Bab 14

81 14 0
                                    

Alexia masih dengan matanya yang berat mengangguk pelan. "Aku bermimpi dilamar oleh Kota?" Masih bergumam kepada dirinya sendiri.

"Alexia, buka matamu. Ini bukan mimpi." Kota mengelus pelan pipi Alexia. "Kau tidak sedang bermimpi."

Ketika kulit pipinya disentuh oleh Kota, seluruh indera tubuhnya langsung terbangun. Ia masih butuh beberapa detik untuk berpikir. Kota melamarnya? Ini bukan mimpi?

Matanya menelusuri seluruh ruangan apartemen ini. Cahaya dari puluhan lilin menerangi pandangannya. Indah. Sangat indah. Alexia tersenyum sangat lebar kepada Kota. "Aku tertidur, kau meracuniku ya agar kau bisa menghidupkan seluruh lilin ini?"

Alexia menatap Kota dengan bingung. Bukankah semua hal ini terjadi begitu cepat? Ia baru mengenal Kota beberapa bulan dan kini Kota sudah ingin melamarnya. Satu orang muncul di benak Alexia.

Alexander.

Ya benar, Alexander Wilder.

Jika Alexia menikah... Apakah laki-laki itu akan senang melihatnya berbahagia? Hati kecil Alexia berkata lain. Tapi Alexia lagi-lagi tidak mendengarkannya. Alexia cukup yakin Alexander akan senang mendengar kabar bahwa Alexia akan segera menikah.

"Kota, kau sadar kita baru menjalin hubungan ini setara dengan umur jagung, kan?" Alexia tidak ingin menyinggung perasaan Kota.

"Tentu saja," Kota kemudian ikut duduk di sofa dan menghadap Alexia, "Tapi aku yakin kau adalah orang yang tepat bagiku." Ujar Kota kepada Alexia.

"Benarkah? Kau begitu yakin denganku? Kau tidak takut aku sebenarnya adalah perempuan yang hanya ingin bersamamu karena hartamu?"

Kota tertawa, "Kau kekurangan apa Alexia? Bagiku, kau sudah sangat sempurna."

Alexia tersenyum malu, "Kau selalu pandai membual..."

"Tapi aku tidak membual. Aku serius, Alexia. Aku melamarmu sekarang, di detik ini. Tadi aku bertemu dengan kakekku untuk membahas tentang kita, Alexia. Kakekku mendukungku. Dia menyetujui hubungan kita."

Alexia lagi-lagi bingung. Ia ragu dengan semua kejadian yang terjadi pada dirinya sekarang. Ia merasa semua ini berjalan terlalu cepat. Terlalu mulus dan sederhana. Ia dan Kota. Hidupnya sebelum bertemu dengan Alexander tidak pernah seperti ini. Ia akan selalu merasa hidupnya didesain untuk menjalani masalah demi masalah setiap detiknya. Namun di hari dimana ia hampir mengakhiri hidupnya, ia bertemu dengan Alexander dan dari detik itu, hidupnya berubah.

Tapi tentu saja ia tidak menyangka, ia bisa bertemanan dengan dokter handal yang tampan dan sangat peduli dengannya yang sudah menyelamatkan hidupnya. Perasaan ini... perasaan aman dan nyaman ketika Alexia bersama Alexander selalu Alexia gambarkan sebagai perasaan terima kasih, tidak lebih. Alexia cukup yakin akan hal itu.

"Alexia?" Panggil Kota. "Kau melamun."

"Maaf." Ucap Alexia.

"Alexia, aku yang meminta maaf. Seharusnya aku tau kau belum siap dengan hubungan kita ke jenjang berikutnya... dan kau benar, kita baru menjalin hubungan seumur jagung... Tapi perasaanku kepadamu sudah sangat nyata Alexia... dan mengenai bayi yang ada di dalam kandunganmu... aku tau dia milikku dan tentu saja aku ingin bertanggung jawab—"

"Bayi?" Alexia menatap Kota dengan bingung. "Bagaimana kau tau bahwa aku hamil, Kota?"

"I saw the test-pack result in my bathroom that day..." Jawab Kota dengan cepat.

Alexia memutarkan ingatannya dan ia menepuk dahinya dengan reflek. "Yaampun. Aku sangat ceroboh." Alexia mengenggam tangan Kota. "Maafkan aku Kota, aku tidak langsung memberitahumu... aku takut kau akan takut dan menolak kandungan ini karena semuanya terjadi begitu cepat... Aku tadinya akan mengabarimu sebelum kau mengajakku untuk menikah."

"Benarkah? Aku tidak marah kepadamu Alexia. Aku tau kau juga pasti shock." Kota Yiura Suki dengan cepat mengecup dahi Alexia dan berkata, "Aku ingin menghabiskan waktuku untukmu dan bayimu—bayi kita."

Alexia dapat merasakan kesungguhan Kota saat laki-laki itu mengucapkan kalimat tersebut. Entah mengapa sebuah suara di ujung hatinya berteriak tidak setuju tapi Alexia tidak begitu ingin mengindahkannya. Ia percaya bahwa Kota adalah laki-laki yang tepat untuk ia habiskan seluruh hidupnya bersamanya. What about Alexander? Hati kecil itu tetap berteriak. Alexander... Alexander tidak mencintaiku seperti Kota mencintaiku... Alexander hanya kasihan denganku karena ia tidak bisa menyelamatkan Papa Sargent, aku yakin.

But isn't all this thing that's happening to your life too good to be true? Alexia memejamkan matanya dengan kepalanya yang mulai berdenyut sakit. Alexia harus menghentikan segala pikiran negatif yang terus-terusan memakan dirinya. Ia mengenyahkan segala pikiran tersebut dan ketika ia membuka kelopak matanya, ia berkata, "Kota, let's get married then."

Welcome HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang