BAB 21

39 14 1
                                    

Gilaaa visualizer-nya bikin saya gak bisa ber-word-word lagi:)

Karena saya gak ngerti dan gak mampu memikirkan teori apa itu:)

Ya sudah. Lupakan ovt, mari baca Dicky Zekno.

Selamat membaca❤️

⚪ D i c k n o ⚪


Tinnn! Bruak!

Qiuna tersentak, membuang jauh-jauh ingatannya tentang peristiwa tadi. Netranya bergetar, menatap pintu di hadapannya semakin gelisah. Semoga ... semoga Dicky baik-baik saja.

Hantamannya sangat keras. Qiuna khawatir Dicky mengalami dampak serius karena hal itu.

Bisa-bisanya ... mobil itu datang dari belakang dan menabrak badan mobil Dicky begitu saja.

Qiuna menghela napas berat. Menelan salivanya gusar. Kalau saja tadi Qiuna tidak turun dari mobil, dia pasti ikut merasakan hantaman mobil itu.

“Gimana, Dok?”

Alhamdulillah, tidak ada masalah serius. Pasien bisa langsung dibawa pulang.”

Qiuna meringis. Memaksa senyumannya mengembang lalu berterima kasih. Dia mematri langkah, masuk ke dalam ruangan untuk menjemput Dicky. Kali ini, dia yang akan mengantar pria itu pulang.

“Saya antar pulang ya, Pak?”

Tangan Dicky yang memegangi dahinya dia jauhkan. Pria itu mendongak, menghela napas sedikit lalu mulai berdiri. Ditabrak dari belakang, kemudian menabrak pohon besar di pinggir jalan. Untungnya tidak ada korban jiwa, karena Dicky sudah memperkirakan sebelumnya dia harus banting setir ke mana.

“Pak?”

“Huh?”

Kini netra Dicky sepenuhnya menyorot pada wajah khawatir Qiuna. Untunglah dia selamat tanpa luka sedikit pun. Jika tidak, Dicky akan menyalakan dirinya karena tidak bisa menjaga orang lain terlibat dalam masalahnya.

“Syukurlah.” Sudut bibir Dicky terangkat, semakin sempurna ketika Qiuna malah membentaknya.

“Syukurlah apanya!”

Dicky terkekeh geli. Dia turun dari ranjang rumah sakit, berdiri dengan tegak di hadapan Qiuna yang dengan refleks mengambil beberapa langkah mundur darinya.

“Kamu baik-baik aja.”

“Tapi, Bapak yang gak baik-baik aja!”

Dicky mengedikkan bahunya tak peduli. Dia mulai mengambil langkah meski tubuhnya terasa remuk. Hantaman itu tetap terasa di tubuhnya, bahkan semakin jelas ketika dia bersikeras terlihat baik-baik saja.

“Saya antar kamu pulang.”

“Pak!” Qiuna memanggil. Dia mendesah kesal, menyusul langkah Dicky yang mau bagaimana pun terlihat sedikit pincang. “Bapak habis kecelakaan!”

“Iya, terus?”

“Ya bersikap sewajarnya!”

Dicky ZeknoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang