XVIII

246 36 3
                                    

"Paman Putih, halo!"

"Selamat pagi, Tuan Putri. Saya senang tuan Putri terlihat sehat." Roger menunduk, menatap Athanasia yang lebih pendek darinya. "Saya sangat khawatir mendengar kabar bahwa Tuan Putri yang harta karun Obelia ini jatuh sakit. Katanya penyihir tersebut menjadi teman bicara Tuan Putri... Saya juga telah mendengar cerita tentang penyihir cilik yang menyembuhkan Tuan Putri..."

"Hmm.. Athi masih belum selesai belajar Bahasa Arlanta, jadi tidak bisa berteman dengan anak laki-laki dan perempuannya Paman Putih."

"Sebenarnya. Putra saya akan pergi ke Arlanta demi pengetahuan dan pengalaman yang luas. Jadi tentu saja dia lancar berbahasa Arlanta. Karena itu, apabila Putri berkenan, sebelum pergi putra saya bisa membantu Putri belajar Bahasa Arlan..."

"wah! keren!" Athanasia menyela Roger riang. "Kalau begitu Athi juga harus giat belajar sampai putra Paman Putih datang lagi!"

"Bukan, saya akan bicara para putra saya untuk membantu..." Memahami kesalahpahaman yang ada, Roger mencoba meluruskan.

Athanasia menarik jubah Felix, dan Felix mengangkatnya, "Athi bisa jadi lebih pintar dari sekarang! Sampaikan pada kakak itu untuk semangat di Arlanta ya!" Mereka berdua menjauh, "Bye-bye Paman Putih!" Tak terlihat lagi.

Still looking for someone, Chapter XVIII

Krek, bunyi pintu yang terbuka menghadiahkan tampilan lusuh dan kucel di mata Roger.

Crunch crunch! Munch.. munch, penampilan seorang anak perempuan yang tengah berbaring di atas ranjang dan sedang asik mengunyah kukis tipis menyapu jarak pandang Roger. Anak itu masih dengan baju tidur, dengan banyak piring menutupi ranjang. Beberapa piring juga ada di meja, piring kotor. Pastinya. Tapi terlihat bersih, entahlah.

Drrt-, meja troli yang ikut masuk dari arah berlawanan tiba-tiba berhenti. Menyadarkan anak itu akan kehadiran orang lain di tempat itu.

"Oh! Roger, kapan kau tiba?" Tanya Naleta menggebu. Ia turun dari ranjang dan dengan mudahnya menghindari semua piring yang ada. Berlari ke arah pintu. "Selamat pagi!" Naleta tersenyum riang.

"Selamat pagi Tuan Putri," balas Roger canggung.

Naleta diam sebentar di depan Roger, penuh senyum. Lalu menoleh ke pelayan di sebelah Roger yang belum berani masuk sejak tadi. "Kau bisa mulai pekerjaan mu sekarang. Setelah itu siapkan keranjang piknik, aku dan Roger akan main ke taman!" Lagi, Naleta tersenyum. Berbalik masuk dan diikuti oleh Roger.

"Tuan Putri, bukankah sebaiknya..."

"Iya! Aku mandi sekarang!" Teriakan Naleta dibalas heran oleh Roger.

"Apa Istana ini sedang kekurangan pelayan?" Tegur Roger pada pelayan setengah baya yang sedang menyusun piring-piring bekas Naleta.

"Tidak Tuan, hanya saja Putri Naleta sangat sulit untuk dimengerti. Para pelayan disini pun masih segan memasuki Istana Garnet, Tuan Putri dan Yang Mulia tidak begitu senang dengan kehadiran mereka. Tetapi satu atau dua pelayan yang berjaga sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan Putri Naleta." Jawab pelayan itu profesional.

"Aah.." Roger menunduk menatap sepatunya.

"Saya akan kembali sebentar lagi, silahkan nikmati selagi menunggu." Pelayan itu mengantar beberapa kukis dari ranjang Claude dan menempatkannya di hadapan Roger. Kemudian keluar dari kamar itu.

Cklek, kenop pintu dari terbuka. Tampaklah Naleta, tampilan yang lebih segar, namun masih dengan aura yang masih tidak ada bedanya.

"Roger! Apa yang kau bawa hari ini?"

still looking for someoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang