Chapter.2

126 15 0
                                    

Fey mengusap Snow, kucing kecil berwarna putih miliknya. Matanya berbinar-binar seakan Snow adalah harta karun yang selama ini ia cari.
Fey menoleh, memperhatikan Agna yang berlari ke arah kamar mandi.

"Awasssss!!!!"

Teriak Fey, saat Agna akan menginjak benda coklat yang menempel di atas lantai. Naas Fey sudah terlambat, Alhasil kaki Agna sudah mendarat sempurna di atas benda coklat itu. Lembek, hangat, dan lengket. Tiga kata yang dapat menggambarkan apa yang Agna rasakan saat ini. Pelipis Agna berdenyut, menyakitkan. Gadis ini belum juga mengangkat kakinya.

"Demi ini bukan popnya Snow kan?" Tanya Agna,

Mendadak terbesit ide jahat di otak Fey. Gadis ini akan membohongi Agna, ia akan bertingkah seolah-olah Agna menginjak kotoran Snow. Fey segera menutup hidungnya. Kedua maniknya menatap Agna dengan berkaca-kaca.

Kedua bola mata Agna membulat seolah akan melompat keluar, wajahnya mulai memerah. Fey tidak mau Snow menjadi korban, ia tau pasti Agna akan memarahi mahluk imut nan tidak berdosa ini. Fey memutuskan untuk memasukan Snow kedalam kandangnya. Ia lebih sayang pada kucingnya dari pada sahabatnya ini.

"Jadi ini ulah si bulu???" Tanya Agna,

Sungguh Agna tidak percaya ia menginjak hasil olahan makanan dari tubuh Snow. Agna sangat geram. Wajahnya sudah sangat merah. Moodnya mendadak menjadi turun.

"Ngga nyangka bakal setragis ini nasib kaki gue" ucapnya dengan dramatis,

Agna menatap ke arah Fey, senyum miring tercetak di wajah Agna. Senyum yang penuh arti itu berhasil membuat Fey panik. Agna berniat membalas kenakalan Fey.

"Apa kau lihat-lihat?" Tanya Fey

Agna mengambil buku agenda Fey yang tergeletak di dekatnya. Kedua bola mata Fey sontak membulat, jika seperti ini namanya senjata makan tuan. Buku Agenda itu adalah buku keramat yang tidak boleh di pegang oleh siapapun. Agna pun selalu di marahi oleh Fey ketika memegang buku agendanya.

Fey menyodorkan setoples coklat pasta pada Agna, ia tidak rela jika buku agendanya menjadi korban karena ulah Fey sendiri. Akhirnya gadis ini memilih membongkar kejahilannya pada Agna.

"Hah? Ape?" Tanya Agna, sambil menatap pasta coklat yang Fey sodorkan padanya,

"Itu bukan popnya Snowi, tapi ini"

"Demi?" Tanya Agna dengan curiga,

Fey menghela nafasnya, "Iya beneran Agna"  ujar Fey,

"Untung ye kan, kalo aja tadi itu beneran popnya si bulu gue pasti udah jatuhin buku agenda lu kaya gini" ucap Agna sambil menjatuhkan buku Fey ke bawah, tepat di atas pasta coklat bekas injakannya,

"AGNAAAAA!!" Teriak Fey,

Agna spontan masuk ke dalam kamar mandi, mengunci pintunya rapat-rapat lalu tertawa terbahak-bahak. Sementara Fey? Gadis itu menangisi bukunya yang sudah berlumuran pasta coklat.

"Durjana banget ih, akkkkkk kesal" umpat Fey, gadis ini hanya bisa menatap sendu ke arah buku agendanya.

Hujan deras sudah mendera sejak beberapa menit yang lalu, akhirnya setelah kejahilan Fey dan Agna berakhir, mereka memutuskan untuk memakan mie instan sambil menonton tayangan Drama Korea.

Agna menyipitkan matanya, menatap fey yang tengah asik memakan mie instan. Agna masih kesal dengan kejahilan Fey padanya. Jika bukan karena ia menganggap Fey adiknya, sudah di pastikan Agna akan memukulnya. Tapi menjatuhkan buku agenda Fey, sudah cukup puas untuk membalaskan dendamnya atas kejadian tadi. Karena Fey sangat terobsesi dengan buku agendanya itu.

"Enak buk?" Tanya Agna,

Fey menganggukkan kepalanya, "Eum, kombinasi yang sempurna" ujar Fey

Tok... Tok.... Tok ...
Suara ketukan pintu melesat masuk ke dalam telinga mereka. Entah siapa yang bertamu di saat hujan begini. Fey menatap ke arah Agna dengan senyuman lebar di wajahnya.

"Apa lu?" Tanya Agna

Senyum Fey semakin lebar, tak lupa Fey juga mengedipkan kedua matanya berkali-kali pada Agna, "Lu aja sana yang buka, ngapa jadi gue dah" Ucap Agna blak-blakan.

Fey mengerucutkan bibirnya, bukannya malas membuka pintu. Hanya saja Fey tidak pernah berinteraksi dengan orang lain sendirian. Ia takut jika orang itu akan berbuat jahat padanya. Dari Fey kecil hingga ia besar ia selalu pergi kemana-mana dengan di dampingi kedua orang tua atau temannya.

"Ya udah iya jan ngambek lu, najis bat sumpah" Timpal Agna,

Gadis itu beranjak dari tempat duduknya, melangkahkan kakinya menuju pintu. Agna berjalan sambil membayangkan jika yang datang adalah Zombie atau yang lebih parah adalah penculik.

"Siapa?" Tanya Agna dengan was-was  sebelum membuka pintu,

Tak ada jawaban, mungkin karena di luar hujannya sangat deras, Orang itu jadi tak bisa mendengar dengan jelas. Karena tak mau menunggu terlalu lama, Agna memutuskan untuk segera membukakan pintu.

Saat pintu terbuka, terlihat seorang laki-laki bertubuh proposional berdiri di depan Agna. Satu tangannya memegang helm berwarna putih. Sementara tangan yang satunya di masukkan ke dalam kantung celana.

"Ayo pulang" Ucap laki-laki itu,

Atensi Fey teralihkan, yang semula sedang fokus melahap makanannya, kini ia fokus kepada laki-laki yang ada di depan Agna, namun ia tidak bisa melihat wajah laki-laki itu.

Fey berjalan mendekati Agna, "Siapa?" Tanyanya,

"Oh, ini sepupu gue. Si Cavero" Jawab Agna dengan malas-malasan. Jujur saja sebenarnya ia benci pada Cavero. Bahkan rasanya ia ingin membunuh laki-laki itu.

Cavero berhasil menyita perhatian Fey. Pipinya kembali memerah saat mengingat Cavero yang mengusap puncak kepalanya kemarin. Entah kenapa Fey merasa nyaman ketika ada di dekatnya.

"Mari masuk"

Ajakan Fey berhasil membuat Agna terkejut bukan main. Fey seorang perempuan yang sangat jarang mempersilahkan laki-laki masuk ke rumahnya, dan hari ini ia dengan mudah mempersilahkan Cavero masuk.

"Thanks" ucap Cavero,

Mata Cavero menjelajahi setiap sudut di rumah Fey. Ini pertama kalinya ia masuk ke rumah Fey untuk menjemput Agna. Biasanya ia hanya sampai depan gerbang saat mengantar Agna ke rumah Fey.

Fey menaruh segelas air hangat di hadapan Cavero "Diminum dulu, atau mau makan mie juga bareng kita?" Tanya Fey,

Agna membelakkan matanya, tak percaya. Sungguh momen langka, Fey bersikap begini pada Laki-laki. Tapi Agna tidak heran, perubahan macam ini biasa terjadi pada orang yang tengah jatuh cinta, dan Fey sendiri sedang jatuh cinta dengan Cavero.

Agna memegang dahi Fey, "Lu sakit?" Tanya Agna,

Fey menepis tangan Agna begitu saja "Apaan sih, gue ngga papa" jawab Fey,

Mata Cavero berhenti pada sebuah foto yang terpajang di dinding. Hanya ada foto Fey dan ibunya. Lalu dimana Ayahnya? Matanya beralih menatap rak yang penuh dengan buku, Laki-laki itu semakin penasaran. Matanya kembali beralih, kini ke kamar Fey, pintu kamar Fey yang terbuka membuat Cavero bisa melihat isi kamarnya.

Berantakan, satu kata yang terlintas di benak Cavero. Banyak kertas dan buku yang menumpuk di lantai. Rasa penasaran Cavero terhadap Fey semakin menjadi-jadi saat ia melihat kanvas dengan lukisan seorang laki-laki memakai baju berwarna abu-abu.  Mungkin laki-laki itu adalah orang yang sangat sepesial bagi Fey. Cavero tidak tau bahwa lukisan yang ada di kamar Fey adalah dirinya sendiri.

Langit sudah menampakan cerahnya mentari, hujan sudah reda. Kini Agna memutuskan untuk pulang ke rumahnya, tentunya bersama Cavero. Ia harus pulang sebelum Ibunya berbicara yang tidak-tidak.

Fey mengantar Agna dan Cavero sampai ke teras rumah. Gadis itu melambaikan tangannya pada Agna "Hati-hati" ucap Fey,

Agna mengangguk, ia membalas melambaikan tangannya pada Fey.
"Bye-bye...."

Mereka pergi meninggalkan rumah Fey menggunakan sepeda motor. Sekarang Fey sendirian di rumah. Tapi bagi Fey itu sudah biasa. Sebentar juga lagi nenek dan kakeknya akan pulang. Jadi tidak masalah jika ia sendirian berada di rumah.

Tiba-tiba terlintas imajinasi gila di kepalanya, gadis ini memikirkan zombie. "Kalo ada zombie gimana?" Gumamnya,

"Gue harus kunci semua jendela sama pitu rumah"

Fey bergegas mengunci pintu dan jendela di rumahnya. Fantasinya sungguh sangat meresahkan. Entah kenapa Fey selalu berpikir seperti itu setiap ia sendirian. Kalau bukan zombie, ia akan berpikir jika penculik datang ke rumahnya. Atau jika tiba-tiba ada raksasa yang datang lalu membuka atap rumahnya.

Gadis itu mengedarkan pandangannya. Semua pintu sudah tertutup, begitu juga jendela. Fey  menghela nafasnya dengan lega. Ia menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidurnya. Damai rasanya saat tubuhnya ini berada di atas tempat tidur.

Krrrrkkk....
Suara itu membuat Fey  langsung berdiri. Ia berusaha menajamkan indra penglihatan dan pendengarannya.

"Jangan-jangan ada zombie di rumah"
Sejenak, Fey berusaha mengatur nafasnya. Berusaha bersikap tetap tenang dan biasa saja.

Krrrrkkk....
Fey menjerit lagi saat mendengar suara itu, namun naasnya ia terjungkal dari tempat tidurnya. Lagi pula zombie tidak ada di dunia nyata. Untuk apa dia berpikir jika itu adalah suara zombie? Tapi tetap saja Fey takut.

Brakkkk
Fey menjerit dengan keras, "MAMAAAAAA TOLONG"

Tak kuasa menahan segala rasa yang berkecamuk di dalam dirinya. Fey memutuskan untuk menutup tubuhnya menggunakan selimut.
Fey membulatkan matanya saat ia merasakan ada sesuatu yang berjalan di atas tubuhnya.

"Jangan-jangan zombienya berhasil masuk kamar" Lirih Fey,

"Atau jangan-jangan ada raksasa yang mau ambil gue" celotehnya,

Perlahan-lahan ia menurunkan selimut yang menutupi wajahnya, keringat dingin mengucur deras di tubuhnya. Terlihat benda berwarna putih melompat ke arah wajah Fey spontan membuat gadis itu menjerit lagi.

"Meow"  suara Snow melesat masuk ke dalam telinga Fey.

Gadis ini menghela nafasnya, "Parah, di prank kucing gue" ujar Fey.

Napas Fey tercekat saat Snow, kucingnya mendekatkan wajahnya ke wajah Fey.  "Ngezoom banget woy nak" ucap Fey, sebelum akhirnya membawa Snow turun dari tubuhnya,

"Jadi ini kerjaan lu? Gue kira zombie. Tapi kok bisa Snow keluar dari kandangnya. Perasaan tadi udah di kunci deh" gumam Fey,

Sekarang Fey bisa bernafas lega, tidak ada lagi zombie yang berkecamuk dalam kepalanya. Benar-benar pemikiran konyol yang meresahkan.

"Meow" seru Snow, kucing ini  menempelkan kepalanya di tangan , lalu menggesekkannya. Kucing ini lapar, tapi Fey sibuk melamun menetralkan detak jantungnya.

Drrrt... Drrrttt...
Ponsel Fey bergetar, spontan Fey mengangkat telponnya lalu menempelkan Ponsel ke telinganya.

"Hallo"

Gadis ini melangkahkan kakinya menuju tempat makan Snow. Waktunya kucing berbulu lebat ini makan.

"Hallo, dengan siapa?" Tanya Fey sambil menuangkan makanan Snow,
Masih belum ada jawaban dari si penelepon. Hanya ada suara gemercik air, dan juga suara ayam yang berkokok.

Fey melihat ke layar ponselnya, "Lah nomor tanpa nama"

"Hallo? Salah sambung ya?" Tanya Fey lagi,

Telepon itu terputus begitu saja, Fey merasa aneh. Siapa yang meneleponnya? Apakah penting? Tapi kenapa penelepon itu tidak mengatakan apapun padanya?.

_______________ฅ^•ﻌ•^ฅ_______________

See you in next chapter

ACANTHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang