Bab 15

103 12 0
                                    

Alexander terbangun dari tidurnya karena mimpi buruk. Seperti biasa, bayangan orang-orang yang disayanginya pergi meninggalkannya dengan kemungkinan terburuk muncul di saat ia sedang mencoba untuk tenang. Ia tidak pernah bisa menghentikan mimpi buruk tersebut. Ia sudah terbiasa. Ketika ia melihat jam beker di atas lemari samping tempat tidurnya, jam sudah menunjukkan pukul lima subuh. 

Ia segera mandi di bawah pancuran air dingin untuk menghilangkan bayangan buruk tersebut. Tidak bisa dipungkiri setiap kali Alexander terbangun, kekosongan di hatinya langsung membuatnya merasa sangat kesepian. Ia tidak memiliki siapa-siapa lagi di dalam hidupnya. Ayah dan ibu kandungnya meninggal karena kecelakaan mobil. Pamannya yang sudah ia anggap seperti ayah sendiri juga meninggalkannya karena kecelakaan mobil. Istrinya meninggal karena bunuh diri. Calon anaknya yang meskipun bukan dari benihnya tapi ia sudah bersumpah akan merawatnya, tidak pernah memiliki kesempatan untuk hadir di dunia ini karena terbunuh ketika istrinya memutuskan untuk melompat dari gedung tinggi.  Di tengah semua kepedihan yang terjadi di dalam hidup Alexander, muncullah Alexia, perempuan yang tadinya melakukan percobaan bunuh diri di hadapannya dan untuk pertama kalinya... Alexander berhasil menyelamatkan seseorang.

Menyelamatkan seseorang. 

Alexander tidak pernah berhasil menyelamatkan satupun orang yang sangat-sangat ia cinta di dalam hidupnya. Ia berusaha mati-matian untuk menjadi penyelamat hidup orang, maka dari itu ia berniat untuk menjadi dokter onkologi, dokter ahli kanker karena yang ia tau, kanker adalah penyakit terbanyak dan terganas yang dialami oleh penduduk di dunia ini. Ia ingin bisa menyelamatkan banyak orang. Memang banyak yang berhasil ia selamatkan, tapi banyak juga yang telah direnggut nyawanya oleh penyakit ganas tersebut dan Alexander akan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk menyendiri dan bersedih jika ia gagal menyelamatkan nyawa pasiennya. 

Alexander tidak mengerti dengan jalan perasaannya. Ia sendiri bingung, apa yang sebenarnya ia cari dalam kehidupan ini? Kenapa ia begitu ingin menyelamatkan seseorang? Tapi semakin ia berusaha, ia merasa ia semakin berjalan ke ujung jurang. Ia merasa sangat tersesat. Ia masih merasa kesepian dan kesedihan yang ia rasakan terasa tiada ujungnya. Mengapa? Alexander tidak mengerti.

Alexander juga tidak mengerti mengapa ia harus menjalani hidup ini dengan perasaan yang hampa ketika orang-orang yang dicintainya pergi meninggalkannya sendiri di sini, membiarkan ia menjalani hari-hari di dunia ini dengan kebingungan. Hidup ini sangat aneh.

Alexander baru saja siap memakai kemeja panjang dan celana panjang formalnya ketika ponselnya berdering. Melihat nama familiar muncul di layar ponselnya ia langsung mengangkatnya, "Halo?"

"..."

"Isn't that a good news?" Tanya Alexander. 

"..."

"Alright, see you later." Alexander memutuskan sambungan telepon tersebut lalu ia menghela nafas kecewa. 


*****


"Thanks man."  Ucap pria yang kini sedang duduk dengan sopan namun santai di depan Alexander.

"Kau tau aku melakukan ini untuk dia." Alexander mencoba untuk menjelaskan.

"And you know i do this for her too.. I love her, man." 

Alexander tersenyum tipis mendengarkan pernyataan pria di depannya. Perasaan pria itu sama dengan perasaannya. Yang membedakan mereka adalah yang satu berani untuk menunjukkan dan mengungkapkan untuk menjaganya, yang satu tidak berani untuk menunjukkan dan mengungkapkan untuk tidak melukainya. Serupa tapi tak sama bukan? Tentu saja ujung cerita mereka tidak akan sama juga.

"Dia percaya denganmu?" Tanya Alexander.

"Aku sempat merasakan ia sedikit curiga, tapi sepertinya ia lupa. Lalu dia mengiyakan kata-kataku."

"Semudah itu?" Alexander sedikit kecewa.

"Iya, aku rasa ia cukup banyak beban dalam pikirannya." 

Alexander hanya diam. Ia menatap ke luar kaca cafe dan tersenyum sedikit ketika ia sadar bahwa cuaca hari ini sangat cerah. 

"Kenapa kau membantuku?" Pria di depannya bertanya. 

Pertanyaan itu membuat Alexander menjadi kaku. Kenapa ia membantu pria itu? Aku membantunya untuk perempuan itu atau apakah aku membantu perempuan itu untuk diriku sendiri?

"Aku rasa... karena aku hanya tidak ingin ia tersakiti." 

"Hm... begitukah? Kau begitu yakin kau membantuku tidak akan membuat ia tersakiti?" 

"Tentu saja. Dia sangat mencintaimu." Jawab Alexander dengan yakin.

"Aku rasa dia juga mencintaimu." Ujar pria itu. Kata-kata pria itu membuat Alexander tidak nyaman. 

"Kita tidak memiliki hubungan seperti itu, Kota." Jelas Alexander. "Kita hanya berteman baik dan kita bertemu di waktu yang sangat tidak tepat. Aku dan Alexia tidak pernah menjalin hubungan seperti itu."

Kota tersenyum tipis mendengarkan penjelasan Alexander, begitu banyak yang ingin dia ceritakan kepada Alexander tapi ia merasa ia tidak memiliki posisi yang pantas untuk menceritakan hal tersebut. "Kau pria yang baik, Alexander. Kau berhak mendapatkan julukan itu. Terima kasih sudah memberitahuku tentang kehamilan Alexia. Kau tidak perlu khawatir, aku akan menjaganya." Kota berdiri dari duduknya dan melihat jam tangannya, "Aku harus pergi menjemput calon istriku." 

Alexander mengangguk. Ia ikut berdiri dan ingin meninggalkan cafe tersebut. "Sampaikan salamku untuknya." Kata Alexander.

"Mungkin sudah saatnya kau membebaskan dirimu, Alexander. Everyone but you. Semua orang tau dan hanya kau yang tidak tau. Mungkin karena kau terlalu sibuk dengan pekerjaanmu? Aku tidak tau persis. Tapi aku berharap, kau juga akan mendapatkan ujung cerita yang menarik, Alexander. You know, good guys wishing each other nice things, you and I, we are both good guys, right? If i get to have a good storyline in my life, you should too." Kota tersenyum lebar. "Sampai ketemu nanti." 


Welcome HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang