BAB 8

46 17 12
                                    

Happy reading all🤗

⚪ D i c k n o ⚪

“Apa aja yang penting ada sayurnya.”

Oke. Informasi itu dia dapatkan dari Qiuna, semoga sangat akurat. Jika Selnan pikir-pikir lagi, untuk seseorang seperti Dicky yang terlihat sehat bugar dengan tampilan atletis seperti itu tentu saja harus menjaga pola makannya dengan baik. Sangat benar jika dia harus makan dilengkapi dengan sayuran.

Tinggal menunggu Gisya menariknya ke ruangan Dicky untuk makan bersama. Pasti sangat menyenangkan. Selnan harus mengurangi sikap malu-malunya agar tak terkesan lebay di mata Dicky. Sikap manis Dicky, meskipun karena Gisya tetaplah sebuah peluang terbuka untuknya.

“Kak Asel!”

Selnan tersenyum lebar, dia meraih tempat bekalnya kemudian meraih tangan Gisya untuk mengajak gadis mungil itu ke ruangan Dicky. Hanya dengan suara Gisya saja, Selnan sudah bisa masuk tanpa izin sekalipun. Gisya begitu spesial bagi Dicky.

“Pak, menu hari ini saya yang pilihkan. Semoga Bapak suka.”

“Papa pasti suka!”

Dicky memangku wajahnya dengan satu tangan, memperhatikan gerak-gerik yang Selnan lakukan. Beberapa hari ini, Selnan memang membuktikan semua omongan Gisya. Hanya saja, masih ada keraguan dari dalam diri Dicky. Gisya dan dia tentu saja berbeda, tidak bisa dia samakan.

“Sini, Pak. Makan.”

Dicky segera beranjak, bergabung di sana. Dia tak langsung makan, lebih memilih memperhatikan cara Gisya makan. Yang ada di pikirannya kali ini entah kenapa menyita banyak waktu dan tenaga. Melihat Gisya, membuat Dicky ingin kembali ke masa lalu. Memperbaiki hal-hal yang harus diperbaiki agar meminimalisir kekecewaan yang menghantuinya sekarang. Naasnya sampai kapan pun itu hanya sebatas harapan.

“Pak?”

“Papa! Mau ayam?” panggil Gisya berujung dengan menyodorkan sepotong paha ayam pada Dicky. Wajah datarnya bertahan sebelum akhirnya runtuh juga. Dicky mendengkus samar, mengusap puncak kepala Gisya lembut.

“Makasih, Na.” Dia menoleh, menatap Selnan.

“Sama-sama, Pak.”

Dicky mulai makan. Qiuna memang tak salah dalam memberikan informasi. Tidak sia-sia gadis itu menjadi sekretaris Dicky jika seperti ini. Dia pantas ada di sisi Dicky sebagai sekretaris, untuk lebih ... bukankah tidak salah jika Selnan berharap dia yang ada di sana?

“Orang tua kamu gimana, Na?”

Selnan tertegun. Ditanyai mengenai orang tuanya, Selnan masih tak bisa bersikap sewajarnya. Luka itu masih ada dan tak akan pernah hilang sekeras apa pun Selnan mengobatinya. Lagi pula, untuk apa Dicky menanyakan orang tuanya?

“Orang tua saya sudah meninggal, Pak.”

“Dua-duanya?

“Iya. Mereka kecelakaan sampai akhirnya orang itu meminta bayaran lebih banyak dari yang seharusnya.”

“Orang itu?”

Selnan menghela napas, menatap jarinya yang saling meremas. “Yang meminjamkan uang ke orang tua saya.”

“Oh. Silakan makan lagi.”

Selnan tertegun. Sungguh tak menyangka respons Dicky hanya sebatas itu. Namun, memangnya apa lagi? Biarkan saja lah. Toh, Selnan hanya perlu terus menabung untuk membayarnya secepat mungkin.

“Kak Asel mau ayam?” tanya Gisya sambil meletakkan sepotong paha ayam di tempat makan Selnan. Dia tersenyum simpul, anak kecil memang lebih peka.

Dicky ZeknoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang