BAB 20

28 15 0
                                    

Halooo

Happy reading ❤️

Selamat tanggal 9🐣

⚪ D i c k n o ⚪

Bugh!

Bugh!

Bugh!

Anton menjatuhkan tangan di sisi tubuh. Dia menarik napas panjang, mengembuskannya pelan. Menetralkan kembali sistem pernapasannya yang kacau karena terlalu banyak mengeluarkan tenaga dan gerakan.

Netranya bergerak, melirik jam dinding tak jauh darinya. Sudah hampir dua jam rupanya dia berlatih. Sekali lagi Anton menghela napas. Menggigit perekat sarung tinju untuk melepaskannya. Benda itu dia buang ke sebuah kotak di atas meja, lantas dia menghampiri mini bar. Mencari asupan cair untuk tubuhnya.

“Kak Anton!”

Hukuhuk!

Anton mendelik. Menatap frustrasi adiknya yang berani-beraninya datang kemari. Buru-buru dia melebarkan langkah, membawa adiknya jauh-jauh dari sana.

“Lo ngapain, sih? Sudah gue bilang jangan pernah ke sana! Bahaya!”

“Udah tahu bahaya kenapa masih ke sana?!” Selnan nyolot. Matanya ikut mendelik kesal, sama sekali tak takut dengan emosi hitam Anton yang hampir meledak.

Kakaknya itu mendesah, mengacak gemas kepala Selnan yang dilihat dari penampilannya baru saja pulang kerja.

“Berantakan, gila!”

Anton berdecih. “Di kantor doang kelihatan polos. Sama kakaknya sendiri brengsek begini.”

“Dih, kita tuh perlu jadi bunglon. Pintar beradaptasi!” Selnan berdalih, mencari pembelaan untuk dirinya sendiri. “Gue ketemu orang brengsek, ya gue balas brengsek!”

“Udah, udah. Udah? Oke?”

Selnan menarik napas, menelan kembali kata-kata yang tadinya sudah siap meluncur dari mulutnya. Dia menatap wajah pasrah Anton, kemudian terkekeh kecil.

“Gak ada yang lucu!”

“Tapi lo lucu.” Senyuman jahil Selnan semakin terukir sempurna. Dia mencolek bahu kakaknya. “Lucu gini, tapi sayang ....”

Sebelah alis Anton terangkat.

“Jomlo!”

“Dih! Ngaca lu!”

Tawa Selnan kembali pecah ketika Anton memeluknya. Pelukan penuh siksaan dari kakak kesayangannya. Buru-buru Selnan mengembalikan semua tenaganya, mendorong tubuh Anton menjauh. Iyuh, apa pria itu lupa jika dia baru selesai latihan?

“Keringat! Jorok!”

Anton mencibir, tidak peduli walau tubuhnya menjauh. Dia melirik Selnan yang bergidik ngeri. Memangnya separah itu?

“Ya udah. To the point. Ngapain lo ke sini?”

Tatapan Anton berubah jadi serius. Dia menatap adiknya penuh selidik. Memperhatikan dengan detail setiap gerakan yang Selnan buat.

Wanita itu mengeluarkan sebuah kartu nama dari tasnya, memberikannya pada Anton.

“Nih. Lo datengin dia, lo interview, lo cari posisi yang cocok sama lo. Kerja!”

Dahi Anton mengernyit. Matanya menatap bergantian antara kartu dan adiknya. Anton berdecih, menolak dengan menyebalkan.

“Anton Askandar Gerandian Pratama! Sepuluh juta itu banyak, ogeb!”

Dicky ZeknoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang