#1

262 8 0
                                    

Seperti sebelum-sebelumnya, ruangan dibiarkan dalam keadaan gelap tanpa penerangan sedikit pun.

Hanya pantulan-pantulan cahaya dari gedung-gedung diseberang yang menerobos masuk melalui jendela kaca besar dengan gorden yang seengah terbuka.

Nisa segera meraih laptop yang berada di atas nakas tepat di seberang tempat tidur yang berukuran king size kemudian duduk di lantai keramik dengan merapatkan kedua lututnya seraya bersandar di jendela kaca, rutinitas yang selalu dia lakukan hampir setiap malam jika berada di ruangan ini.

Bahkan dia selalu tertidur dengan posisi seperti ini sepanjang malam. Biasanya Revan selalu mengangkatnya ke atas tempat tidur jika menyadari Nisa sudah terlelap dalam tidurnya, namun kini Alan yang melakukan semua tugas-tugas yang biasa dilakukan oleh Revan.

Setelah menghidupkan laptop di depannya, Nisa merogoh saku jas hitam yang digunakannya.

Sebuah flashdish yang ditemukannya di ruangan saat dirumah sakit dikeluarkannya dari sakunya.

Nisa seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya di layar laptopnya, dia terus menatapnya dengan rasa sesak yang kembali menghantam dadanya.

Rupanya rasa penasarannya pada sebuah flasdish yang ditemukannya membawanya kembali terngiang-ngiang dengan masa lalu, terlebih layar laptop yang berada di hadapannya menggambarkan dengan jelas sosok pria yang begitu dikenalnya, sosok pria yang tengah mengenakan pakaian khas rumah sakit dengan beberapa peralatan medis yang masih melekat di tubuhnya. Pria itu tengah duduk di atas sebuah kursi dengan backround brankar dan beberapa peralatan rumah sakit itu tengah tersenyum lebar seraya melambaikan tangannya.

“hai, Nis. Aku harap setelah melihat video ini kita masih dapat bertemu. Entah mengapa aku sangat merindukanmu Nis, seolah-olah aku tak dapat melihatmu kembali.” Air mata telah memenuhi pelupuk mata Nisa saat melihat sorot wajah kesedihan di mata pria yang berada di layar laptop yang tengah ditatapnya saat ini, Nisa berusaha menutup mulutnya dengan kedua tangannya agar tangisannya tak terdengar keluar, karena dia tahu jika Alan dan beberapa pengawal tengah berjaga di ruang kerjanya saat ini.

“Jangan terlalu memaksakan diri untuk bekerja, ingat tubuhmu juga perlu istirahat. Aku tahu jika selama ini kamu gila-gilaan bekerja untuk melupakan rasa sakit dan kesepian di hatimu. Percayalah Nis, tuan Brawijaya menginginkan yang terbaik untukmu. Jangan terlalu membencinya dengan segala tindakan yang dilakukan untukmu. Begitu banyak tindakan tuan Brawijaya dan keluargamu yang tidak kamu ketahui.”

“Asalkan kamu tahu Nis, selama kamu berada di Bogor tiga tahun silam, Brawijaya memerintahkan seluruh Alpha team untuk selalu menjagamu dari kejauhan. Bahkan tuan Brawijaya sendiri menyempatkan waktunya setiap minggu untuk mengunjungimu, tapi beliau tidak sanggup untuk melihatmu secara langsung karena rasa bersalahnya padamu sehingga dia hanya selalu menatapmu dari kejauhan.”

“Adapun masalah perjodohanmu dengan Arka, sebenarnya pada awalnya itu adalah kemauan Arka yang meminta langsung pada papamu untuk menjodohkanmu dengannya, ini tidak ada sangkut pautnya dengan pernikahan bisnis yang tuan Brawijaya lakukan seperti dalam pikiranmu. Ini semua Arka lakukan karena rasa sayangnya padamu. Percayalah padaku Nis, Arka begitu tulus mencintaimu, aku melihat ketulusan dan keseriusannya padamu. Kamu masih ingat kan ketika kamu balik ke Swiss karena kekecewaanmu saat mengetahui mas Irham dijodohkan dengan Bella? Arka jauh-jauh menyusulmu ke sana karena dia takut akan terjadi sesuatu padamu, tapi dia belum berani untuk menghadapmu secara langsung karena dia tak ingin kamu kecewa dan benci padanya seperti yang kamu lakukan saat ini.”

“Arka selalu menyempatkan waktunya dari Jogja ke Jakarta hanya sekedar untuk melihatmu meski hanya dari kejauhan. Setidaknya dia sudah lega melihatmu dalam jangkauan matanya secara langsung. Percayalah padaku Nis, Arka adalah pria yang ditakdirkan untuk mendampingimu, bukan kerja gila-gilaan yang menjadi obat luka dan kesepianmu, tapi Arka. dialah obat lukamu yang sesungguhnya.”

Serpihan Cinta Dalam HarapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang