Masa ospek yang melelahkan akhirnya terlewati. Sekarang adalah saat dimana mereka akan memulai kelas untuk pertama kalinya di kampus ini.Jiyoon menikmati kelasnya. Dia sangat suka seni. Karena itu dia mengambil jurusan itu.
Kelas Jiyoon sekarang sudah selesai. Dia mengemaskan barang-barangnya dan hendak bertemu dengan Monday dan Soeun di kantin kampus.
Dia berjalan menuju ke sana sendirian. Sekali dua kali dia disapa oleh teman satu jurusannya dan sesekali dia yang menyapa.
Jiyoom sampai di kantin. Dia mengarahkan pandangannya ke seluruh area untuk mencari kedua sahabatnya itu.
Lalu dia melihat Soeun melambaikan tangannya. Jiyoon langsung menuju kesana.
"Kok lama banget?" -Soeun
"Sorry, tadi dosen gue ceramah dulu sebelum keluar"
"Yaudah, lo beli dulu gih makanan" -Monday
Jiyoon mengangguk dan segera pergi ke salah satu kantin yang menjual roti. Sekarang dia tidak terlalu lapar, jadi roti dan susu coklat saja sudah cukup untuknya.
Dia kembali ke meja.
"Gimana kelas pertamanya?" -Monday
"Seru sih, tapi dosennya galak" -Jiyoon
"Dikelas gue ada cowok ganteeeengg banget. Pangling gue sumpah" -Soeun
"Eleh, lo mah giliran cowok ganteng cepat" -Monday
"Kek lo nggak aja"
"Notis dulu noh, cowok ganteng yang sering ngasih kue ke lo" -Monday
"Hah? Siapa?"
"Wah, parah. Masa lo nggak tau sih. Dasar nggak peka"
"Ya siapa woi?"
"Gue kasian sama Sunghoon naksir cewek bloon kek dia" -Jiyoon
"Hah? Sunghoon? Naksir gue? Sejak kapan?"
Jiyoon dan Monday menepuk jidat mereka masing-masing.
"Gini ya un, mulai sekarang coba lo perhatiin gerak-gerik Sunghoon. Kita aja sadar dia naksir lo. Yakali lo nggak sadar" -Monday
Soeun semakin tidak paham. Memang dasarnya dia cewek yang tidak peka terhadap sekitar.
"Eh, gue ke toliet dulu ya" -Jiyoon
"Iya. Cepet balik" -Monday
Jiyoon keluar dari kantin dan menuju ke toilet. Dia berlari kecil karena memang dia sudah tidak tahan.
Jiyoon menyelesaikan kegiatannya lalu mencuci tangannya di wastafel.
Jiyoon merapikan baju dan rambutnya dahulu baru keluar dari sana.
Bruk
Jiyoon hampir terjatuh saat tubuhnya tak sengaja menabrak seseorang.
"Maaf"
Saat dia mendongak, Jiyoon terkejut. Jake, sekarang ada di depannya.
"Maaf" -Jake
Jake pergi setelah mengatakan itu. Sangat terlihat kalau dia menghindar dari Jiyoon. Dan Jiyoon memaklumi hal itu. Mungkin di dalam kampus ini ada yang mengawasi Jake.
Jiyoon berjalan ke kantin sambik memikirkan Jake.
"Ngapain Jake disini? Gue senang sih ketemu dia. Tapi kok bisa?"
Jiyoon bergumam dengan suara sekecil mungkin.
Saat dia kembali ke meja, disana sudah ada Jay dan Sunghoon yang juga makan di meja yang sama.
Jiyoon duduk di kursinya. Tak sengaja matanya melihat kearah Soeun yang seperti sedang memperhatikan Sunghoon yang duduk di sanpingnya.
Dia tersenyum kecil melihat itu. Begitu juga dengan Monday. Dialah orang yang sengaja menyuruh Sunghoon duduk di samping Soeun.
Meski tidak disuruhpun Sunghoon pasti akan duduk disana.
"Jay"
Jay yang sedang asyik menikmati makanannya mendongak.
"Tadi gue liat Jake. Kali ini benar-benar di depan mata gue. Bukan dari jauh kayak waktu itu"
Jay menatap Sunghoon.
"Dia kok bisa disini?"
Jay melepaskan sendoknya lalu mengelap sudut bibirnya yang terkena saos makanan.
"Kata dia kemarin ada kesalahan dari pihak kampus waktu pengumuman itu keluar" -Jay
"Dia harusnya lulus tapi namanya malah tercantum di pengumuman yang tidak lulus" -Sunghoon
Sebisa mungkin mereka berdua mencari alasan. Agak panik juga waktu Jiyoon tiba-tiba bertanya hal itu.
"Beneran?"
Jay dan Sunghoon serempak mengangguk.
"Syukurlah kalau begitu. Jurusan apa dia?"
"Hukum" -Sunghoon
Jiyoon mengangguk sambil tersenyum. Senang karena ternyata Jake sebenarnya lulus.
Sedangkan Jay dan Sunghoon merasa tidak enak hati telah membohongi Jiyoon. Apalagi setelah melihat senyum gadis itu yang terlihat sangat cerah setelah mendengar perkataan mereka.
"Maaf Jiyoon. Kita harus bohong sekarang" -batin Jay
"Maaf ya. Gak lama lagi lo bakal tau yang sebenarnya kok. Jadi sabar dulu ya" -batin Sunghoon
KAMU SEDANG MEMBACA
Bebas
FanficIni cerita tentang Jake. Seseorang yang beruntung yang terlahir dari keluarga kaya raya. Tapi Jake tidak merasa senang dengan itu semua. Dia tidak merasa adanya kebebasan dan kasih sayang.