Bab 9

106 15 0
                                    

"Jangan membuat aku memilih, Alexander." Kata perempuan itu masih dengan air mata yang terus mengalir membasahi seluruh pipinya.

"Theanna, aku mohon... turun dari sana..." Alexander berlutut dengan jantung yang terus berdegup kencang. Air matanya juga tidak berhenti mengalir. 

"Aku tidak ingin anak ini melanjutkan hidupnya bersama dengan ibu yang tidak waras... Alexander, live your life alright? Don't blame yourself for me and our baby... It was me who's sick all this time... Aku tidak mungkin melibatkanmu lebih jauh lagi, Alexander." 

"Theanna... siapa yang bilang kau tidak waras? Aku mencintaimu lebih dari apapun Theanna... jika kau tidak menginginkan bayi itu, tidak apa-apa... we'll get rid of it, alright? Lalu kita bisa hidup berdua sampai kita tua... Bukankah kau selalu menginginkan itu, Theanna sayang?"

"Alexander..."

Langit sangat gelap ditemani dengan awan yang mendung memenuhi hampir seluruh kota ini. Air hujan terus-terusan jatuh dari langit dan kilatan petir tidak berhenti berkedip. Alexander berlari dengan kencang untuk meraih perempuan itu dan ia berhasil. Ia memeluk perempuan itu sangat erat. Dadanya terasa lega untuk sesaat, menyadari perempuan tersebut tidak kenapa-napa.

"Theanna, don't do this to me ever... again..." 

"Alexander... Terima kasih untuk semuanya. Setidaknya aku tau kalau aku tidak sendirian di dunia yang keras ini, Alexander..."

"Theanna, kau bicara apa? Berhenti berbicara seperti itu untuk sesaat saja, ok?" Alexander menangkupkan wajah perempuan cantik di depannya ini dengan kedua telapak tangannya. Alexander tidak peduli dengan air hujan yang sudah membasahi mereka berdua. Ia hanya peduli dengan keselamatan perempuand di depannya ini. 

"Terima kasih, Alexander....." 

Alexander membutuhkan sepersekian detik untuk mengolah kata yang terus-terusan diulangi perempuan tersebut sebelum ia dapat bertanya mengapa dan momentum mereka saling bertatapan untuk yang terakhir kalinya terjadi begitu saja. Yang tersisa hanyalah teriakan hampa Alexander dan uluran tangannya yang kosong.

........................................

"Kau tampak tidak sehat." Kata Elliah yang memerhatikan sedikit lingkaran hitam yang ada di bawah mata Alexander.

"Tidurku tidak begitu nyenyak tadi malam." 

"Mungkin kau kebanyakan minum kopi. Seharusnya kau minum jus saja." 

"Kau tidak memiliki hak untuk berbicara seperti itu kepadaku. Kau hampir tidak bisa memakan buah-buahan ataupun sayur-sayuran yang sehat untuk tubuhmu." Ledek Alexander yang hanya dibalas muka ledekan Elliah.

Elliah terus-terusan menangkap gelagat Alexander yang tidak berhenti melirik ke meja Alexia dan teman kencannya di dua meja seberang mereka. Sesekali Alexander akan memberikan lirikan mata yang posesif jika teman kencan Alexia berusaha melakukan sesuatu yang romantis seperti mencoba untuk membersihkan mulut Alexia dengan tisu. Alexander tampak sangat tidak suka dengan kehadiran laki-laki itu. Dengan kata lain, Alexander cemburu.

"Mereka tampak sangat cocok, iya kan?" Goda Elliah. Elliah hampir tertawa ketika melihat reaksi Alexander yang melotot tidak percaya dengan apa yang barusan Elliah katakan tapi Elliah berusaha untuk tetap memasang wajah polos. "Kenapa? Memang benar mereka sangat cocok. Alexia begitu cantik dan teman kencannya begitu tampan. Aku membayangkan apa yang bisa dilakukan laki-laki tampan itu di atas ranjang." 

"Tidak akan kubiarkan dia menyentuh Alexia." Kata-kata itu keluar saja langsung dari mulut Alexander.

"Tapi kau membiarkannya kencan dengan laki-laki tampan dan kaya raya." Elliah tidak berhenti sampai di sana, dia akan terus mengganggu pikiran laki-laki di depannya ini sampai dia sadar bahwa apa yang menjadi tumpu hidupnya sekarang adalah perempuan yang ia biarkan berkencan dengan laki-laki lain. Alexander tidak bisa terus-terusan memendam perasaannya terlalu lama. Dia sudah cukup menderita. "Menurutmu, apa yang akan dilakukan mereka sehabis berkencan? Ini sudah malam hari dan laki-laki tampan sepertinya tidak mungkin tidak menginginkan Alexia berada di ranjangnya."

Welcome HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang