Bab 21

25 2 0
                                    

Kota jarang pulang ke apartemen.

Beberapa bulan setelah Alexia sembuh dan sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit, ia mendapatkan sikap Kota yang menjadi lebih dingin. Alexia tidak tahu mengapa Kota menutup dirinya dari Alexia. Alexia sangat sedih karena Kota berubah. Sudah banyak cara yang ia lakukan untuk mencari tahu penyebabnya, seperti ketika Kota pulang ke apartemen dan mereka sedang menikmati makan malam, Alexia akan mencoba untuk membuka topik mengenai hubungan mereka yang semakin renggang tapi Kota selalu mengalihkan pembicaraan.

Alexia memutuskan untuk mencari Kota di kantornya besok. Dengan sedih ia membereskan meja makan yang sudah ia persiapkan dengan makanan-makanan favorit Kota. Tidak apa-apa, makanan ini masih bisa aku panaskan besok. Alexia mulai membereskan meja makan tersebut dengan perasaan hampa dan kosong kemudian ponselnya berdering. Nama Alexander muncul di layar ponsel Alexia, membuat Alexia tersenyum sedikit.

"Halo?"

"Halo... Alexia kau sudah makan malam?"

"Sudah. Aku sudah makan malam." Jawab Alexia.

"Kau ingin menemaniku mencari makan?" Tanya Alexander.

Alexia tanpa ragu menyetujui ajakan Alexander. Tidak lama menunggu, Alexander sudah sampai di depan gedung apartemen Alexia. "Kau ingin makan dimana?" Tanya Alexia saat ia sudah duduk di dalam mobil.

Alexander tampak santai dengan kaos polos berwarna biru donker dan celana selutut santai berwarna putih. Badannya yang begitu fit dan atletis tidak bisa disembunyikan oleh pakaian santai tersebut. "Aku sedang ingin memenuhi nutrisi harianku, bagaimana kalau sushi? Kau juga bisa makan sushi sebagai camilan, temani aku makan."

"Bukannya setiap kau makan pasti makanan itu sudah bernutrisi? Sushi is great."

"Tentu saja, aku ini dokter." Jawab Alexander sedikit tersenyum tipis.

"Dasar sombong." Gerutu Alexia.

"Sombong? Itu fakta. Aku ini dokter, ingat?"

"Tentu, tentu. Dokter yang sudah menginjak kepala empat namun belum punya pendamping karena kau terlalu sombong."

Dan terus berlanjut. Alexia akan mengejek Alexander terus-terusan dan sebaliknya. Mereka tidak bisa berhenti untuk meledek satu sama lain sampai mereka lelah. Bahkan sekarang mereka sudah sampai di restoran sushi jepang, mereka masih berusaha meledek satu sama lain.

"Sudahlah, aku lelah." Akhirnya! Akhirnya Alexander menyerah!

Alexia menyeringai usil tapi senyuman dia hilang begitu ia melihat seseorang familiar di meja sudut restoran. Langkahnya terhenti begitu saja dengan perasaan hampa langsung menyelimuti seluruh tubuhnya.

"Kenapa Alexia?" Tanya Alexander dengan bingung saat Alexia berhenti berjalan. Alexander mengikuti arah pandangan Alexia.

Kota sedang tertawa begitu lepas dan terlihat sangat amat bahagia dengan seorang wanita yang tidak ia kenal. Alexander mencium rasa cemburu dari tatapan yang diberikan Alexia. Tatapan itu tampak kosong namun Alexander cukup mengerti bagaimana perasaan Alexia sekarang. Alexander telah memperhatikan hubungan Alexia dan Kota yang tampaknya kurang baik dalam beberapa waktu ini meskipun Alexia tidak pernah bercerita. Lagi, Alexander menghargai keputusan Alexia untuk tidak bercerita karena bagaimanapun juga, itu adalah aib rumah tangga mereka.

Alexia tampak lebih murung tapi ia mencoba untuk menyembunyikannya meski begitu Alexander tahu dari gerak-gerik yang ditunjukkan oleh Alexia setiap kali mereka bertemu. Alexia lebih sering mengecek ponselnya yang tampak sepi dan Alexia akan dengan cepat mengecek ponselnya jika ada notifikasi yang masuk. Kemanapun mereka pergi, ketika mereka bercerita dan menyinggung nama Kota, Alexia akan langsung mengganti topik lain.

"Ayo, duduk di sana saja." Ujar Alexia dan langsung menarik tangan Alexander untuk duduk di meja yang agak jauh dari Kota.

Alexander mulai memesan beberapa menu dan setelah dihidangkan, mereka mulai makan tapi dengan sunyi. Alexia tanpa sangat sibuk dengan pikirannya sementara Alexander sesekali mengajaknya untuk berbicara dengan topik yang random yang tidak diacuhkan oleh Alexia. Sampai mereka telah selesai makan, Alexander pun mengantarkan Alexia kembali ke depan pintu apartemennya.

Momen canggung terjadi.

Alexia baru saja berhasil membuka pintu apartemennya dan mendapati Kota baru saja keluar dari lift dan berjalan ke arah mereka sekarang. Alexander menyapa Kota yang dibalas dengan dingin oleh Kota. Setelah selesai mengantarkan Alexia kembali ke apartemen, Alexander pun pulang.

Di dalam apartemen, Kota dan Alexia terlihat canggung.

"Kau sudah makan malam?" Tanya Kota dengan datar.

"S-sudah." Jawab Alexia dengan gugup. "Kau?" Tanya Alexia kembali.

...

...

Kota membuka beberapa kancing atas kemejanya dan melonggarkan dasi. Ia kemudian duduk di sofa dan menghela napas dengan keras. "Seriously, Alexia?"

Alexia terkejut dengan tanggapan Kota yang begitut tiba-tiba. "Maksudmu apa, Kota?"

"Kau masih belum mengerti ya?" Kota menatap Alexia dengan tatapan yang sangat tajam, membuat Alexia merasa menciut. Alexia tidak pernah melihat Kota seperti ini.

"Aku tidak mengerti-"

"Tentu saja kau tidak mengerti, Alexia! Kau selalu tidak mengerti!" Kini Kota mengacak-acakkan rambutnya dengan frustasi.

"Kota-"

"Jangan sebut namaku, Alexia. Jangan." Kota kemudian berdiri dan berjalan mendekati Alexia, menyuduti Alexia di antara tubuhnya dan dinding di belakang tubuh Alexia. "Kau tahu aku sudah makan malam."

Alexia masih menunduk, tidak berani menatap Kota. Kota menyentuh dagu Alexia pelan dan memaksa Alexia untuk menatap matanya. "Iyakan?"

Alexia mengangguk takut.

"Kau tidak penasaran aku makan malam dengan siapa? Alexia? Kau tidak peduli dengan fakta aku menghabiskan waktu makan malam dengan orang lain! Kau melihatku di restoran tadi, Alexia. Aku menunggumu untuk bertanya dengan cemburu saat aku menutup pintu apartemen itu. Tapi apa? Kau tidak peduli!"

Alexia hanya diam. 

"Sama ketika kau tidak peduli dengan anak kita." Kota menangis. Air matanya jatuh begitu saja dan ia menunjukkan sisinya yang begitu rapuh untuk pertama kali di depan Alexia.

"Kota, maksudmu apa aku tidak peduli dengan anak kita?" Kali ini Alexia berusaha bersuara meski dengan suaranya yang tercekat.

"Kau masih ada nyali untuk bertanya seperti itu kepadaku?!" Muka Kota tampak sangat merah dan ia terlihat sangat marah masih dengan air matanya yang mengalir begitu deras. "Alexia, kau ini manusia apa bukan? Mengapa kau begitu.... keji?"

"Aku tidak mengerti maksudmu." Ujar Alexia dengan suara kecil.

"Iya, memang begitu sifatmu Alexia. Setiap ada masalah, kau pasti akan menjawab seperti itu karena kau tidak pernah ingin mencoba untuk mengerti." Ujar Kota dengan dingin dan menusuk.

...

Air mata Alexia mengalir. Jantungnya berdegub dengan keras dan setiap berdegub, jantungnya akan terasa sangat sakit. Alexia tahu kemana arah pembicaraan ini. Alexia bukannya tidak peka, tapi ia ragu, apakah semua yang dia pikirkan selama ini hanyalah perasaannya saja atau apakah memang begitu apa adanya.

Alexia masih dengan menunduk, ia bertanya, "Kau merasa aku yang telah membunuh anak kita, bukankah begitu Kota?"

...

...

Kota tidak menjawab.

"Mengapa kau tidak pernah bertanya? Kau sepenuhnya mengacuhkan diriku semenjak kejadian itu. Kau tidak pernah mencoba untuk bertanya bagaimana perasaanku, bagaimana keadaanku. Mengapa pada hari itu aku ada di rumah sakit tanpamu?"

...

"Kau pikir, aku sengaja datang ke rumah sakit tanpamu, Kota? Iyakan?"

Welcome HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang