Bab 10

109 16 0
                                    




Alexander memijat pelipisnya pelan. Ia kemudian melepaskan kacamata yang sempat dikenakannya untuk membaca dokumen-dokumen rumah sakit serta pasien dan kemudian melepaskan beberapa kancing atas kemejanya untuk meredakan sesak di lehernya. Ia akan jujur pada diri sendiri bahwa ia tidak bisa fokus sedari tadi. Meski ia sudah coba untuk berkonsentrasi pada dokumen penting di depan matanya, tetap saja pikirannya berkelana pada sosok perempuan yang berhasil mencuri seluruh perhatiannya, Alexia.

Setelah malam ketika Alexia berkencan dengan laki-laki keturunan Jepang itu, Alexia sempat mengabarinya bahwa ia sudah sampai ke rumahnya dengan selamat. Hanya itu pesan terakhir Alexia dan hari ini sudah tepat tiga minggu semenjak hari tersebut, tidak ada satupun pesan terbaru dari Alexia. Alexander menghabiskan hari-harinya untuk mengecek ponselnya apakah ada pesan baru dari Alexia dan terus-terusan kecewa dengan ekspektasinya. Alexander pun tidak berinisiatif untuk mencoba mencari Alexia.

Hal seperti ini sudah biasa bagi hubungan Alexander dan Alexia semenjak mereka setuju untuk berteman baik beberapa waktu yang lalu. Jika mereka sedang dalam situasi yang canggung, mereka berdua sama-sama akan membuang muka dan tidak akan berbicara dengan satu sama lain sampai ada salah satu yang mencoba untuk memperbaikinya. Ya sebut saja mereka memiliki gengsi yang sangat tinggi. Salah satu contohnya seperti situasi yang sekarang ini.

Alexander mengerti bahwa Alexia sedang kesal dengan sikap Alexander yang menyebalkan. Tapi Alexander pun tidak ingin membuang waktu untuk menjelaskan mengapa ia bersikap demikian. Alexander tidak menyalahkan siapa-siapa, tentu dia akan tetap menyalahkan dirinya sendiri atas kejadian yang menimpanya, seperti biasa.

Ketukan pintu di ruangan kerja Alexander membuat lamunannya buyar, ia kemudian memberikan izin pada siapapun yang mengetuk pintu tersebut. Suster Olene dan dokumen berkas yang menumpuk di pelukan tangan kirinya membuat kepala Alexander berdenyut semakin hebat. "Aku belum sempat menyelesaikan dokumen yang kau berikan padaku lima belas menit yang lalu," Ucap Alexander yang kemudian dibalas senyuman hangat oleh Suster Olene.

"Dokumen yang ini berbeda." Suster Olene dengan garis keriput di sekitar matanya yang sudah kentara kemudian menjelaskan, "Ini adalah dokumen penting yang sangat dijaga oleh Almarhum Dokter Jerald Wilder."

Alexander menatap Suster Olene dengan tatapan kaku, "Kenapa baru diserahkan sekarang kepadaku?"

Suster Olene sudah mengenal Alexander sedari Alexander masih berusia tujuh belas tahun dan ia masih ingat sekali bagaimana wajah polos Alexander sangat terpukau dengan isi dan cerita dari setiap sudut rumah sakit ini. Alexander dikenal sebagai anak laki-laki yang sangat sopan dan baik kepada semua orang dan Dokter Jerald juga disukai oleh hampir semua orang di rumah sakit ini. Dengan masa lalu yang cukup kelam, orang-orang di sekitar rumah sakit juga ikut bersedih mengetahui hal tersebut. Alexander adalah seorang yatim piatu dan tidak ada hal yang lebih menyedihkan lagi ketika seorang anak ditinggalkan untuk selamanya oleh kedua orang tuanya dengan tragedi yang mengenaskan.

"Ia berpesan kepadaku jika kau sudah siap maka aku bisa memberikan dokumen ini kepadamu." Suster Olene menjawab dengan jujur. "Ada beberapa hal yang mesti disampaikan oleh notaris mengenai dokumen-dokumen tersebut, beliau akan menghubungi kau dalam waktu dekat ini." Sesudah menyampaikan hal tersebut, Suster Olene menangkap sekilas ekspresi sedih yang kemudian berganti menjadi ekspresi datar dalam sedetik.

Siap? Aku tidak pernah siap dengan semua hal yang terjadi di dunia ini. Jerald, kau benar-benar berpikir aku bisa siap??? "Baiklah, itu saja?" Tanya Alexander.

Suster Olene kemudian menarik kursi yang berada di depan meja Alexander dan duduk. Ia menghela nafas pelan, kemudian sambil tersenyum tipis dan tulus, ia menatap langsung ke dalam manik mata Alexander. "Aku mengenalmu, Alexander. Aku tahu kekosongan di hatimu terasa sangat amat sakit tapi kau pandai menyembunyikannya. Kepergian Jerald yang begitu mendadak sangat menyakitiku, jadi kurang lebih aku mengerti perasaanmu. Jika kau ingin bersedih, kau harus membiarkan dirimu bersedih, Alexander. Kau tidak bisa selamanya bersembunyi di balik sikapmu yang dingin itu. Bernapaslah sedikit, cari dan kejar hal baru yang membuatmu merasa segar kembali. Live a little, young man."

Welcome HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang