Rumah kedua

572 132 2
                                    

       Julio duduk termenung didepan rumah kost sepulangnya ia dari sidang yang memutuskan ayahnya dipenjara selama dua tahun. Ia terlihat lesu, Pandangannya kosong. Sesekali Julio menundukkan kepala lalu menghela napas.

       "Julio ngga papa?" Ibunya tiba tiba datang menghampiri. Julio mengangguk dan tersenyum.
       "Harusnya aku yang nanya sama ibu. Ibu baik baik aja? Kalo aku sih jelas baik baik aja. Aku punya orang orang baik disini."

      Gina tersenyum lalu membelai lembut rambut putranya. Keduanya saling menutup luka agar tak terlihat lemah didepan masing masing. Julio ingin terlihat kuat didepan ibunya, Gina ingin Julio menganggapnya ibu dan istri yang tegar. Namun siapapun bisa melihat kesedihan terpancar di mata ibu dan anak itu.

      "BANG JUL IKUT NGGA? KITA MAU MAKAN DI LUAR, DIBAYARIN SAMA BRYAN." Nando berteriak dari dalam kost.
      "Udah sana ikut, Biar ngga sedih lagi." Ucap Gina, Ia tak ingin Julio berlarut larut dalam kesedihan.
      "Ibu juga jangan sedih lagi." Gina mengangguk.

      "Tunggu gue siap siap bentar." Ujar Julio saat kakinya melangkah masuk ke dalam kost, Meninggalkan ibunya yang matanya sudah berkaca kaca. Babeh Guntur yang sedari tadi mengawasi sang adik dari kejauhan lantas mendekat.

      "Gin, Masuk yuk. Abang udah beli sop buntut kesukaan lo." Ajak Babeh Guntur dengan lembut.

●●●

       "Katanya mau makan diluar, Kok ngga jadi sih?" Ucap Nando kesal karena mereka gagal makan diluar.
       "Ngapain makan diluar kalo Kak Theo bisa masak sendiri?" Gibran menjawab tanpa menoleh. Ia masih sibuk memotong cabai.
       "Ya tapi kan janjinya makan diluar Gib." Nando masih ngotot ingin makan diluar.
       "Yaudah abis ini lo makan diluar, Kita makan didalem, Ribet lo." Gibran akhirnya terpancing juga emosinya.

       "Kita makan bareng gini buat hibur Julio, Bukan nemenin lo cuci mata liat yang bening bening." Bryan berbisik pada Nando.
       "Ya tapi kan gue juga butuh healing." Nando balas berbisik.
       "Kalo ada yang perlu healing, Orang itu ya Viona bukan lo. Tuh cewe mental baja banget ngga sih pacaran sama Nando." Kenan tiba tiba menyahut.
        "Nayara juga kuat banget ngga sih mentalnya, Bertahun tahun jalanin hubungan yang akhirnya kandas gitu aja." Nando balas menyindir Kenan.

       "WOI LO BERDUA BISA DIEM NGGA?!" Gibran membentak Nando dan Kenan. Ia kesal lantaran momen yang harusnya digunakan untuk menghibur Julio malah digunakan untuk bertengkar.

      "Gila Nji lo denger ngga tadi? Wah gila sih Korea Timur ketar ketir." Kenzo berbisik pada Panji.
       "Ini lagi satu, Kok bisa Cinta suka sama orang bentukan kaya lo." Jawab Panji sembari menonyor kepala Kenzo.

      Julio yang sedang membantu Theo menggoreng ayam hanya tersenyum. Hal seperti ini memang sering terjadi. Sesekali ada yang marah dan mengancam untuk pulang, Biasanya Nando yang seperti itu. Padahal dirinya yang memulai pertengkaran.

       "Wangi kali, Paten betol lah Kak Theo ini." Bryan tiba tiba datang dan mencomot sepotong ayam yang sudah digoreng.
        "Jatah lo udah diambil ya Bry. Ini buat yang lain." Celetuk Julio. Mendengar itu Bryan segera meletakkan ayam yang sudah sempat tergigit.

       Perbuatan Bryan itu membuatnya mendapat pukulan tongkat dari Theo.
       "Jorok banget lo najis. Ambil ngga?! AMBIL!!"
        "Yaudah sih taroh situ aja, Nanti gue ambil lagi."
        "Ini anak ganteng ganteng kok jorok banget ya, AMBIL ATAU LO NGGA MAKAN?!"

       Bryan berdecak kesal dan mengambil kembali ayam miliknya. Ia meletakkan ayam itu di sebuah piring kecil.
       "Nah udah, Tapi jangan pilih kasih sama ayam gue ya, Perlakukan dia dengan baik layaknya engkau memperlakukan ayam ayam lainnya." Bryan tiba tiba menjadi emosional.
        "Bule prik, Mending lo cabut deh, Ganggu orang masak aja." Usir Julio.

●●●

       Ayam goreng pedas hasil racikan Theo telah siap untuk dihidangkan, Bersanding dengan sebakul nasi yang masih mengepul.
        "Makannya nanti dong, Winata lagi di jalan nih mau kesini." Tutur Bryan yang sedari tadi keluar masuk kost.
         "Apa apaan, Masa kita harus menahan lapar hanya untuk menunggu kekasihmu, Coba kamu bayangkan kehidupan orang diluar sana yang-"
        "ORANG ORANG PADA KENAPA SIH HARI INI? PERASAAN NGGA BRYAN NGGA PANJI SENGKLEK SEMUA." Ujar Satria. Ia merasa seperti berada ditengah tengah orang orang yang sedang ngefly.

       Tak lama terdengar suara klakson dari luar kost. Secepat kilat Bryan berlari menghampiri sumber suara. Benar saja, Ada laki laki berwajah imut tersenyum lebar pada Bryan.

       "Tumben lama banget nyusulinnya, Selingkuh ya?" Cecar Winata, Padahal Bryan hanya telat beberapa detik.
        "Matamu, Gue lari dari belakang ke depan ya lama lah. Lagian mau selingkuh sama siapa coba?"
         "Ya sama mereka lah, Kau kan gay." Winata masih belum puas menggoda Bryan.
          "Gue bukan gay, Gue winseksual." Balas Bryan. Mendengar itu Win hanya terdiam mengulum senyum.
         "Udah ah jijik banget denger gombalan lo, Gue mau makan." Winata yang salah tingkah buru buru memasuki rumah kost tersebut.

        Didalam, Semua penghuni kost sedang bersiap menyantap hidangan beraroma nikmat buatan Theo. Tanpa rasa malu sedikitpun, Winata memaksakan diri duduk disela sela Nando dan Julio.

        "Ish kenapa lah anak ini, Sempit njir." Nando mendengus, Ia lantas berdiri dan berniat pergi keluar namun dicegah oleh suara Satria.

        "Nah ngambek teros." Ucap Satria menyindir Nando.
         "Biarin aja ege, Kan dia emang pengen makan diluar dari tadi." Kenan mengompori.
         "Ngga gitu juga lah, Masa gue makan diluar sendirian, Gila kali." Nando akhirnya memilih duduk diantara Narendra dan Gibran.

         Acara makan makan itu berlangsung dengan amat menyenangkan. Julio sudah kembali ceria, Perlahan rasa sedihnya menghilang berkat penghuni rumah keduanya itu.

        "Lo udah nyimpen ayam buat Babeh, Cinta sama nyokap lo kan Jul?" Tanya Theo memastikan. Julio hanya mengangguk. Ia masih asik menikmati ayam pedas.

        "Gue udah selesai makan, Biar gue aja yang anter kesana." Kenzo nampak begitu bersemangat.
         "Mau caper ya lo, Kebiasaan." Ucapan Panji hanya dibalas cibiran Kenzo.

        "Assalamualaikum, Eh Cinta. Ini tadi Kak Theo masak banyak terus ada sebagian nih buat orang rumah." Kenzo tersenyum lebar melihat Cinta keluar rumah menyambutnya.

        "Wah makasih ya. Tapi lo udah makan kan?"
         "Udah kok. Jangan lupa dimakan ya." Cinta mengangguk. Melihat Kenzo berbalik badan dan bukannya mengajak ia berbicara, Gadis itu memutar otak mencari topik pembicaraan.

       "Eh Kenzo! Ulang tahun gue 19 hari lagi." Tanpa permisi, Kalimat itu meluncur dari mulut Cinta.
        "Oh ya? 19 hari menuju official ya kita."
         "Inget ya, 19 hari lagi." Ucap Cinta. Dibuat salah tingkah oleh ucapannya sendiri, Setengah berlari Cinta memasuki rumah.

Jangan lupa vote sebelum pindah bab ya bestie,thank you

DIBAWAH ATAP KOST (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang