TRUE LOVE (white swan) sequel

417 22 2
                                    

Bagian kedua dari TRUE LOVE (Jikook)
__________

Seperti hari hari sebelumnya, pemuda manis itu akan selalu berbinar saat melihat kedatangan Jeon Jungkook. Dalam sebuah bilik sederhana kini dua orang yang berbeda ukuran itu tengah saling menatap, menyelami manik masing masing dengan fikiran yang berkecamuk entah apa sebabnya.

"teh hari ini kenapa rasanya sedikit berbeda Jiminie? Apa ada sesuatu."

Jimin menggeleng pelan, ia menangkup cangkir dengan dua tangannya dan mengeguknya pelan.

"ini teh herbal, kata bibi baik untuk kesehatan. Apa pangeran tidak suka?"

     Mata itu tampak berkaca, ia memandang kearah Jungkook dengan bibir yang mencebik lucu. Jimin sangat takut Jungkook tidak menyukainya.
Melihat Jimin yang tampak ketakutan, pangeran kelinci itu menangkup kedua pipi mochi dan mengecup hidungnya. Ia melemparkan senyum hingga membuat Jimin merona.

"aku menyukai apapun Jiminie, apalagi kamu yang membuatnya."

Sekali lagi Jimin menunduk malu, ia meremat ujung bajunya dengan pipi yang memerah. Menggemaskan sekali.

      Setelah mereka selesai bercengkrama waktu seperti begitu cepat berlalu, Jungkook pamit untuk kembali ke istana. Ia berjanji akan kembali lagi besok.

"kenapa pangeran tidak menginap?"

Di usapnya surai Jimin yang nampak kebasahan, bibirnya masih terlihat pucat karena baru saja mandi. Ia memakai bathrobe putih, sangat cantik dengan wajah bareface seperti bayi.

     Bukannya Jungkook tidak mau menginap, hanya saja ia takut kebablasan jika bersama si mungil lebih lama. Prinsipnya adalah menjaga, bukan merusak. Ia juga tidak ingin nafsu menguasai, ingatkan dia adalah pangeran angsa putih yang sudah sepatutnya suci dan bersih.

"tidak Jiminie, besok aku janji akan mengunjungimu."

"baiklah pangeran."

Jimin tertunduk lesu, ia tersentak kala merasakan kecupan dalam didahinya. Hatinya menghangat, merasa seperti dilindungi.

"jangan bersedih nee, segera tidur agar besok kau segar kembali."

Jimin mengangguk patuh, ia melihat siluet itu menjauh dan hilang ditelan kegelapan. Benar, hari mulai nampak larut. Pemuda mochi itu segera menutup pintu dan berniat untuk tidur. Ia juga menyempatkan diri menggosok gigi, mencuci tangan dan kakinya. Sesuai apa yang diajarkan sang pangeran, ingat Jimin itu bayi yang baru saja menetas.

     Pagi yang cerah si mungil terbangun dengan senyum yang menghiasi wajahnya, ia bergegas membersihkan bilik itu dan menghiasnya sedemikian rupa. Jimin juga merangkai bunga setelah belajar dari bibi pelayan kemarin malam. Ia berharap Jungkook menyukainya.

Namun kini matahari nampak telah meredupkan cahanyanya, menciptakan warna jingga terpampang begitu indah di ujung barat.
Semilir angin menerpa surai melambai, ia tidak bergeming. Memandang pagar rumah yang masih tertutup sempurna. Berharap pagar itu bergerak dan menampakan siluet.

     Hingga pada saat matahari tenggelam sempurna, pertanda bulan dan bintang siap melaksanakan tugasnya. Berbondong menghiasi langit, menjadi saksi si mungil yang masih menatap penuh harap.

"tuan sebaiknya anda segera masuk, udara semakin dingin."

"bibi apa kau akan pulang?"

Pelayan itu mengangguk, memang sudah biasa setelah pekerjaan dianggap selesai maka ia akan kembali kerumahnya.
Jimin mengangguk faham dan mempersilahkannya untuk pergi.

"hati hati di jalan bi."

Bibi pelayan itu tersenyum dan segera bergegas pergi, mungkin anaknya sudah menunggu. Jimin sering selali mendengar ceritanya.
Bibi itu mempunyai anak yang masih berumur sekitar tiga tahun. Ia selalu menceritakan jika anak itu akan menunggu kedatangannya diteras, mungkin seperti Jimin saat ini.

     Jimin menghela nafas pelan, ia masuk kedalam dan berniat untuk tidur. Sebelumnya ia menyempatkan diri untuk membaca beberapa buku. Matanya terasa memberat, buku itu ia tutup dan disimpan diatas nakas yang berada di sisi tempat tidurnya.

Jimin menarik selimut sebatas dada, ia mulai memejamkan mata dan menjelajahi alam mimpi.

Dini hari, tepat sebelum para ayam berkokok sebuah siluet tampak menatap Jimin begitu lekat. Raut kelelahan tidak mampu menutupi ketampanan dari pria itu, Jimin yang begitu tenang, begitu damai tampak cantik bak malaikat.

Sekitar enam helaian rambut menutupi dahinya yang tampak berkeringat. Pria itu mengernyit heran, diusapnya sang malaikat yang ternyata sedikit demam.

"sayang kau demam."

Bisiknya tepat ditelinga kanan si mungil, mengakibatkan pria itu bergerak dan membuka sedikit matanya.

"kookie?"

Pening melanda kepalanya, Jimin tidak sanggup hanya sekedar mendongak dan melemparkan senyum. Ia hanya bergumam lirih.

     Jungkook bergegas membuat air hangat guna mengompres si mungil, dengan begitu telalten ia mengurusi di mungil hingga tak terasa matahari pagi telah menampakan dirinya.
Suara burung terdengar indah, membuat dua sejoli yang tengah saling menggenggam merasa semakin nyaman.

Salah satu manik dari mereka terbuka, ia menatap haru seseorang yang tertidur dipinggir ranjangnya. Ia terlihat menunduk, Jimin khawatir pangeran itu akan sakit punggung nantinya.

"Kookie."

     Suara serak khas bangun tidur mengisi gendang telinga, mengganggu yang lebih besar hingga ia membuka mata bulatnya dan tersenyum kemudian.

"Jiminie kau sudah bangun?"

Jimin mengangguk lemah, ia menghangat saat Jungkook menggenggam dan mengecup punggung tangannya.

"apa kau menungguku Jiminie?"

Si mungil tampak meliarkan pandangannya, ia tidak suka saat Jungkook menatapnya tajam. Seakan pria itu tengah membencinya.

"tak apa Jiminie, hanya saja aku tidak mau kau sampai sakit begini sayang."

"..."

"apa kau yang merangkai bunga didepan? itu sangat indah Jiminie."

Jimin merona, pria dihadapannya selalu ahli dalam hal membuatnya merona. Entahlah ini sudah keberapa ratus kali pemuda itu membuatnya memerah seperti kepiting.

      Jungkook beranjak dari tempatnya, menarik atensi si mungil dengan tatapan penasaran. Namun ia tidak berani mengintrupsi kegiatan pangeran itu, Jimin hanya terdiam di atas ranjang karena sungguh tubuhnya masih sangat lemas.

Setelah beberapa saat Jungkook kembali dengan sebuah cangkir ditangannya. Baunya sangat pekat menusuk hidung, ia menyodorkannya kearah si mungil.

"minumlah,"

"ini apa kookie, kenapa baunya aneh sekali."

"ini air rebusan jahe, bagus untuk menghangatkan tubuh."

"tapi baunya tidak enak."

"coba saja dulu, aku sudaj menambahkan gula merah kedalamnya. Dan juga sedikit madu."

     Sambil mengernyit dan menahan nafaa Jimin dengan ragu meneguk air itu, namun setelahnya ia menunjukan binar.

"rasanya tidak buruk."

"benar kan, nah sekarang kau istirahat lagi. Aku akan meminta bibi untuk menyiapkan sarapan."

Pemuda mochi itu seperti enggan melepas kepergian Jungkook, ia terlihat begitu sendu. Melihat hal itu Jungkook mengambil inisiatif dengan ia yang naik ke atas ranjang lalu memeluk si mungil dengan erat.

Otomatis mata sipit itu membulat sempurna, ia malu. Tapi tubuhnya enggan untuk melepaskan.

"kau menyukainya?"

Jimin mengangguk pelan, ia menenggelamkan wajahnya di dada bidang sang pangeran.

"hmm, rasanya lebih hangat."

Jungkook semakin mengeratkan pelukannya, diciumnya pucuk kepala si mungil untuk menghirup aroma favoritenya lebih dalam lagi. Menenangkan dan begitu nyaman.

Seandainya hal seperti ini berlangsung untuk waktu yang lama, ia rela kehilangan segalanya.
Hanya dengan seorang Park Jimin disisinya,.

NIGHTMARE (BlackSwan)[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang