kelihatannya.
"Perut gue mules saking uwunya mereka"
Monday terus memukul Jay sampai Jay pasrah. Semoga saja lengannya baik-baik saja.
Jiyoon melepas pelukannya lalu menghapus air matanya. Jake mencubit pipi Jiyoon tiba-tiba.
Lalu menariknya sampai Jiyoon kesakitan.
"Ihhh sakit tau"
"Hehehe"
Jay menatap kesana-kemari seperti mencari sesuatu.
"Btw, gue gak liat bodyguard atau siapapun yang mencurigakan"
"Oohh, gue kabur dari mereka"
"Kabur?" -Jiyoon
Jake mengangguk.
"Capek tau gak sih diikutin terus dari pagi sampai malam. Kek buronan jadinya gue"
Yang lain hanya tertawa pelan.
"Jadi, urusan dengan ortu lo gimana?" -Monday
Jake menghela napas pelan. Sepertinya dia belum mengatakan apapun pada ayahnya.
"Gue masih belum tau mau kayak gimana"
"Kenapa gak lo ajak ngomong empat mata aja?" -Jiyoon
"Kayaknya gak mempan. Mau apapun yang gue bilang, kakek tua itu gak perduli"
"Coba aja. Mungkin kalo lo ngomong baik-baik dari lubuk hati yang paling dalam mungkin akan tersampaikan kok" -Monday
Jake masih ragu. Selama ini itu yang dia lakukan. Tapi apa hasilnya? Sama saja. Tidak ada perubahan.
"Udah sih coba aja. Nanti kalau lo udah ngerasa gak tahan lagi baru tuh di gas" -Jay
Jake berpikir sebentar. Sebenarnya dia ingin sekali marah kepada orang tuanya, dia ingin mengeluarkan segala keluh kesahnya dengan lantang.
Tapi Jake masih tahu sopan santun. Dia tahu kalau tidak boleh berbicara kepada orang tua dengan nada tinggi.
Tapi sepertinya dia akan mencoba untuk berbicara sekali lagi dengan orang tuanya.
"Oke deh"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bebas
FanfictionIni cerita tentang Jake. Seseorang yang beruntung yang terlahir dari keluarga kaya raya. Tapi Jake tidak merasa senang dengan itu semua. Dia tidak merasa adanya kebebasan dan kasih sayang.