Bab 22

24 2 0
                                    

Malam itu terasa sangat dingin. Alexia menggigil dashyat dan sesekali ia akan kehilangan kesadaran untuk beberapa detik. Untuk beberapa saat, Alexia akan mengelus perut besarnya dengan khawatir. Alexia merasa ada sesuatu yang salah dengan bayinya. Sudah dua hari ia tidak merasakan apa-apa di dalam perut besarnya itu tapi hari ini terasa sangat kentara bahwa sesuatu terjadi kepada bayinya. 

Alexia dengan keringat dinginnya bercucuran terus menerus mengecek kembali ponselnya yang sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Kota masih belum pulang dari meetingnya dan Alexia tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Ia memutuskan untuk pergi ke rumah sakit sendiri dengan pesan singkat yang ia kirimkan kepada suaminya. 

"Kau tidak pulang ke rumah selama dua hari, Kota. Kau bilang kau sibuk dengan pekerjaanmu. Aku maklumi itu, Kota. Aku tidak ingin menjadi istri yang lemah dan mudah mengeluh. Aku ingin menjadi rumah bagimu, ketika kau merasa lelah, kau bisa bersandar di bahuku. Kau tahu, reservasi kita dengan dokter kandungan itu jam lima sore?"

...

"Kau telat, Kota." Ujar Alexia dengan datar. "Tapi aku tidak pernah menyalahkanmu atas kejadian itu. I felt it, something was wrong with our baby.

...

"Tentu saja ini semua salahku, Kota. You have every right to feel that way." Alexia menatap wajah Kota dengan sakit di dadanya. "I am so sorry.

Kota menangis. Kota menangis dengan hati yang hancur. Hatinya sangat perih. "Alexia, aku ini suamimu. Kau bisa bercerita apapun kepadaku, namun kenapa kau menutup dirimu dari aku, Alexia? You should've told me this on that day when you felt something was wrong with our baby or you should've explained something after that accident. Why didn't you?"

...

Alexia tidak bisa menjawab. 

"Alexia... Apakah kau benar-benar mencintaiku?" Tanya Kota dengan serius. Air matanya masih mengalir. Matanya merah dan bengkak sambil menatap Alexia dengan sedih.

Alexia menggunakan jarinya untuk menghapus air mata Kota dengan lembut. "Tentu saja aku mencintamu, Kota." Jawab Alexia dengan senyum sedih.

"Then why do i feel like we're so far, Alexia?" 


-------



Aku tidak pernah mengatakan kepadanya, bahwa aku cemburu setiap kali dia tertawa. Tertawa karena pria lain. Aku benci setiap kali bibirnya yang terukir indah bukan karena aku. Kota membasuh wajahnya dengan air wastafel yang dingin. Pagi ini ia bangun dengan mata yang bengkak dan sembab dan ia ingat terakhir kalinya ia terlihat seperti ini adalah ketika ia kehilangan neneknya. 

Kota membenci perasaan yang sakit ini. Ia benar-benar tidak mengerti kenapa harus ada perasaan seperti ini di dunia ini. Dadanya seperti dihimpit oleh truk terberat di muka bumi ini sehingga bernafas pun ia kesulitan. Setiap malam ia bermimpi ia kehilangan Alexia dalam pelukan pria lain hingga ia tidak bisa membedakan mana yang mimpi dan mana yang realita karena ia terlalu banyak melihat Alexia tampak amat bahagia ketika ia bersama Alexander. 

Alexander Wilder. That man. Kota tidak pernah tahu seperti apa hubungan istrinya dengan Alexander Wilder. Mengapa tampaknya pria itu sangat mengerti Alexia dan selalu ingin menjaga Alexia tapi dia tidak pernah sekalipun menunjukkan kalau pria itu menginginkan Alexia. Atau benar sebenarnya pria itu menginginkan Alexia? 

Tiba-tiba ada dua tangan yang melingkar di perut Kota dari belakang. Alexia. Kota merasakan baju belakangnya mulai lembab lalu tiba-tiba terdengar suara tangisan kecil Alexia. Alexia menangis. "Please, do not leave me." Mohon Alexia. 

"That's the last thing i'd do, Alexia." Ucap Kota sambil mengelus tangan Alexia. Kota memutarkan badannya dan kini mereka saling berhadapan. Kota memegang dagu Alexia dengan pelan dan mengecup bibir Alexia dengan lembut. "I'm sorry for everything.

Alexia memeluk Kota dengan erat dan membenamkan wajahnya di dalam pelukan itu. "Tidak. Ini memang salahku. Aku yang seharusnya minta maaf, Kota. Your life has been a hell since you're with me. It's all my fault."

"Bukannya aku pernah bilang kepadamu?" Kota mengangkat dagu Alexia dan mengecup bibirnya sekali lagi dengan lembut. "You're the best thing that ever happened to me."

But i think, i am not the best thing that ever happened to you Alexia. Should i let you go? Kota dan hatinya yang perih, tetapi bibirnya tetap tersenyum ke istrinya. Does love have to be this damn hurt? 

Welcome HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang