BAB 12

38 16 7
                                    

Halo apa kabar bestie?

Semoga baik selalu❤️

Happy reading 🤗

⚪ D i c k n o ⚪

Kamarnya sunyi sejak timer musik yang dia jadikan pengantar tidur telah berakhir. Qiuna masih saja belum terlelap. Perasaannya masih bimbang sejak mengobrol banyak hal dengan Dicky. Sosoknya yang dewasa dan logis seketika menghipnotis pandangan Qiuna tentang Dicky. Semakin hari, Qiuna semakin menyadari sisi sempurna dari seorang Dicky.

Walau ada beberapa masukan yang dia terima, bukan berarti Qiuna berani melakukannya. Gengsinya yang merasa uang yang dia kumpulkan adalah hak miliknya secara keseluruhan tidak salah. Dia tidak punya kewajiban untuk membiayai pernikahan kakak laki-lakinya.

Qiuna menghela napas, mengambil ponselnya dan turun ke bawah. Tak jauh dari hotel ada pasar malam. Semoga saja dia bisa sedikit menenangkan kegelisahannya.

“Om, Sya mau balon!”

“Balon yang mana?”

“Yang ... itu warna pink.”

“Hello Kitty?”

“Namanya Hello Kitty?”

“Iya. Ayo kita beli.”

Qiuna menoleh masih sambil menggigit pentol bakar yang dia beli barusan. Suara Gisya yang tak asing di telinganya tentu menarik perhatian. Gadis kecil itu sedang bersama dengan seorang pria. Semakin Qiuna perhatikan, dua orang itu semakin mirip. Atau hanya perasaannya saja.

Sepertinya Qiuna perlu membuat laporan untuk Dicky. Dia akan mengambil potret diam-diam dan mengirimkannya pada Ricky. Siapa tahu saja, dengan ini Dicky bisa menjaga jarak dengan Gisya, sekaligus dengan Zarsha dan Selnan.

Foto ini akan dia perlihatkan pada Dicky ketika dia merasa waktunya sudah tepat.

“Kak Una!”

Deg.

Qiuna tersentak kaget. Hampir tersedak bakso yang belum dia kunyah dengan sempurna. Dia menghela napas, kemudian menoleh untuk memenuhi panggilan Gisya yang digendong pria tadi.

“Kak Una makan apa?” tanya Gisya.

“Ah, pentol bakar.”

“Sya mau, boleh?”

Jaska terkekeh geli. Dia mengangguk, mengajak Gisya memilih makanan apa yang dia mau. Dua orang itu meminta izin untuk duduk di sebelah Qiuna, Gisya sebagai pembatas di antara mereka.

Mata Qiuna tak berhenti memperhatikan Jaska. Bagaimana interaksi keduanya, sampai Jaska membalas tatapan penuh selidiknya dengan wajah datar.

“Teman sekantor Zarsha?”

Qiuna tersentak, malu sendiri karena dipergoki begitu. Dia mengangguk kaku, kembali memenuhi mulutnya dengan bakso bakar agar pria itu tak memaksanya menjawab dengan cepat.

“Kak Una cantik, ‘kan, Om?”

Om? Qiuna menoleh, kembali melihat Jaska yang tersenyum pada Gisya. Lihatlah seberapa jauh ekspresi Jaska pada Gisya dan padanya. Menyebalkan. Persetan dari itu, mereka berdua begitu mirip, tapi ternyata hanya sebatas om dan keponakan. Tidak aneh, sih. Anggap saja ayah Gisya juga seperti ini perawakannya. Selera Zarsha boleh juga.

“Kak Una!”

“Iya?”

“Ini, Om Jaska! Ganteng, ‘kan? Kak Una suka Om Jas?”

Dicky ZeknoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang