X

277 47 2
                                    

"Athanasia?" Merasa diabaikan, Naleta akhirnya bangun dari posisinya dan menengok Athanasia. "Athanasia, kau sedang apa?"

Grrt

Athanasia mengepalkan tangannya kuat dan mengangkat kedua tangannya bersemangat.

Tuk

'uh, hahaha...'

"Bo, bobok ya, bobok.....

Bu...

Bulan tersenyum.

Sampai jumpa hari ini.

Anak kecil melihat bintang dan tertawa.

Besok akan datang pagi lebih bersinar.

Mimpi indah lah.

Selamat tidur, anakku."

"Lagu apa itu?"

"Lagu selamat tinggal mimpi buruk." Naleta berujar sembari turun dari kasur Claude. Berjalan mendekati tempat Athanasia dan Claude.

"Papa, selamat pagi!" Athanasia dengan ceria menyapa sang ayah, manis sekali 😌🥰.

"Sekarang bukan pagi."

"Selamat malam!" Jawab Athanasia lagi.

"Felix yang membiarkan kalian masuk?" Claude mengubah posisinya menjadi duduk.

'aduh, daddy... Itu bajunya..... Bajunya kelabakan:) keliatan dah tuh... Kuenya...🤩' Naleta menatap perut Claude dalam diam. "Lapar," tanpa sadar Naleta mengucapkan kata itu pelan.

"Santapannya siapkan di sini saja."

Still looking for someone, Chapter X

"Melihat wajahmu yang cerah, sepertinya sementara ini kau baik-baik saja."

"Papa juga tambah cantik!"

"..." Kali ini, Naleta tidak berkomentar lagi. Ia sudah lapar sejak tadi, dan akhirnya di kasih makan, siapa peduli dengan percakapan tidak berguna itu? Si ayah yang tsun-tsun dan si anak yang cuma bisa mikirin bertahan hidup, dibunuh, dan mati. Mending Naleta segera mengisi perutnya dan kembali tidur.

"Makanlah. Aku sengaja memesan makanan yang mungkin akan ka-" Claude melirik Naleta sebentar. "-kau sukai."

Athanasia sedang bersusah payah memotong daging yang menjadi menu hidangan hari ini. Sedangkan Naleta, ia tak perlu bersusah payah, meskipun dahulu ia tidak begitu sering memakai pisau dan garpu, keahlian otodidak yang spontan membuatnya bisa memakai benda-benda itu, memang agak susah awalnya, tapi bisa lah ya dimakan.

Kiit

"Wih, terbang....." Naleta lalu mengantar potongan daging masuk ke mulutnya, bagai menikmati pertunjukan sirkus.

KLang!

"Apa kalian benar belajar dari orang yang sama?"

"bahkan Nana tidak pernah mau ikut belajar..." Cibir Athanasia pelan.

"kalian harus belajar tata krama lagi ya. besok akan kukirim orang ke istana. Gara-gara kalian belajar dari orang-orang yang tidak memiliki dasar mulai sekarang terimalah pendidikan yang sesungguhnya."

"Kami akan berusaha, papa!"

"Kau saja."

"Kamu juga! Kamu selalu kabur saat Lili suruh belajar!"

"..." Claude menatap pertengkaran kedua anaknya di dalam diam.

"Akh, apa gunanya? Aku akan menghabiskan hidupku dengan tidur siang^^" senyum mengesalkan Naleta terpancar, membuat Athanasia juga memajang senyum jengkelnya.

"Kamu bisa menikmati tidur siangmu saat mati, tidak akan ada yang membangunkanmu saat itu!"

"aku malas." Naleta lanjut mengunyah.

·
·

"Lili, aku mau dengar senandung dong."

"Kalau begitu, akan saya nyanyikan satu lagu." Lili berjalan mendekati ranjang Athanasia dan Naleta. "Apa Tuan Putri Naleta sudah tidur?" Pertanyaan Lili dibalas dengan kedikkan bahu Athanasia. Lili tersenyum dan mulai mengusap tubuh Athanasia.

"Ketika malam datang perlahan

Petiklah bunga untukku.

Bintang rupawan memberi salam dan tersenyum.

Sampai jumpa hari ini. Besok akan datang pagi lebih bersinar.

Mimpi indahlah. Sampai jumpa. Selamat tidur, anakku."

·
·

"Perilaku tidak sopannya mungkin mirip Diana. Tapi adiknya, sifat siapa yang ia tiru?"

"Tuan Putri Athanasia memiliki pancaran yang sama dengan Nona Diana, sedangkan Tuan Putri Naleta sangat mirip dengan Anda, Yang Mulia. Nona Diana memang bukan orang yang dapat terlupakan dengan mudah oleh siapa saja."

"setelah satu tahun berlalu juga kalau cuma wajah perempuan itu pasti akan terlupakan sepenuhnya." Felix tertegun mendengar pernyataan Claude.

"apakah yang mulia menikmati saat bersantap dengan tuan putri?" Untuk menghilangkan canggung, Felix memulai percakapan kembali. "...Tuan putri benar-benar menawan. Mereka memiliki pesona mereka sendiri," Felix tersenyum antusias.

"'menawan' ya, sudah lama melupakan perasaan itu." Felix kembali terpaku. Ia melirik bingkai pecah yang tidak lagi dipajang di dinding. Penelope Judith.

"Keluarlah. Aku lelah."

"...segala keagungan dan berkat Obelia."

still looking for someoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang