Happy reading ❤️
⚪ D i c k n o ⚪
Dicky berjalan menuju ruangannya tepat pukul tujuh pagi. Semalam, dia pulang larut untuk memastikan Gisya dan Zarsha aman di rumah. Setengah nyawanya masih ada di rumah, tapi untungnya Dicky merasa tidak ada ancaman yang berarti selama di perjalanan.
Netranya menangkap seseorang berdiri di depan pintu ruangannya. Dicky mengernyit, kemudian tersenyum ketika berdiri di sebelahnya.
“Selamat pagi penjaga pintu.”
Selnan terlonjak kaget, beruntung refleks memukulnya tidak berfungsi saat ini. Dia mengambil napas, membuangnya pelan lantas mengangkat sudut bibirnya dengan manis.
“Selamat pagi, Pak.”
Dicky yang memperhatikannya hanya bisa terkekeh geli. Ada-ada saja. “Ada apa? Masih belum jam kantor.”
“Saya bawakan Bapak sarapan.”
Sebelah alis Dicky terangkat.
“Em ... anu. Ucapan terima kasih karena sudah memberi Kak Anton pekerjaan.”
Dicky mendengus geli. Dia membuka pintu ruangannya, meminta Selnan ikut masuk ke dalam. Jendela ruangannya masih tertutup, itu artinya Qiuna belum datang. Dicky juga berpesan agar Qiuna tak lagi bolak-balik menjemputnya.
“Sarapan apa? Kamu tahu aja kalau saya belum sarapan.” Dicky membuka tirai, membiarkan cahaya matahari pagi menyorot hangat ke dalam ruangannya. Dia juga sibuk merapikan beberapa hal.
“Tadi pagi saya sempat masak sup ayam. Saya tambahkan siomay. Bapak mau makan sekarang? Mumpung masih hangat.”
“Boleh.”
Dicky tersenyum, dia beranjak ke kamar mandi untuk mencuci tangannya. Kemudian duduk di hadapan Selnan yang dengan semangat menyiapkan makanan untuknya.
“Bapak biasa sarapan jam berapa?”
Tangan Dicky berhenti bergerak. Dia diam untuk beberapa saat, menetralkan kembali perasaannya sebelum menjawab.
“Saya gak pernah sarapan.”
“Hah?” Selnan menatap Dicky tak percaya.
“Saya gak suka sarapan.”
Selnan jadi merasa tak enak dibuatnya. Dia menatap Dicky, memperhatikan dengan perasaan was-was ketika pria itu menyendokkan makanannya ke dalam mulut. Mengunyahnya dengan benar, sampai dia sadar Selnan memperhatikannya.
Dicky mengangkat pandangan, melihat dengan jelas Selnan tersentak kaget karenanya. Sepertinya ada yang salah dari ucapannya yang sebelumnya.
“Saya gak suka sarapan. Bukan berarti saya gak bisa sarapan. Terima kasih ya, Na. Sarapannya enak.”
Senyuman Dicky melebar dengan tulus. Netranya dia kembalikan menatap fokus pada makanannya.
Selnan menelan ludah. Bolehkah dia merasa prihatin? Hidup serba berkecukupan tidak menjamin seseorang makan dengan benar. Selnan sempat berpikir jika keadaan keluarga Dicky yang sesungguhnya sedang tidak baik-baik saja. Ada luka yang Dicky sembunyikan lewat senyumannya.
“Syukurlah kalau enak. Saya takut gak sesuai sama selera Bapak.”
“Enak. Perut saya jadi hangat. Jadi terasa lebih nyaman.”
Selnan mengangkat tipis sudut bibirnya.
“Sekali lagi makasih ya, Pak. Saya gak nyangka Bapak memberi kesempatan kerja untuk Kak Anton.”
Sepertinya Selnan belum tahu pekerjaan macam apa yang Anton ambil.
“Gak masalah. Saya cuman membantu dia melunasi sepuluh juta yang dia janjikan.”
“Sepuluh juta—“ Selnan mendelik. “Sepuluh juta?” ulang Selnan terkejut.
“Iya,” jawab Dicky dengan santainya.
“Yang ... yang donasi ke panti itu?”
Dicky mendongak, mengangguk. “Anton belum cerita?”
“Jadi Bapak yang taruhan sama Kak Anton?” Mata Selnan membulat dengan sempurna. Tidak pernah sekali pun terlintas di benaknya bahwa dia akan mengetahui fakta ini. Fakta yang menyebutkan bahwa CEO perusahaan Zekno Abadi terlibat dalam hal ilegal.
Memegang rahasia yang Selnan rasa cukup besar dampak kehancurannya. Untuk reputasinya yang baik di mata masyarakat maupun hukum. Lalu akan hancur di mata hukum.
Dicky mengerjap, memperhatikan ekspresi yang tergambar jelas di wajah Selnan. Dicky yakin ini bukan kali pertama Anton kalah taruhan.
“Sialan.”
Ups. Selnan menutup mulutnya rapat-rapat setelah keceplosan. Sumpah! Itu umpatan untuk Anton bukan untuk Dicky.
“Pak, saya permisi dulu. Selamat makan.”
Dicky tak banyak berekspresi. Tatapan polos dia lontarkan pada wanita yang baru keluar dari ruangannya. Apa mungkin hubungan kakak adik itu sedang tidak baik-baik saja? Kenapa jadi Dicky yang merasa bersalah? Apa dia baru saja cepuin Anton ke Selnan?
Ah, bukan ... Dicky baru sadar sekarang. Fakta tentangnya yang terlibat dalam pertarungan tinju ilegal. Fakta itu ternyata cukup berpengaruh terhadap beberapa orang awam. Dan Dicky tidak pernah memikirkannya.
“Kelemahan ... tinju. Ilegal.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Dicky Zekno
Fanfiction| Ricky UN1TY | "Hiduplah untuk seseorang yang saya cintai sebagai syarat." -- "Seharusnya gak pernah ada kita ... kalau ujung-ujungnya cuman banding-bandingin luka." -- "Bukan kewajiban semua orang untuk maklum sama lo cuma karena luka di hati lo!"...