"Alexia..." Ucap Alexander setengah mendesah dengan tidak sadar saat ia sedang bercinta dengan Elliah, rekannya di atas ranjang beberapa tahun terakhir ini.
Malam ini adalah malam di mana Alexander menghabiskan waktunya untuk melepas penatnya dengan cara meniduri rekan di atas ranjangnya. Ia melakukan hal ini setiap sebulan sekali hanya dengan Elliah. Alexander tidak pernah mengganti pasangan tidurnya setelah istrinya meninggal dunia beberapa tahun yang lalu.
Elliah Elliotte adalah kenalannya yang ia temui saat ia mengunjungi bar baru di pinggiran kota kecil ini. Pada saat itu Elliah juga pekerja yang baru bekerja di bar tersebut. Tampang Elliah biasa saja, badannya tidak gemuk dan juga tidak kurus, wajahnya juga tidak jelek menurut Alexander. Warna rambutnya hitam pekat dan panjangnya hanya seleher Elliah. Perawakan perempuan tersebut termasuk cukup menarik bagi Alexander.
"Seleramu sangat jelek." Ledek Elliah setiap kali mereka ingin bercinta.
Alexander hanya tertawa menanggapi hal tersebut. Elliah merasa tersentuh dengan sikap Alexander yang sangat baik dan lembut kepada Elliah. Elliah juga menyadari kalau Alexander memang bersikap baik ke semua orang. Terutama kepada perempuan. Elliah adalah perempuan yang pintar yang bisa membaca sikap dan gerak-gerik seseorang tapi Alexander adalah pengecualian namun Elliah tetap bijaksana untuk tidak menaruh perasaan lebih terhadap kliennya ini.
Elliah menganggap Alexander adalah teman dan juga klien dengan sedikit bumbu dewasa ketika Alexander membutuhkannya untuk membantu melepasi penatnya. Tentu saja, tidak gratis. Alexander harus membayar jasanya. Dengan kesepakatan, Elliah tidak meniduri laki-laki lain selain Alexander karena Alexander tidak ingin tertular penyakit menular seksual dan kesepakatan itu juga berlaku bagi kedua belah pihak; Alexander juga tidak boleh sembarang meniduri perempuan lain. Mereka melakukan check-up selama tiga bulan sekali untuk berjaga-jaga juga.
Jangan tanya mengapa Elliah bisa tidak jatuh hati kepada dokter kaya, baik dan tampan seperti Alexander. Elliah cukup pintar untuk tidak membiarkan dirinya sengsara. Jika ada drama yang tidak diinginkan terjadi di antara mereka berdua, kemungkinan besar Elliah harus kembali lagi bekerja sebagai pelayan bar dengan gaji kecil dan hal tersebut sangat menyiksa. Lagipula, mendapatkan upah yang besar dari jasanya itu sudah cukup untuk membuat Elliah menabung jika sewaktu-waktu Alexander tidak membutuhkannya lagi. Ya, Elliah cukup pintar.
"Aku tidak ingin melanjutkan kesepakatan itu lagi." Ujar Elliah kepada Alexander ketika mereka melanjutkan waktu luang mereka ke cafe terdekat.
"Kita ke sini untuk membicarakan itu?" Tanya Alexander dengan nada yang tenang.
"Iya..." Elliah sedikit gugup saat menyadari tatapan Alexander sangat datar.
"Did i hurt you?"
Elliah membulatkan matanya, meskipun tidak begitu terkejut dengan sikap lembut Alexander. "Tidak, tentu saja tidak. Aku.."
"Did something happen?"
"Aku ingin membangun hidupku kembali, Alexander..."
"..."
"Well, aku ingin berterima kasih juga karena kau telah menemaniku selama beberapa tahun terakhir ini. Uang yang aku dapatkan darimu sudah lebih dari cukup untukku agar aku bisa kembali mengejar mimpiku. Kau membantuku sangat banyak, Alexander." Ujar Elliah sambil mengisap puntung rokoknya dalam-dalam.
Alexander mendekap kedua tangannya di depan dada. Ekspresinya datar dan Elliah tidak bisa membaca apapun dari raut wajah Alexander. Apakah dia kecewa? Marah? Kesal? Sedih? Elliah tidak tau, tapi Elliah sendiri merasa sedih karena ia merasa seperti ia mengkhianati laki-laki di depannya ini yang sudah membantunya keluar dari jurang hitam yang curam. Apakah salah kalau ia ingin mencari jati dirinya kembali? Apakah perempuan seperti dia pantas untuk mencari kebahagiaan yang tulus? Elliah juga bingung.
"Baiklah, Elliah. Kau harus menjaga dirimu baik-baik. Tidak semua laki-laki itu seperti aku."
Perasaan berat di dada Elliah seketika terasa lega saat Alexander menyetujui pilihan Elliah. Elliah tertawa keras, "Kau memuji dirimu sendiri?"
Alexander tersenyum tipis yang membuat sedikit garis tipis dan halus di sekitar matanya timbul. "Tentu saja. Tapi, aku serius. Kau harus bisa menjaga dirimu baik-baik Elliah."
"Tentu saja aku bisa menjaga diriku. Kau juga, Alexander." Elliah meraih tasnya dan mencoba untuk mengeluarkan sebuah parsel berwarna coklat dan memberikannya kepada Alexander.
"Apa ini?"
"Hadiah... sebagai tanda terima kasihku juga." Ketika Alexander mencoba untuk membuka parsel tersebut, Elliah menghentikannya, "Bukanya nanti ketika kau di rumah."
"Kenapa?"
"Tidak sopan untuk bertanya seperti itu ketika seseorang memberimu hadiah!" Elliah mengomel dan Alexander hanya tertawa kecil. "Kau pria yang baik, Alexander. Aku sudah lama ingin mengatakan hal ini tapi... aku takut kau tersinggung."
Alexander mengerutkan dahinya sangat dalam, "Ada apa?"
"Kau sering menyebut nama Alexia saat kita sedang melakukannya..." Elliah hampir berteriak ketakutan saat raut wajah Alexander berubah menjadi kaku. "K-kurasa kau harus sesekali mencoba mengajaknya berkenca... Kurasa sudah saatnya dirimu untuk membuka hati kepada perempuan baik itu. Tidak selamanya kau bisa menutup hati, Alexander. Mendiang istrimu-"
"Cukup sampai di sana, Elliah. Kau melanggar batasan kita." Suara bariton Alexander mendominan.
"Sekarang kita hanya teman biasa, Alexander. Kesepakatan kita sudah selesai. Aku rasa aku memiliki hak sebagai teman untuk berbicara seperti itu kepadamu."
"Aku tidak bisa melakukan itu. Kau tahu persis kenapa, Elliah."
"Alexander, kurasa kau salah mengartikan bagaimana sepasang kekasih menjalani hidup dan kisah cinta mereka... Alexander..."
"..."
"Bukan salahmu Istrimu meninggalkanmu dengan cara seperti itu, Alexander..."
"Ku bilang cukup, Elliah. Kau benar-benar melewati batas kita." Wajah Alexander mengeras dan jantung Elliah berdegup kencang.
Elliah menelan ludahnya dengan susah. Ini adalah pertama kalinya Elliah melihat Alexander bersikap sangat defensif. Tapi Elliah juga akan pergi jauh dari kota kecil ini dan akan jarang atau mungkin tidak bertemu dengan Alexander lagi, jadi Elliah tetap memberanikan diri untuk tetap mengatakan apa yang Elliah pikirkan. "In this life, we can't always help everyone and that's totally alright... we can't save anyone if we don't save ourselves first."
"Elliah.. Kau-"
"Dengarkan aku Alexander. Kebahagiaanmu juga penting. Sudah berapa lama kau tidak bisa tidur nyenyak di malam hari, Alexander? Sudah berapa lama kau takut ketika kau bangun tidur, kau masih sendirian menjalani hari-hari dengan perasaan kosong dan tujuan yang tanpa arah?"
"..."
Elliah mencari tangan Alexander di atas meja dan mengenggamnya erat dengan kedua tangannya. "Kau tidak bisa menyelamatkan semua orang Alexander dan itu tidak apa-apa jadi berhenti menyalahkan dirimu atas hal tersebut. Okay?"
"Hey, Dokter Alexander Wilder!" Sapa seseorang dengan suara familiar.
Elliah dan Alexander menoleh dan mendapatkan Alexia sedang berdiri tidak jauh dari meja makan mereka. Alexia tidak sendiri, ia bersama seorang laki-laki dengan fashion yang tampak sangat mewah.
"Itu Alexia." Ucap Alexander.
Tatapan Alexander berubah saat ia menyadari Alexia-lah yang menyapanya. Elliah cukup mengerti dengan tatapan itu. Elliah cukup yakin juga kalau Alexander mempunyai perasaan lebih kepada perempuan itu.
Ya, Alexander sedang jatuh cinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Welcome Home
RomanceBASED ON TRUE ACCIDENTS [IN MEMORIAM PAPA SAYA(23/02/1969-17/08/2021) PEJUANG KANKER LIDAH STADIUM 4 SELAMA 5 TAHUN (2016-2021)] SLOW STORY [ADULT 21+] Alexia sering merasa bahwa ia adalah gadis yang paling sial di dunia. Teruntuk pertama kalinya, A...