XXXIII

123 34 12
                                    

Altha muncul ke depan dari dalam kerumunan pemberontak. Dia menatap Charlotte dengan tajam namun tampaknya tidak berhasil membuat Charlotte dalam keadaan takut. Malah sebaliknya, Charlotte merasa begitu tertantang dengan kehadiran Altha.

"Jika membunuhku berhasil membangkitkan Mariana dalam kuburnya. Maka, lakukanlah segera," ucap Charlotte.

Ronald terdiam mendengar jawaban itu. Tampaknya, biarawati tersebut bukanlah biarawati biasa. Dia sama sekali tidak terlihat begitu takut jika mereka bisa saja menghilangkan nyawanya secara tiba-tiba.

"Kita bakar saja mereka!" teriak seorang pria memecahkan keheningan.

Ucapan tersebut membuat keadaan kembali ramai. Banyak dari mereka yang menginginkan para petinggi biara itu mati dihadapan mereka. Namun tidak sedikit diantaranya juga berharap bisa mengetahui kejadian yang sebenarnya.

Ronald menoleh ke belakang. Terdapat empat buah ekor kuda gagah berwarna hitam dengan masing-masing memiliki 4 tali kuat yang terikat di kalung kuda tersebut. Hewan itu yang rencananya nanti akan menjadi hukuman bagi mereka dengan cara kedua tangan dan kaki mereka diikat lalu keempat kuda tersebut berlari ke arah masing-masing hingga tubuh mereka terbagi menjadi 4 bagian.

"Jika kau tetap tidak ingin mengatakannya, kau akan mati bersama bersama mereka," ancam Ronald.

"Silakan saja. Dua orang itu sama sekali tidak berguna untukku," seru Charlotte.

"Suster Charlotte?" ucap pendeta Mason dengan terkejut.

Charlotte hanya menoleh tanpa memberikan sepatah kata. Sementara Margareth sendiri tetap terdiam dengan perasaan yang takut. Dia terus berharap agar dirinya bisa selamat dari ancaman para pemberontak yang ada. Disisi lain, dia merasa menyesal karena harus mengatakan kepada Charlotte akan adanya aksi pemberontakan di kota mereka.

🔱🔱🔱

Sementara di kediaman rumah Emma, Fredella tampak benar-benar tidak bisa berpikir tenang. Firasatnya begitu khawatir dengan keadaan di sekitar Grand Island Nebraska. Wanita itu tampak terus berjalan mondar-mandir di ruang tamu sembari menunggu kepulangan suaminya.

Emma sendiri yang tidak sengaja terbangun dari tidurnya, melihat wanita itu sedang berdiri menghadap jendela rumah sesaat waktu menunjukkan pukul 2 pagi. Emma segera berjalan menghampiri Fredella yang membuat dirinya terkejut melihat kedatangan wanita paruh baya itu.

"Kenapa kau tidak kunjung beristirahat?" tanya Emma.

"Perasaanku masih tidak bisa tenang, bi. Ingin sekali aku datang melihat suasana di sana," ujar Fredella cemas.

"Jangan gegabah, Fredella. Aku yakin Ronald tidak akan bersikap berlebihan mengenai hal itu," tutur Emma menenangkan.

Fredella menatap kedua mata lawan bicaranya lalu duduk di atas sofa. Melihat reaksi tersebut membuat Emma terdiam dan secara spontan dirinya juga ikut duduk di samping wanita itu.

"Apa yang sedang kau khawatirkan?" tanya Emma.

"Aku tidak tau bagaimana harus mengatakannya, bi," jawab Fredella.

"Mengenai apa?"

"Mariana. Biarawati itu."

"Apakah keluargamu terlibat dengan hal ini?" sangkalnya.

"Aku tidak yakin karena saat itu aku belum lahir. Akan tetapi, ayahku yang menyaksikannya," ujar Fredella.

"Ceritakan padaku," pinta Emma penasaran.

Fredella menatap wanita itu dengan cemas. Satu buah tarikan napas terlihat dari dirinya. Kemudian, dia mulai menceritakan kejadian yang memang telah dia dengar secara turun-temurun.

[Completed] TSS [5]: M A R Y's RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang