#5

180 13 0
                                    

Matahari semakin bersinar dengar dengan sangat teriknya, perlahan-lahan Nisa merasakan kulitnya yang terpapar oleh sinarnya.

“Nis, kita pulang yuk! Udah panas nih, lagian kamu belum minum obat juga.” Ajak Debran.

Perlahan-lahan Nisa mencoba untuk berdiri, namun kakinya masih saja sakit.

“kalau masih sakit enggak usah dipaksain, nanti makin parah.” Debran langsung jongkok di depan Nisa seraya membelakanginya. “naik gih.”

“maaf kak, aku tambah ngerepotin kakak.” Perlahan-lahan Nisa naik ke punggung Debran sambil berpegangan erat dengan kedua tangannya dia lingkarkan ke leher Debran.

Beberapa pekerja perkebunan teh menyapa mereka saat berpapasan di jalan, beberapa dari mereka saling senyum-senyum sambil memandangi Debran yang tengah menggendong tubuh Nisa.

“Nisa.”

“em.”

“kamu tau enggak kebahagian yang paling berarti di hidup aku itu apa?” Tanya Debran seraya melangkahkan kakinya melewati jalan setapak untuk kembali ke rumah.

“apa?” Tanya Nisa balik sambil mengeratkan kedua tangannya di leher Debran.

“aku paling bahagia saat kamu hadir di kehidupan aku dengan Sania. Aku sangat bahagia bisa ngerawat kamu, bisa menjagamu dan yang lebih membuat aku bahagia itu saat aku bisa membuatmu tertawa. Walaupun aku tahu jika tawamu itu hanya untuk menutupi luka yang tengah menganga lebar di hatimu.” Ungkap Debran panjang lebar.

“kamu tau enggak, aku paling bahagia saat menghabiskan waktuku bersama saudaraku. Bisa bercengkrama bersama, tertawa bareng, makan bareng, cerita bareng dan bahagia maupun sedih bareng-bareng. Namun, kamu tahu kan Sania itu orang bagaimana. Dia itu orangnya sangat cuek, nggak mau berbagi sama aku apapun itu. Tapi aku bisa mendapatkan itu semua dari kamu.” Lanjutnya.

Nisa hanya tertegun mendengar semua ungkapan hati Debran, dia mengeratkan pelukannya pada leher Debran, dengan tangis yang tertahan di pelupuk mata.

Tentu saja itu adalah air mata kebahagiaan dan dia juga sangat bersyukur bisa bertemu dengan orang sebaik Debran dan Sania.

“namun, aku begitu sedih jika suatu saat nanti kita tidak bisa kayak gini lagi.” Ujar Debran dalam hati.

🌼🌼🌼

M

entari pagi yang bersinar sangat cerah menerpa wajah Nisa ditambah angin sepoi-sepoi yang menerbang-nerbangkan rambutnya.

Perjuangan Sania dan Debran dalam merawat Nisa tak sia-sia, berkat mereka kondisi Nisa sudah semakin membaik.

Bahkan sudah seperti sedia kala, Nisa sudah semakin sehat.

“lho Nis, kamu kok disini sih.” Sania menghampiri Nisa di taman belakang rumah dan duduk disampingnya.

“eh San.”

“kamu kenapa, sayang.” Sania menyandarkan kepalanya di pundak Nisa.

“aku enggak apa-apa kok.” Ujar Nisa, mereka pun terdiam sehingga suasana begitu hening.

“kak Debran mana, San?” semenjak pagi Nisa belum pernah melihat Debran padahal biasanya dia selalu menemui Nisa sebelum pergi ke kantor.

“kak Debran lagi ke kantor, dia pergi pagi-pagi banget soalnya dia ada meeting.” Saat mereka keasyikan ngobrol ngobrol, Nisa dikejutkan dengan kedatangan seseorang yang tak asing lagi di matanya.

Serpihan Cinta Dalam HarapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang