BAB 5

59 17 11
                                    

Halo apa kabar?

Selamat membaca🤗

⚪ D i c k n o ⚪

Libur. Satu kata yang sukses membuat perasaan Dicky berbunga-bunga hari ini. Senyumannya melebar sambil menatap tumpukan berkas di meja kerja rumahnya. Kasihan sekali mereka harus Dicky gantung karena ini hari Minggu.

Bukan benar-benar digantung, tapi tidak dia selesaikan dan tak memberi kepastian pada pertanyaan-pertanyaan seputar masa depan perusahaannya di sana.

Beberapa hari setelah mengenal Gisya, ada beberapa hal yang cukup menarik tapi tak perlu diceritakan secara detail. Zarsha yang semakin bersikap lancang karena instingnya sebagai ibu. Selnan yang jadi sering menemuinya karena pancingan dari Gisya. Satu lagi, Qiuna yang lebih sering menghindari kontak mata dengannya.

Seharian ini akan Dicky habiskan dengan tidur setelah pulang dari ziarah kubur kakeknya.

Kemudian rencananya berubah ketika selesai berziarah. Manik mata Dicky menatap lurus orang yang berusaha mencuri motornya.

Padahal Dicky sudah membeli motor dengan harga paling murah yang diizinkan oleh Karlo. Tapi tetap saja ini bisa jadi uang jika dijual.

“Motornya kenapa ya, Pak?” tanya Dicky berpura-pura tak mengenali motor di hadapannya. Dari pelat nomornya sudah jelas ini motornya. Biarkan saja, dia akan mengikuti sedikit drama dari maling motor ini.

“Ini, Mas. Kuncinya hilang, kayaknya jatuh, deh.”

“Bapak baru datang, ya?”

“Iya.”

Dicky menarik ujung bibirnya. Jelas-jelas dia berbohong. Dipancing sedikit saja langsung terpancing. Mana ada orang panik yang bisa menjawab dengan mulus.

“Oh, tadi saya nemu kunci ini di dalam. Punya Bapak, ya?”

“Iya, Mas! Makasih, Mas. Dari tadi gue cariin.”

Dicky menyodorkannya, sedetik sebelum tangan orang itu meraihnya dia menarik kembali tangannya. “Tadi katanya Bapak baru datang. Berarti ini bukan kunci Bapak.”

“Ya, tadi gue mau ziarah tapi buru-buru mau pulang!”

“Oh, ya?”

“Iya!”

“Oh, gitu. Pelat nomornya Bapak hafal?”

“Enggak. Saya baru beli motornya, jadi belum hafal.”

Ya, benar, sih. Motor Dicky masih mengkilap dilihat dari sisi mana pun. Tidak ada lecet dan kerusakan yang bisa membuat harganya merosot jauh. Rupanya pencuri ini punya selera yang bagus, tapi strateginya sangat buruk.

“Kami segera sampai, Pak. Terima kasih sudah mengulur waktu.”

Dicky menyimpan airpods-nya. Polisi yang dia telepon dan mendengarkan percakapannya pasti tidak perlu bukti lebih lanjut tentang masalahnya. Dia tinggal mengusut seberapa berat kasus yang sudah pencuri ini lancarkan selama menjalankan profesinya.

Mobil polisi terlihat, begitu juga pucat di wajah si maling. Dicky kembali dibuat tersenyum, hiburannya kali ini menyenangkan.

“Pak, kita belum kenalan, loh.”

“SIALAN!”

BUGH.

Dicky menghela napas. Mau tidak mau dia ikut turun tangan ketimbang orang ini kabur. Tangannya sudah Dicky kunci, tinggal menunggu yang berwenang menangkap dengan borgol.

Dicky ZeknoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang