CHAPTER 18

943 160 7
                                    

Minggu pagi di rumah Ciputat tidak sepi seperti biasanya, Gading yang sedang membuat roti bakar di dapur cukup terkejut karena sayup-sayup ia mendengar suara seorang wanita yang sangat ia kenal. Suara Jingga.

Gading mengintip dari dapur ke arah ruang keluarga, dan benar saja ada sosok Jingga di rumahnya, ia hampir tidak percaya dengan apa yang ia lihat namun itu memang benar Jingga mantan istrinya. Jantungnya berdegup kencang, ia berlari ke arah kulkas untuk melihat pantulan dirinya sendiri walaupun tidak begitu jelas yang penting ia harus memastikan kalau ia tidak terlihat menyedihkan. Gading mengambil sedikit air keran dan membasahi rambutnya agar bisa ditata ke belakang, lalu Gading mengambil sedikit air lagi untuk ia usapkan ke wajahnya agar terlihat lebih segar.

Duh muka gue muka bantal banget lagi.

Gading mencoba sekuat tenaga untuk mengatur nafasnya terlebih dahulu sebelum memunculkan dirinya di hadapan Jingga. Setelah ia merasa nafasnya sudah mulai teratur, Gading pun menghitung satu, dua, tiga untuk melangkahkan kakinya ke arah ruang keluarga.

"Tiktok mah, bukan Toktok" Ujar Gading yang tiba-tiba muncul dari arah dapur sambil membawa roti bakar yang habis ia buat. Gading tidak berani menatap wajah Jingga pagi itu, matanya hanya fokus pada roti bakar yang ia bikin dan menyibukkan dirinya dengan menata meja makan, walaupun sesekali ia mencuri pandangan ke arah wanita mungil yang memakai baju pink dengan kerah sabrina dihadapannya.

Cantik, banget...

Selama Jingga dirumahnya, Gading tidak mengganggu kegiatan Jingga dengan Mamanya, ia memilih untuk berdiam di kamarnya atau sesekali keluar untuk mengambil sesuatu walaupun niatnya ingin melihat Jingga. Hingga akhirnya Mama nya harus pergi arisan tiba-tiba dan meninggalkan Jingga dan dirinya berdua di rumahnya. Baru saja Gading ingin mencoba memulai obrolan dengan Jingga, dilihatnya wanita tersebut langsung mengambil tas dan sepatunya untuk pulang dari rumahnya, Gading terus memperhatikan Jingga yang saat ini sedang memakai sepatunya sambil duduk di bangku teras depan rumahnya.

"Lo kalau pakai baju kerahnya jangan yang gitu dong" Ujar Gading reflek setelah tidak sengaja melihat kerah baju Jingga ketika ia sedang menunduk sambil mengikat sepatunya.

"Yaudah sih, baju juga baju gue" Jawab Jingga ketus.

Gue nggak mau ada cowok lain yang liat, Jingga.

"Ya tapi gue nggak suka" Ujar Gading tidak kalah ketus.

"Kenapa jadi marah sih?" Tanya Jingga.

"Ding, lo itu manusia paling susah gue mengerti yang pernah gue temuin" Ujar Jingga yang kini sudah berdiri didepan Gading.

Gading menatap manik Jingga tajam, ia tidak begitu mendengar apa yang sedang wanita ini katakan setelah Jingga berdiri dengan jarak terlalu dekat dengannya, yang Gading tahu kalau ia sangat merindukan Jingga, suara Jingga, wanginya Jingga, rambut lurusnya Jingga, kulit putihnya Jingga, pipi chubby nya Jingga, bibir merahnya Jingga.. Dia merindukan semuanya. Gading pun tidak kuat lagi menahan rasa rindunya, ia menarik tubuh Jingga untuk mendekat dengan dirinya, lalu mencium bibir Jingga lembut.

Tidak lama kemudian tubuhnya didorong oleh Jingga, wajah Jingga penuh marah menatapnya dengan tatapan kecewa.

----------

Jingga meninggalkan rumah Gading dengan perasaan yang campur aduk, ia semakin tidak mengerti dengan sikap Gading padanya, namun kali ini yang Gading lakukan sungguh sudah diluar batas. Bagaimana bisa ketika ia sedang memiliki hubungan dengan Tiara namun ia mencium Jingga? Mau bagaimanapun Jingga tidak pernah bisa mentolerir pria manapun yang tidak bisa setia dengan satu pasangan.

AMBER PATIO - COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang