BAB 14

38 16 10
                                    

Halo apa kabar?

Gak sabar banget fanmeeting! Deg deg ser gimana gitu awkwowk

Biar tenang dikit, mari kita update dulu.

Happy reading ❤️

⚪ D i c k n o ⚪

Dicky membuka pintu ruangannya tepat sebelum tangan mungil Gisya menggedor pintu. Gadis mungil itu nyengir, mengangkat kedua tangannya minta digendong. Dicky tersenyum kecil, mengusap kepala Gisya sebelum menggendong gadis kecil itu.

“Ada cerita apa hari ini?” tanya Dicky sembari menutup kembali pintu ruangannya.

“Buanyak!” Gisya tertawa lucu setelah melebarkan kedua tangannya. Nada bicaranya yang lucu dan wajahnya yang berseri-seri berhasil menarik ujung bibir Dicky lebih jauh.

“Coba cerita.”

Gisya mengangguk patuh. Dia melepas tas ransel yang masih dia gendong manis di pundak. Dengan tak sabaran membuka ristleting dan mengeluarkan sebuah buku.

“Bu guru suruh, Sya, tulis kejadian yang mau, Sya, tulis hari ini.” Lembar pertama Gisya buka. Dia menggeleng, bukan itu tugas yang akan dia ceritakan. Beberapa lembar kembali dia buka sampai apa yang dia cari akhirnya dia temukan.

“Satu. Gisya datang ke sekolah jam tujuh lewat lima puluh enam. Di antar Om Jas dan Mama.”

Tangan Dicky memangku kepalanya di sisi sofa, dia memperhatikan gerak-gerik Gisya. Memang ya anak kecil tidak bisa lepas dari kata menggemaskan.

“Dua. Sya menggambar Mama, Sya, Papa, Om Jas, sama Kak Asel!” Gisya kembali membuka tasnya, mengambil buku gambar dan memperlihatkannya pada Dicky.

“Bagus.”

“Makasih! Bu Guru juga bilang bagus. Sya senang, hehe.” Dia kembali fokus pada bukunya, membaca ulang kalimat yang dia tandai dengan angka tiga. Keningnya mengernyit lucu, tak lupa gumamannya ketika membaca semakin menggemaskan.

“Ketiga. Ika sama Alan rebutan mobil. Alan nangis karena dicubit sama Ika. Alan gak mau ngalah padahal sudah Sya bilang gantian.”

“Mereka selalu rebutan mobil, ya?”

“Iya! Alan selalu nangis karena Ika lebih galak dari Bu Guru!” Gisya tertawa setelah menggeram layaknya monster. Mengandaikan jemari mungilnya adalah cakar tajam para monster.

“Keempat ... Bu Guru ngajarin perkalian tiga. Tapi, Sya sudah hafal semua. Trus, Sya dikasih bintang di presensi. Sya senang!

“Kelima, Sya pulang dijemput Mama. Ketemu Papa!”

Dicky mengusap lembut kepala Gisya. Memperhatikan dia yang mulai menuliskan poin kelima. Untuk seusianya, Gisya sudah sangat lancar dalam membaca maupun menulis. Hanya saja, dia terbiasa bersikap seperti anak seusianya yang terkadang masih gagap. Mungkin dia pikir itu lucu dan wajar dilakukan.

“Pa, Kak Asel mana? Berhasil?”

Ricky menggeleng kecil. “Kita ganti target.”

“Ganti? Kenapa? Siapa?” tanya Gisya penuh tanda tanya. Pupil matanya membesar, begitu penasaran.

“Entahlah. Kita lihat saja nanti.”

“Kasih tahu Sya!”

“Iya, Sayang ....”

Gisya terdiam, tiba-tiba teringat sesuatu.

“Om Jas suka panggil Sya sayang. Berarti Om Jas beneran sayang sama Sya?”

Dicky ZeknoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang