Chapter.3

95 17 0
                                    

Matahari sudah menampakan dirinya tapi Fey tak kunjung bangun dari tidurnya. Alarm di ponselnya sudah bunyi berkali-kali tapi tidak bisa membangunkan Fey yang tertidur pulas. Gadis ini jika sudah tidur maka sulit di bangunkan. Eyangnya juga sudah menyerah mencoba membagunkannya pagi ini.

Agna membuka pintu kamar Fey, matanya terbelalak saat melihat kondisi kamar Fey yang sangat berantakan. Tumpukan kertas dan buku tercecer di lantai. Bungkus jajan memenuhi tempat sampah di kamar Fey.

"Bangun Fey woy" Seru Agna, sambil mengguncangkan tubuh Fey.

Bukannya bangun Fey malah hanya berganti posisi, gadis itu menutup tubuhnya menggunakan selimut. Efek begadang semalaman mengerjakan naskah ceritanya.

Hari ini Agna datang lebih awal dari biasanya. Agna sudah menduga jika Fey akan sulit di bangunkan. Gadis itu menarik tangan Fey dengan kuat. Akhirnya mau tak mau badan mungil Fey terbawa oleh tarikan Agna. Gadis berambut pendek itu menyuruh Fey duduk diatas sofa. Entah apa yang akan gadis itu lakukan, yang pasti persiapan mental harus segera dilaksanakan.

"Cavero, sepupu gue. Kayanya suka deh sama lu" ucap Agna dengan to the point,

Fey terdiam mendengar pernyataan dari Agna. Jantungnya berdetak dengan kencang, pipinya memerah, detik berikutnya seluruh wajahnya merah merona seperti tomat. Gadis ini baru saja bangun tapi Agna sudah menyuguhkan informasi tentang laki-laki yang ia sukai.

"Lu suka juga kan sama Cavero?" Tanya Agna
lalu duduk di sebelah Fey, "Gini ya Fey sayang, gue yakin seratus persen dia suka sama lu. Soalnya waktu pulang Kemarin dia tanya-tanya ke gue tentang lu" Jeda Agna,

"Dia ngerasa nyaman dan tenang waktu ngobrol sama lu" sambungnya,

Fey sendiri sebenarnya merasa tenang saat berada di dekat Cavero. Apalagi melihat senyumnya. Rasanya seolah-olah ada hujan bunga di sekelilingnya. Berlebihan? Memang begitulah, namanya juga jatuh cinta.

"Kenapa lu yang semangat si Na?" Tanya Fey sambil berjalan ke kamar mandi,

"Btw ada Cavero di depan, gue mau ke indomart bentar ya temenin dia" ucap Agna,

Fey terkejut bukan main "Dari kapan woy?" tanya Fey.

Agna tidak menjawab, gadis itu berjalan keluar begitu saja tanpa mengatakan sepatah kata apapun lagi. Dengan cepat Fey keluar dari kamar untuk memastikan apakah yang Agna katakan benar atau hanya gurauan saja, dan benar saja Cavero sedang duduk di atas sofa sambil memainkan kunci motornya. Ia tidak menyadari Fey sudah keluar dari kamarnya.

Cavero mendongak, ia melihat ke arah Fey yang tengah berdiri tak jauh darinya. Gadis itu memakai piyama berwarna putih dengan motif alfabet berwarna hitam.

"Udah bangun?" Tanya Cavero.

"Oh iya udah Ver" jawab Fey dengan canggung,

Fey memegangi kalung yang di pakainya, ia melakukan hal itu setiap kali ia tidak nyaman dengan hal yang terjadi di sekitarnya.

"Cavero" Panggil Fey,

"Ada apa?" Tanya Cavero.

Fey menarik nafasnya perlahan, lalu menghembuskannya. Gadis ini berencana mengatakan perasaannya sekarang. Ia tidak mau menundanya lagi. Sudah cukup ia memendamnya selama ini. Mungkin waktunya kurang tepat, tapi ini kesempatan Fey "Aku suka sama kamu Ver, udah dua tahun aku menyembunyikan perasaan aku ke kamu" Ucap Fey,

Dahi Cavero berkerut. Ia menatap Fey dengan seksama, Cavero berencana mendekatinya saat ini tapi Fey malah menyatakan perasaannya terlebih dahulu. "Kamu suka sama aku?" Tanyanya,

Fey menganggukan kepalanya, kemudian ia duduk di depan Cavero. Laki-laki itu mendekat ke arah Fey. Ia berpindah posisi duduk menjadi di sebelah Fey.

"Kenapa?" tanya Fey,

Cavero mengelus rambut Fey dengan lembut, itu membuat Fey merasa nyaman. Dia tidak ingin bergeser sedikitpun apa lagi pindah tempat duduk. Mungkin Cavero juga menyukai Fey selama ini.

Tiba -tiba saja Cavero membungkam mulut Fey menggunakan tangan kananya, Fey terkejut dengan tindakan yang dilakukan Cavero. Ia memeluk Fey dan mengikat tangan Fey menggunakan masker kain yang ia pakai tadi. Kini tangan Cavero yang satu berhasil membuka kancing piyama Fey. Ia ingin sekali menjerit dan berteriak minta tolong. Tapi ia tidak bisa. Cengkraman Cavero lebih kuat di bandingkan tenaganya. Terlebih Fey baru saja bangun tidur tadi, tenaganya belum terkumpul sepenuhnya.

Setelah berhasil melepas piyama yang Fey pakai, Cavero membungkam mulut Fey menggunakan piyama yang sudah terlepas. Kedua tangannya kini bergerilya di tubuh Fey. Namun Fey bisa apa? Tangannya terikat, mulutnya pun di bungkam, kaki Fey juga di gunakan sebagai bantalan untuk Cavero duduk.

•••

Sudah empat jam lebih sejak kejadian tadi pagi. Fey duduk di meja makannya, menikmati makanan yang dipesan dari aplikasi ojek online. Agna dan Cavero masih ada di rumah ini. Mereka bahkan tengah makan siang bersama dengan Fey.

Fey bungkam sedari tadi, mahkotanya masih terasa sakit. Namun ia berusaha menutupi rasa sakitnya dengan senyuman. Ketika Agna bertanya kenapa Fey diam. Fey menjawab giginya sedikit sakit jadi ia akan sedikit bicara hari ini.

"Ceritain, kalian berdua ngapain aja tadi" ucap Agna, padahal sebenarnya ia tau apa saja yang mereka lakukan. Ya, Agna melihat kejadian itu. Tapi Agna memilih untuk diam terlebih dahulu. Agna menunggu Fey bercerita padanya.

Fey menatap tajam ke arah Cavero. Jika bukan karena dia mengancam akan melecehkan Agna, sudah di pastikan Fey mengatakan sejujurnya saat ini. Tapi Fey bisa apa? Lagi-lagi dia diam tak berdaya. Gadis ini juga terkejut, Cavero bisa berbuat sebejat itu padanya.

Tok tok tok
Suara ketukan pintu berhasil mengalihkan perhatian tiga orang ini. Fey perlahan berjalan ke arah pintu depan untuk membukakan pintunya. Saat pintu terbuka, sepasang suami istri paruh baya sudah berdiri di depan pintu sembari memegang kantong belanjaan.

"Eyang dari mana aja, kok pergi ngga bilang-bilang Fey?" Tanya Fey,

Fey memeluk Eyang Putri, di saat itu juga Fey menangis. Ia tidak dapat menahan lagi tangisannya di depan kedua orang tua yang sudah merawatnya ini.

Eyang mengusap punggung cucu tersayangnya, "Lho, kenapa menangis ndo?" Tanya Eyang,

"Eyang pergi ngga bilang-bilang jadi Fey sedih" jawab Fey,

Sejujurnya Fey hanya mencari alasan saja untuk menangis selain alasan karena Cavero telah merenggut mahkotanya. Ia tidak mau sahabatnya menjadi korban karena ia tidak bisa menahan emosinya. Eyang Kakung merangkul cucu kesayangannya ini, mengusap-usap rambutnya dengan lembut.

"Biasanya saja Eyang tinggal nda nangis" timpal Eyang Putri,

Fey mengerucutkan bibirnya, ia bersiap memberikan alasannya. Ia khawatir Eyang akan berpikir kalau Fey mempunyai masalah yang ia pendam. Namun Eyang Kakung menyodorkan uang pada Fey. Alhasil Fey tidak jadi mengeluarkan Kalimatnya. Sepertinya Eyang Kakung sudah sangat lelah jadi ia memilih membungkam mulut cucunya menggunakan uang.

Sementara itu Cavero menatap Fey dengan waspada, ia takut Fey akan membeberkan perbuatannya kepada keluarga atau kerabatnya. Apalagi jika Fey sampai minta  pertanggungjawaban pada Cavero, ia saja baru masuk kuliah semester satu.

_______________ฅ^•ﻌ•^ฅ_______________

See you in next chapter

ACANTHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang