I Love You So

1.5K 283 113
                                    

20 | I Love You So





SEPULANG sekolah, Hinata berniat mengunjungi  tempat yang direkomendasikan Shion untuk ia melamar pekerjaan. Meski pandangan Hinata mengenai Shion belum sepenuhnya pudar, ia tak boleh menyia-nyiakan niat baik seseorang. Shion tampak betul-betul ingin membantunya, lagipula, tak mungkinkan gadis pirang itu bertindak sejauh ini jika hanya ingin mengerjainya? Hinata mengangguk yakin. Kali ini jika tidak nekat, mungkin ia akan terus menyusahkan Ayahnya. Hinata hanya punya orangtua tunggal, jika Ayahnya sibuk bekerja dan menekan terus-menerus aktivitasnya Hinata yakin Ayahnya akan jatuh sakit. Hal itu tidak boleh terjadi, ia juga harus membuktikan pada Ayahnya bahwa ada cara legal untuk mendapatkan uang meski umurnya masih muda!

Sekarang, Hinata sudah berdiri di depan sebuah gedung sederhana yang memiliki sebuah poster raksasa bertuliskan "Music House" tak ada yang harusnya Hinata khawatirkan, ketika gedung itu tampak seperti rumah. Hanya saja kini Hinata khawatir jika permintaan kerjanya tidak di terima, apalagi ia tak sempat membawa baju ganti. Hinata hanya memakai kardigan untuk menutup seragam sekolahnya. Pasti pemilik tempat les ini bertanya-tanya mengapa murid yang bersekolah di Nada harus bekerja sambilan? Padahal sebagian besar muridnya adalah orang kaya.

Hinata menarik napas sebelum memencet bel dan mendorong pintu etalase gedung tersebut. Tak ada siapapun yang menyambutnya, gedungnya tampak sepi hingga ia melongok ke sana kemari. Tak ada lift tersedia, hanya ada beberapa blok tangga menuju suatu tempat. Ruangan yang cukup unik, meski sebenarnya sedikit pengap.

"Hallo ... Selamat Sore?" Hinata berusaha menyapa, namun ruangan kelewat hening. Pigura-pigura alat musik terpampang disetiap dinding, juga beberapa tangkapan foto anak-anak sedang bermain alat musik. Hinata kembali melihat brosur yang diberikan Shion padanya dan mengecek kembali apa alamatnya sudah benar. Hinata sudah yakin dan alamatnya juga sesuai.

"Apa Shion mengerjaiku lagi? Jika benar, dia benar-benar keterlaluan." Hinata menarik napas kesal, ia hendak kembali mendorong pintu etalase untuk keluar, tapi langkah kaki seseorang menuruni tangga membuat Hinata berhenti sejenak. Seorang lelaki jangkung yang terlihat lebih dewasa darinya kini berdiri tidak jauh dari Hinata, lelaki itu berpakaian sederhana dengan celana bahannya. Kedua tangannya dimasukkan saku celana dan kini menatap Hinata dari ujung kaki hingga ujung kepala.

"Apa kau yang tadi bersuara?" Tanya lelaki jangkung bersurai keperakan itu, Hinata terkesiap dan mengangguk patuh. Ia langsung menghadap ke arah lelaki itu yang kini menumpu dagu di tangannya.

"Selamat Sore!" Hinata membungkuk sopan.

"Kau ingin melamar?" Tanya lelaki itu, Hinata mengangguk lagi. Ia gugup setengah mati di tanya seperti itu, mau bagaimanapun ini kali pertama baginya melamar pekerjaan. Apalagi dengan tangan kosong seperti ini.

"Kau bisa duduk di sana," Lelaki itu menunjuk sofa di lobi sederhana disekitar Hinata, gadis bersurai indigo itu langsung bergerak untuk menduduki sofa. Lelaki jangkung itu ikut duduk di depan Hinata dan kini duduk seraya menyilangkan kaki kanan untuk ditumpu kaki kiri.

"Kau membawa CV?" Lelaki itu bertanya, Hinata mengerjapkan mata.

"Ah?"

"Maksudku, kau membawa surat lamaran? Berisi biodatamu secara personal." Tutur lelaki itu, Hinata menggeleng lemah. Ia tidak tahu harus menyiapkan hal semacam itu, sekarang dirinya yakin sekali akan gagal.

"Aku tidak tahu ada syarat semacam itu, di brosur—"

"Jika melamar pekerjaan pasti ada CV, tapi tak apa untuk hari ini, karena hari ini Music House libur. Jadi, kau bisa membawa CV mulai besok dan jika memenuhi syarat kau bisa langsung mengajar anak-anak."

Literacy Club [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang