Suasana di dalam ruangan meeting begitu menegangkan bagi puluhan karyawan yang tengah duduk sejajar dan saling berhadapan, hanya meja panjang yang menjadi perantara di antara mereka semua.
Nampak dari mereka terlihat was-was usai menyampaikan hasil pekerjaannya pada atasannya yang kini terlihat serius mengamati seorang pria yang tengah berdiri seraya memaparkan sebuah data pada sebuah layar yang begitu lebar tepat di hadapannya.
“duh, kasian banget si Reza. Pasti dia gugup banget diperhatikan oleh bu Nisa. Lihat tuh, serius banget lagi muka bu Nisa.” Bisik Tania seraya menoleh kea rah Fani.
“yah, lo tahu sendiri kan gimana ganasnya atasan kita. Salah sedikit bakalan berabe urusannya.” Widia menimpali.
“hustt.. kalian enggak usah ribut deh. Kalau ketahuan bu Nisa kan bisa gawat.” Bisik Fani mengingatkan.
Terlebih lagi saat melihat Nisa menoleh ke arahnya, entah dia mendengar obrolan karyawannya atau hanya sekedar menoleh. Saat itu juga, ketiga karyawan yang tengah ngerumpi terdiam seketika.
Ditengah keseriusan Nisa dalam membahas tentang perencanaan pembangunan hotel baru, ucapannya terhenti terintrupsi oleh langkah kaki yang disaat bersamaan Kevin muncul dan diikuti oleh tiga pria di belakangnya.
“maaf bu Nisa, saya sudah melarang. Tapi mereka memaksa untuk masuk ke dalam.” Jawab Kevin seolah menjawab pertanyaan Nisa meski hanya dengan tatapan tajam yang ditujukan padanya.
“maaf bu Nisa, kami bertiga terlambat.” Ujar salah seorang pria seraya menatap kedua temannya yang tengah tertunduk.
“sudah aku jelaskan sebelumnya kan, aku enggak nerima alasan keterlambatan dalam bentuk apapun. Kecuali jika itu benar-benar urgent. Tapi meski begitu, harus ada prosedur yang harus kalian ikuti. Jika memang urgent, kalian harus mengabari kantor jika memang kalian tidak dapat datang tepat waktu, tapi ini apa! Jadi aku anggap kalian enggak serius untuk bekerja disini. Kalian datang seenaknya dan menghambat meeting, buang-buang waktuku saja!” Nisa menoleh ke arah Kevin yang tengah menatapnya lekat-lekat.
Dia sadar betul jika Nisa telah berubah drastis, wataknya yang lemah lembut kini berubah menjadi seorang yang begitu kejam dengan sorot mata seolah ingin memangsa siapa saja yang berada dihadapannya.
“Kevin, segera kosongkan ruang kerja mereka. Ini adalah hari terakhir mereka menginjakkan kaki di perusahaan ini.” Ucapan tegas Nisa membuat karyawan yang tengah duduk di dalam ruangan meeting bergidik ngeri.
Mendengar perintah atasannya, Kevin segera pergi meninggalkan ruang meeting diikuti oleh ketiga karyawan dengan perasaan lesu.
Sementara itu Nisa kembali melanjutkan meetingnya yang sempat tertunda dengan kehadiran sekretarisnya
.
Namun, baru beberapa saat melanjutkan meeting dengan para karyawannya, Kevin kembali muncul dari balik pintu. Dia segera menghampiri Nisa yang tengah duduk di atas kursi kebesarannya.“maaf bu Nisa, Arka sedang menunggu di ruangan ibu.” Bisiknya yang hanya dibalas dengan tatapan heran oleh atasannya.
“Vin, aku kan sedang meeting. Jadi kalau enggak penting, kamu aja yah yang urus dulu.” Ujar Nisa yang hanya diangguki oleh Kevin, sebelum akhirnya kembali keluar dan menghilang di balik pintu.
Sejenak kemudian, pintu kembali terbuka menampilkan sosok Kevin masuk ke dalam ruangan.
“Vin, apa lagi? kan aku sudah bilang, tolong kamu tangani dulu selama aku masih di ruangan ini.”
“maaf bu Nisa.” Kevin menghentikan ucapannya seraya menatap satu per satu orang-orang yang kini tengah menatapnya dengan kebingungan. “mas Debran menunggu bu Nisa di lobbi kantor.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Serpihan Cinta Dalam Harapan
ChickLitDunianya runtuh, Tubuhnya rapuh, Pikirannya kacau, Hatinya pedih, Dia pun goyah. Itulah yang terjadi pada An-Nisa putri Brawijaya, seorang putri konglomerat sekaligus pewaris Brawijaya Group, hingga menyebabkan dirinya harus duduk di kursi roda sela...