Luka

891 166 2
                                    

       Matahari begitu semangat memancarkan panasnya. Jalanan ibukota seolah mengandung bara api yang hawa panasnya mencuat ke udara. Aliran keringat yang membasahi punggung Kenzo memberi sensasi perih di bekas luka yang belum sempat mengering.

       Perih yang tak tertahankan membuatnya bergegas ke apotek terdekat untuk membeli salep. Perlakuan ayahnya kemarin malam masih terputar jelas di ingatan Kenzo. Namun kali ini laki laki itu tersenyum lega lantaran akhirnya ia mendapat tempat untuk bersembunyi dari kebencian sang ayah.

●●●

       "Uhm, Kak Theo, Mau bantuin gue ngga?"
       "Bantuin apaan Zo?"

       Kenzo menyodorkan salep yang baru ia beli. Biasanya ia akan menggunakan salep itu sendiri pada bagian yang terjangkau, Sementara untuk bagian tertentu ia akan meminta bantuan asisten rumah tangganya.

       Theo tersenyum, Menandakan ia bersedia membantu Kenzo. Melihat itu jelas Kenzo balas tersenyum. Bersyukur ia tak salah memilih tempat pulang. Tanpa basa basi ia membuka seragamnya yang basah, Memperlihatkan banyak bekas luka cambuk yang sebagian masih merah.

       "Damn boy, Siapa yang lakuin ini sama lo?" Theo sangat terkejut melihat punggung Kenzo. Ia sedikit berteriak. Hal itu menyebabkan Satria dan Panji yang sedang santai menonton televisi akhirnya menoleh.

       "Bokap, Gara gara gue pulang sampe larut malem." Jawab Kenzo ringan, Seolah hal itu bukan masalah besar baginya.

       "I don't fucking care seberapa berandalnya lo tapi yang kaya gini ngga bisa dibiarin. Ini luka cambuk, Lo dicambuk pake apa hah?"

       Mendengar ucapan Theo, Satria dan Panji lantas mendekat. Mereka sama terkejutnya melihat kondisi Kenzo. Anak baru itu pasti melarikan diri dari rumah dan berkahir di kost Babeh Guntur.

       "Pake sabuk, Tenang aja. Disalepin juga nanti sembuh kok. Tolong disalepin yang rata ya kak."
       "Beneran ngga papa Zo?" Tanya Satria. Ia terlihat sangat khawatir. Pertanyaan Satria hanya dibalas anggukan pelan oleh Kenzo.

       Rupanya Gibran mendengar percakapan mereka. Meskipun ia satu satunya penghuni kost yang menutup diri, Gibran tetaplah manusia yang memiliki hati nurani. Diam diam Gibran pergi ke rumah Babeh Guntur untuk melaporkan semuanya.

       Mendengar laporan Gibran, Jelas Babeh Guntur tak tinggal diam. Ia segera menghampiri kost miliknya dan mengecek keadaan yang sebenarnya. Benar saja, Ada Kenzo yang merintih menahan perih dan Theo yang selembut mungkin mengoleskan salep di punggung Kenzo.

       "Kenzo kenapa kaga cerita ama Babeh?"

       Mereka semua terkejut saat mendengar suara Babeh Guntur yang tiba tiba sudah berada di sana. Wajahnya terlihat khawatir, Seperti seorang ayah yang melihat putranya kesakitan.

       Babeh Guntur duduk di hadapan Kenzo dan menepuk bahu anak itu. Pria tinggi besar itu lantas membisikkan beberapa kalimat di telinga Kenzo. Entah apa yang di bisikkan, Tapi Kenzo menjadi begitu emosional setelahnya. Tak ada lagi Kenzo yang menyepelekan rasa sakit di hadapan semua orang, Yang ada hanya remaja yang tumbuh dengan penuh luka hingga menjadikan anak itu rapuh.

      Sadar ada yang tak beres dengan anak baru penghuni kostnya, Babeh Guntur lantas mengajak Kenzo untuk berbicara empat mata di rumahnya.

●●●

       Kini Panji, Satria dan Theo hanya bisa saling tatap, Masih terkejut dengan apa yang mereka lihat.

       "Lo tau ngga apa yang dibisikin Babeh ke Kenzo tadi?" Tanya Theo pada kedua temannya.
       "Ngga tau, Tapi feeling gue bilang kaya di rukyah gitu loh." Panji merespon. Niatnya ia hanya bercanda tapi ditanggapi serius oleh Satria.
       "Serius di rukyah? Wah berarti Gibran yang waktu itu nangis di pelukan Babeh, Dirukyah juga?"

       Panji dan Theo saling pandang, Lalu tertawa secara bersamaan. Melihat itu, Satria hanya menautkan alis. Tak tahu apa yang mereka tertawakan.

       "Kalopun ada anak sini yang perlu di rukyah, Orang itu ya Nando. Atau Julio." Ungkap Theo di sela sela tawanya.

       "Apa? Emang aku salah apa ya kak? Atau kita pernah punya masalah? Atau kita pernah saling kenal?" Julio tiba tiba muncul dan berbicara menirukan ucapan yang pernah ramai di sebuah aplikasi.

      "Kenzo masih di rumah Babeh ya?" Tanya Panji. Julio mengangguk.
       "Lagi nangis dia, Emang dia kenapa sih? Berantem sama lo pada?" Kali ini Julio balik bertanya.
       "Dia korban kekerasan bokapnya. Punggung dia banyak luka. Kalo kata gue sih masih banyak kaya di paha atau di dada, Soalnya tangan kaki dia bersih, Ada sih bekas luka tapi ngga sebanyak bekas luka di punggung." Terang Theo. Ia orang pertama yang menemukan fakta itu.

       Di sisi lain, Kenzo menceritakan semuanya pada Babeh Guntur. Disana juga ada Cinta yang baru pulang sekolah, Ikut menyimak penuturan Kenzo.

       "Saya pergi diem diem Beh, Ngga bilang ayah sama bunda. Saya juga ngga bilang sama saudara kembar saya." Ungkap Kenzo. Ia masih sedikit terisak.
       "Kalo mereka nyariin kamu gimana? Babeh ngga mau loh dituduh jadi penculik anak orang."
       "Ngga Beh, Mereka ngga bakal nyari. Malah ayah mungkin bersyukur saya ngga ada di rumah. Ayah benci banget sama saya, Sejak... Kecelakaan yang merenggut nyawa Kak Dewa, Kakak saya."
       "Kenzo yang menyebabkan kecelakaan itu?" Kenzo menggeleng. Ia kemudian menceritakan bagaimana kakaknya meninggal setelah tertabrak mobil saat mengambil bola yang ditendang oleh Kenzo.

       Cinta tertegun, Ia merasa iba dengan latar belakang Kenzo yang begitu suram.
       "Kenzo, Yang kuat ya. Semua anak kost sini baik baik kok. Mereka bisa bantu lo nyembuhin luka fisik dan psikis lo, Semangat!" Ucap Cinta menggebu gebu. Mendengar itu, Kenzo hanya tersenyum. Ia merasa suasana hatinya membaik.

Jangan lupa vote sebelum lanjut membaca, Happy reading guys<3
 

DIBAWAH ATAP KOST (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang