BAB 23

29 13 0
                                    

Pada nonton Masyun live wowtalks? Kalau nonton pasti pada happy, 'kan?

Semoga selalu happy dan sehat!

Happy reading 🤗

⚪ D i c k n o ⚪

Penawaran yang Dicky berikan tadi masih menghantui kepala Anton. Lebih tepatnya penghinaan yang dia dapatkan dari mulut pria brengsek itu. Anton masih tidak mengerti penawaran apa yang Dicky maksud, dengan begitu dia tak bisa mengambil keputusan untuk menerima atau menolaknya.

Satu yang dia sesali, kenapa dia tidak meminta Dicky langsung bicara ke intinya saja? Malah meninggalkan kesan misterius yang membuat Anton kesalnya setengah mati.

“Sialan.”

“Siapa sialan?”

Anton terperanjat, hampir jatuh dari kursinya kalau tidak ada dinding di belakang. Matanya melotot, menatap Selnan yang malah cekikikan tanpa rasa bersalah.

“Senang lo kakaknya kaget. Bukannya minta maaf.”

Tawa Selnan semakin kencang.

Anton berdecih. Membuang muka. Jika tidak begitu dia sudah melayangkan tangannya pada Selnan.

Wanita itu mengambil napas, berusaha menghentikan tawanya. Iya ... dia memang keterlaluan kalau terus-terusan menertawakan Anton.

Tangannya menarik kursi, duduk di hadapan pria kuat itu.

“Lo habis ketemu Pak Dicky?”

Sontak, Anton menoleh. Memberi tatapan yang Selnan artikan sebagai permintaan untuk menjelaskan dari mana dia mengetahui hal itu.

“Pak Dicky ngontak gue. Katanya ... kalau lo mau ke kantor minta gue antar ke ruangannya.”

“Itu aja?”

“Nah, justru itu yang mau gue tanyain ke lo, Kak.”

Anton membuang napas kesal.

“Kok, bisa sampai janjian ke kantor? Ketemu kapan? Ditawari kerjaan, gak? Wih, keren.”

“Kerjaan? Emang butuh direktur? Atau di mau pensiun?”

Wajah Selnan berubah masam. Dia merutuki Anton dengan segala sisi buruknya. Sialan. Di mana-mana bekerja ya dari bawah, mana ada langsung di puncak. Dia pikir dia Dicky?

“Lo sih cocoknya jadi satpam kata gue. Kalau ada maling tinggal lu gebukin.”

“Sialan.” Anton mengumpat. Menjitak dahi Selnan kasar, kemudian mengabaikan umpatan adiknya. Bahkan cubitan Selnan tidak terasa di lengannya.

Anton mulai kepikiran. Penawaran apa yang lebih menarik dibanding menggantikan Dicky mengisi jabatan CEO di sana? Jika tidak menarik, awas saja.

“Oke, besok lu antar gue ke ruangannya.”

Selnan memicingkan mata. Tidak yakin dengan keputusan Anton. Dia juga curiga, jangan-jangan Anton mencari masalah dengan Dicky.

“Lo gak ada masalah sama dia, ‘kan?”

“Gak adalah!" Anton berdecak. Begitu tidak percayanya Selnan padanya.

“Ya udah. Kita liat aja lo berubah pikiran apa enggak.”

“Trus.”

“Trus apa?”

“Gue harus pakai baju apa?”

Selnan menghela napas lelah. Kedua bola matanya memutar, lama-lama jengah juga dengan kelakuan Anton.

“Bebas pantas,” jawab Selnan tak acuh. Dia berdiri, meninggalkan Anton di dapur. “Nenek belum pulang dari rumah Nek Ati?”

Dicky ZeknoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang