Sejak kejadian bertemu dengan Tezar, Jingga masih belum bicara dengan Gading, kecuali di depan mertuanya. Hari Sabtu pagi ini pun Jingga memutuskan untuk pagi-pagi pergi ke rumah Ayahnya karena sudah 2 minggu lebih dia tidak berkunjung kesana karena sibuk dengan bakery shop nya. Tadi pagi Jingga hanya berpamitan dengan Mama mertuanya tanpa berpamitan dengan Gading karena masih tidur. Alasan Jingga adalah karena tidak mau mengganggu tidur sang suami, kasian katanya. Tentu saja itu hanya bohong belaka.
"Assalamualaikum" Sapa Jingga ketika memasuki rumahnya, pintu depan tidak terkunci sehingga Jingga bisa masuk dan begitu terkejut Jingga melihat rumahnya begitu berantakan, banyak cucian piring yang menumpuk, roti tawar yang sudah berjamur tidak dibuang, lantai yang terlihat sudah lama tidak di pel, dan banyaknya buku-buku yang berantakan di meja ruang keluarga.
"Mbak Jingga, kok nggak bilang mau kesini Mbak?" Tanya Banar.
"Ini kan rumah Mbak juga, kenapa Mbak harus bilang.. Le, kenapa rumahnya berantakan gini sih Le?" Tanya Jingga sambil mulai merapih-rapihkan barang-barang yang berserakan di rumah.
"Hehehe, iya Mbak gara-gara kebiasa dulu ada Mbak yang beres-beres rumah jadi aku sama Ayah belum kebiasa nih" Jawab Banar.
"Nggak bisa gitu dong Le, Ayah kan lagi sakit rumah harus selalu bersih, makanan juga harus bersih, itu kenapa makanan jamuran di meja makan nggak dibuang? Trus itu kenapa katering makan nya Ayah masih sisa banyak? Sisa tadi malem ya? Berarti Ayah makannya sedikit aja?" Celoteh Jingga yang masih sibuk merapikan rumah.
"Iya, Ayah nggak selera sama makanan katering katanya Mbak, kangen masakan Mbak" Jawab Banar.
"Kenapa kamu nggak bilang Mbak sih Le? Tau gitu kan Mbak kesini dari kemarin-kemarin Mbak masakin, kamu juga kenapa kurus banget sih sekarang? Makan mie instan terus ya kamu? Le.. kenapa jadi gini sih?" Jingga semakin marah dan Banar hanya bisa menunduk kalau kakaknya sudah pasang tanduk seperti sekarang.
Sungguh Jingga sedih melihat keadaan rumah, Ayah dan adiknya yang seperti tidak terawat semenjak kepindahannya dia.
"Pagi-pagi udah ribut ada apa?" Ujar sang Ayah yang terbangun karena mendengar suara celotehan Jingga. Melihat sang Ayah yang juga semakin kurus dan rambut yang sudah botak membuat Jingga tidak kuasa menahan tangisnya.
"Mbak, kamu kok kesini nggak bilang-bilang to? Ini kenapa Mbak mu nangis Le?" Tanya sang Ayah yang tidak kalah ikut panik.
Setelahnya Banar menceritakan pada sang Ayah tentang kenapa Jingga menangis pagi ini.
"Mbak, jangan nyalahin diri kamu sendiri, Ayah sama Tole lagi beradaptasi aja hidup tanpa Mbak, dan itu emang seharusnya kita lakuin dari dulu jadi kita nggak bergantung sama Mbak terus.." Ujar sang Ayah sambil memeluk Jingga.
"Tapi harusnya nggak kayak gini Yah, Mbak pikir kalau Mbak nikah semuanya akan baik-baik aja, Ayah akan bahagia semuanya bahagia.." Jawab Jingga.
"Bahagianya Ayah tuh kalau liat Mbak dan Tole bahagia, itu aja cukup" Jawab sang Ayah.
"Yaudah mulai sekarang, Mbak akan rajin kesini, Mbak bakal belajar masak makanan sehat biar Ayah mau banyak makan" Jawab Jingga.
"Iya Mbak Iya.." Jawab sang Ayah.
"Sekali lagi Mbak minta maaf sama Ayah, Mbak nggak bisa ngerawat Ayah dan Banar dengan baik" Ujar Jingga masih sambil menangis.
"Udah Mbak jangan minta maaf terus, kamu nggak salah apa-apa. Trus ini kenapa kamu sendirian kesini? Mas Gading mana?" Tanya Ayah.
"Gading kecapekan Yah dia kemarin pulang malam karena ada acara di cafe nya" Jawab Jingga.
"Assalamualaikum" Tiba-tiba terdengar suara pria yang Jingga kenal berada di depan pintu masuk rumah mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMBER PATIO - COMPLETED
Fiksi PenggemarJingga si baker yang idealis, independent, punya bakery shop sendiri tapi masih single di usia 30 tahun. Gading si penganut tidak percaya sama pernikahan, pemilik coffee shop hits di Jakarta Selatan. Tiba-tiba keduanya di pertemukan di sebuah perjod...