Manisnya Kehujanan pada Malam Minggu

248 17 0
                                    

Hari yang telah lalu akan menjadi kenangan

Yang suatu saat pasti akan dirindukan

***

Pada malam yang berikutnya, yang kebetulan bertepatan dengan malam minggu. Aina sangat antusias saat Azlan mengajaknya keluar. Meski selera suaminya tak seperti anak milenial lainnya yang sedang booming saat ini, entah itu nongkrong di Cafe atau tempat yang instagramable lainnya. Suaminya itu malah memilih sebuah taman yang tak begitu ramai, tetapi bisa lah buat tempat refreshing untuk sejenak melupakan kebingungannya dalam memilih langkah selanjutnya. Sungguh hal itu memang menguras tenaganya akhir-akhir ini.

“Kamu mau makan apa?”

Aina sedikit terkejut saat suaminya bertanya, sebab dia tidak mendapati restoran ataupun Cafe di sekitarnya, yang bisa dijadikan tempat makan. Namun, yang semakin membuatnya terkejut malah ajakan Azlan—suaminya.

“Kita makan di situ yuk!” Tunjuk Azlan ke penjual nasi goreng di pinggir trotoar, yang tak jauh dari tempatnya berdiri sekarang.

“Yakin?” tanyanya membuat Azlan berhenti berjalan.

“Emang kenapa? Kamu risih makan di sana?”

“Bukan gitu sih, Mas. Nggak nyangka aja, Mas kan Bos. Punya usaha di bidang desainer interior, yang jelas banyak uangnya, kan? Terus kok malah ngajak makan di tempat kayak itu,sih. Biasanya kan, ke restoran mewah atau ke tempat-tempat yang lebih mahal, terus estetik gitu.” 

Azlan hanya tersenyum mendengarnya yang berbicara tanpa jeda.

"Mas, kan berangkat dari rumah udah cakep, nih. Terus akunya juga udah dandan cantik kayak gini. Nggak mungkin kan, kita makan di sana."

“Ay."

Azlan berhenti melangkah, membuat Aina ikut berhenti.

"Coba kamu lihat! Di sana itu, ada nggak tulisan orang kaya dilarang makan di sana? Atau, orang cantik sama ganteng, dilarang masuk. Nggak ada, kan? Jadi bebas dong, siapa saja yang mau makan.”

Aina mencebik sambil memukul lengan suaminya. Dia kira suaminya akan memberinya jawaban dengan kata-kata yang bijak, yang bisa membuatnya kagum. Ini malah jawaban yang terdengar sangat konyol dan siapa pun pasti akan membenarkan ucapannya.

Kenapa sesulit ini mencari nilai plus dari suaminya, yang inginnya bisa dia jadikan alasan, kenapa mengharuskannya bertahan dengan pria di sampingnya ini.

Sampai acara makan selesai, suaminya masih saja dalam mode tenang, tak merasa memiliki utang penjelasan kepadanya. Dan, kini mereka kembali menyusuri trotoar di pinggir jalan.

Satu hal lagi yang Aina rasakan dengan status barunya, cara Azlan memperlakukannya yang sangat berbeda dengan Rendy-mantanya. Jika dulu saat keluar bersama Rendy, Rendy selalu menjemputnya dengan mobil atau motor gede milikknya. Tidak seperti Azlan yang mengajaknya berjalan kaki dari rumah. Beruntung jarak taman dengan rumah Azlan tak terlalu jauh.

Padahal kalau dipikir-pikir suaminya termasuk pria yang sudah mapan.

Kadang dia sampai berpikir, apa mungkin suaminya termasuk pria yang tidak mau mengeluarkan modal saat jalan dengan pasangan? Maybe. Mungkin itu bisa jadi faktor suaminya yang melajang hingga umur tiga puluh satu. Karena tidak ada yang mau sama manusia yang pelit.

Mangkanya mertuanya terpaksa menjodohkan dengan dirinya, mengingat anaknya yang belum laku-laku.

“Ay.”

“Hm.”

“Senyum bapak tadi gimana menurutmu?”

“Bapak yang jual nasi goreng?” tanyanya meyakinkan.

Azlan mengangguk.

“Biasa aja tuh. Emang kenapa sih, nggak penting juga kan?”

“Dasar!” Azlan tertawa sambil mengeratkan rangkulannya. “Dia tadi tersenyum bahagia banget, saat ada yang beli makanannya. Kamu tahu tidak?”

“Tidak,” jawab Aina menyela perkataan Azlan yang belum selesai.

“Belum selesai, Ay.” Aina meringis, mendongak menatap wajah Azlan. “Dengan kita beli makanan bapak tadi, sama saja kita sudah membantu dia, Ay. Kita yang memiliki uang lebih sudah sepatutnya membantu orang yang membutuhkan, seperti bapak tadi yang memang membutuhkan pembeli. Bapak tadi sampai ngucapin terima kasih berkali-kali loh, karena kita udah beli makanannya.”

“Ya gimana dia nggak mau bilang makasih, orang kembaliannya aja nggak diambil sama Mas.”

Kali ini Azlan tertawa membenarkan ucapan Aina.

“Tapi aku salut loh, sama dia. Di usianya yang sudah seharusnya beristirahat di rumah, menikmati hasil kerja keras anaknya, sebagai balas budi kepadanya yang sudah membesarkan dulu. Tapi dia lebih memilih mandiri dan tidak membebani anak-anaknya. Satu hal lagi, meski dia sendiri dalam keadaan kekurangan dia lebih memilih berusaha dari pada meminta-minta.”

Manis sekali. 

Aina sampai tak sadar jika dia tersenyum sepanjang perjalanan. Ini merupakan pengalaman pertamanya, makan di tempat yang sangat-sangat sederhana. Tempat yang tak pernah dia kunjungi sebelumnya, bahkan tak akan dia lirik jika melintas di depannya.

Kesan pertama kali ini meninggalkan kesan yang manis, arti dari solidaritas. Membantu dengan cara menghargai usaha orang lain.

"Aku suka."

"Hm?"

Sengaja Aina mengucapkan kalimat ambigu yang membuat Azlan menerka ke mana-mana.

***

Padahal sebelumnya langit masih terlihat cerah, tetapi tiba-tiba hujan turun cukup deras. Membuat Aina dan Azlan harus berlari mencari tempat berteduh. Di bawah jaket milik Azlan, mereka tertawa menikmati rintikkan hujan yang terus menghunjami tubuh mereka.

Nasib beruntung, ada sebuah cafe di pinggir jalan yang masih buka. Mereka memilih berteduh di sana sambil menunggu hujan reda.

Lonceng di atas pintu langsung berbunyi saat Azlan membukanya.

“Aduh, baju kamu basah,” ucap Azlan membantu mengibaskan pelan rambut dan pundak Aina yang sudah basah.

“Mas juga kebasahan, malah lebih banyak dariku,” elak Aina.

Keduanya langsung mengambil tempat duduk yang paling ujung di dekat jendela kaca yang besar. Menghangatkan tubuh dengan secangkir coklat panas.

Awalnya Aina merasa kesal, karena gara-gara Azlan yang dengan gaya kunonya mengajak keluar menikmati malam minggu. Dengan berjalan kaki pula, padahal di rumah ada motor dan mobil. Entah apa yang menjadi alasan suaminya yang bersikeras saat berdebat dengannya sebelum berangkat.

Namun, dia sudah menemukan jawabannya, dia lebih menikmati suasana malam ini. Dengan kesederhanaan yang membuat suasana lebih hangat dan meninggkalkan kesan yang mendalam.

Bersambung ...


Jangan lupa tinggalkan jejak dan kesan!

Terima kasih

Ig: @efa_fujianty

Insecure TerinfrastrukturTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang