Ananda Arka Kusumaningrat

184 10 0
                                    

Tatkala mentari bangun dari peraduannya, lalu lalang kendaraan mulai memenuhi jalan raya mengantar sang empunya ke tujuan masing-masing.

Suasana hari ini begitu sejuk dengan tetesan-tetesan embun yang masih saling bergelantungan di ujung dedaunan bersiap-siap untuk menetes dan memberikan kehidupan di bawah sana.

Cahaya mentari pagi yang bersinar begitu terang menerobos masuk kedalam ruangan melalui dinding-dinding kaca bening dan menerpa wajah seorang wanita yang masih bergelut dalam selimut yang telah memberinya kehangatan dari dinginnya hawa malam.

Perlahan-lahan Nisa membuka matanya, dia melirik ke arah jam dinding yang tergantung di dinding.

“06.00 a.m.”

Saat Nisa menyibakkan selimut dan hendak bangun, dia begitu terkejut saat mengetahui jika bukan hanya dirinya yang berada di ruangan saat ini.

Nampak seorang pria yang tengah tertidur dengan posisi duduk tepat di sisi kiri Nisa, dia tertidur begitu pulas seraya menggenggam sebelah tangan Nisa dengan begitu eratnya seolah-olah takut akan kehilangan wanita yang tengah berada di sampingnya.

Sejenak Nisa hanya memandang wajah pria yan tengah tertidur pulas di sampingnya, gurat-gurat lelah terlihat jelas di wajahnya.

“kenapa kamu lakukan ini padaku?” gumam Nisa seraya menatap lekat-lekat wajah sang pria yang tak menyadari jika Nisa sudah bangun.

“jujur saja, aku cukup bahagia saat kita bertemu. Namun aku jadi kecewa saat aku mengetahui jika ternyata pertemuan kita selama ini tak lebih dari campur tangan papaku. Aku kecewa padamu, Ananda Arka Kusumaningrat.”

Saat melihat Arka yang mulai terlihat bangun dari tidurnya, secepat kilat Nisa langsung menutup mataya dan berpura-pura tertidur.

Saat melihat Nisa yang masih menutup matanya, Arka memperbaiki duduknya yang terasa sakit pada bokongnya karena tertidur dengan posisi tertidur.

Arka mengusap pipi Nisa yang masih terlihat memar kebiru-biruan pada ujung bibir Nisa.

“sampai kapan Nis, mau sampai kapan aku harus menunggumu lagi.” Bisiknya seraya menatap dengan sangat intens wajah sendu Nisa.

Mata Arka secara perlahan tertuju pada kaki Nisa yang tak tertutupi selimut, kaki mulus Nisa tertutupi dengan perban yang diyakini oleh Arka bahwa Debran yang telah melakukan semua ini.

Hal ini tak dapat dipungkirinya saat melihat Debran dengan telaten mengobati luka Nisa, hal inilah yang membuat hatinya memanas saat melihat orang begitu dicintainya dekat dengan seorang pria.

Namun saat menjelang subuh, Debran pamit ke Revan dan Arka karena dia harus balik ke Bogor karena dia akan melakukan operasi besar keesokan harinya.

Tentunya tanpa sepengetahuan Nisa karena dia tengah tertidur pulas sejak beberapa jam yang lalu.

Kecemasan Arka semakin tertambah saat mengetahui jika Debran jauh-jauh datang dari Bogor ke Jakarta saat mendengar suara Nisa ditelefon yang begitu membutuhkannya.

Sementara dia justru tak dapat berada disamping sang wanita yang begitu dicintainya disaat-saat dia membutuhkan seseorang untuk bersandar karena Arka tahu jelas bahwa Nisa pasti sangat-sangat membencinya karena telah menyetujui perjodohan dirinya dengan Nisa.

“aku akan tetap menunggumu Nis, sampai kamu benar-benar siap untuk menerimaku mengisi hatimu dan mengganti seseorang yang selama ini telah bersemayam dihatimu meski itu sangat menyedihkan bagimu. Tapi kamu tetap masih mempertahankan dia dihatimu, dia yang telah menghancurkanmu, dan dia adalah mantan tunanganmu, Anankara Arkana Malik Irham.” Ujar Arka seraya mengecup puncak kepala Nisa sebelum akhirnya bergegas pergi meninggalkan Nisa seorang diri.

Serpihan Cinta Dalam HarapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang