Dedicated to our sadboy, Kiba Inuzuka. Let me write a sweet story about him, which I often write in the Literacy Club story is so sad.
***
Kiba tersenyum paling lega, ketika sekarang melihat Hinata terbahak begitu keras ketika Naruto melemparnya beberapa lelucon. Kedua sejoli itu yang paling menyita perhatian di sekolah sekarang, setelah di proklamirkan menjadi sepasang kekasih. Tak ada masalah yang timbul lagi semenjak itu, begitupun tentang sikap Nenek Naruto yang awalnya menjadi hal yang paling mengkhawatirkan. Seiring berjalannya waktu, keduanya bisa melenggang bebas dan berbagi canda di sepanjang koridor sekolah.
Kiba yakin, bagaimanapun caranya, Naruto akan membuat Hinata tetap berada di sisinya.
Kiba masih menyukai Hinata sebagai seorang perempuan———tapi sepertinya ia sudah tahu bahwa perasaan itu lambat-laun akan pudar dengan sendirinya. Lelaki itu akan lebih fokus untuk masuk universitas, melupakan kisah melankolis yang tidak pernah sampai ujung cerita yang indah.
Kiba memasuki kelas, masa semester dua telah di mulai dimana sebagai murid kelas tiga mereka akan dipadatkan dengan jadwal kelas tambahan yang menguras kinerja otak. Apalagi Kiba hanya vokal di bidang olahraga, bukan bidang akademik.
"Aku sudah meminjam buku." Shino menaruh tumpukan buku yang menjulang di meja, membuat Kiba terkejut. Lelaki berambut coklat itu mendengus.
"Sebanyak ini?!"
"Tidak, ini sedikit. Sisanya belum aku angkut." Tutur Shino dengan suara dalamnya yang berat, Kiba mendengus keras tidak habis pikir.
"Sampai musim gugur pun kita tidak akan selesai membacanya! Kau gila!" Kiba protes, Shino tampak tidak peduli dan berbalik untuk kembali ke perpustakaan. Kiba melotot, mencoba menghentikan langkah temannya yang pendiam itu.
"Shino! Astaga! Cukup! Segitu juga cukup!" Kiba berteriak, hampir memutuskan urat di lehenya. Shino hanya menoleh sebentar, tak peduli lalu berjalan lagi. Kiba menjambak rambutnya sendiri dengan gemas dan mungkin hampir gila menanggapi sikap aneh teman sekelasnya itu.
"Haesh! Ya sudah terserah kau!" Kiba berteriak, Shino hanya mengangkat tangannya untuk melambai dari belakang. Kiba memejamkan matanya sesaat, tidak habis pikir.
Tak lama bel sekolah berbunyi, semua murid berbondong masuk ke kelas untuk memulai pelajaran. Kiba melihat Shino yang tetap tenang berjalan ke perpustakaan, lelaki itu memilih memasuki kelas agar ia tidak terlambat tercatat di buku presensi kelas.
Kiba duduk di kursinya, seluruh murid telah masuk dan menduduki tempat mereka. Sedangkan Shino belum juga kembali, Kiba menjadi begitu khawatir dan melirik pintu kelas. Sudah lewat beberapa menit, Shino tidak muncul lalu Kiba malah di kejutkan dengan guru yang masuk seraya membawa murid perempuan bertubuh cukup tinggi, berambut sepanjang pinggang berwarna coklat lembut.
Kiba mengernyit.
Setahunya, tidak mungkin ada murid baru lagi sebab mereka sudah memasuki jenjang semester dua. Namun, wali kelasnya meminta perhatian seluruh murid yang mulai sibuk sendiri untuk memerhatikan ucapannya.
"Perkenalkan murid-murid sekalian, kita kedatangan teman baru. Dia akan menjadi bagian dari kelas kita, namanya Tamaki Nekooba. Tamaki, silahkan perkenalkan dirimu lebih personal." Wali kelas mempersilahkan, gadis bernama Tamaki itu mengangguk.
"Ano.. perkenalkan! Namaku, Tamaki Nekooba. Kalian bisa memanggilku Tamaki. Aku berasal dari Jepang namun dalam lima tahun terakhir aku tinggal di Hongkong. Aku pindah ke Jepang lagi karena mengikuti Dinas orangtuaku, semoga aku bisa bergabung dengan kalian. Terima kasih! Salam kenal!" Tamaki membungkukkan tubuhnya sembilan puluh derajat, yang lain terdiam beberapa saat mencerna perkenalan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Literacy Club [END]
Novela Juvenil"Ini lokerku!" "Tapi ini nomor lokerku!" "Minggir." "Tidak." "Minggir!" Uzumaki Naruto di libatkan pertengkaran menyebalkan dengan Hyuuga Hinata di ruang Klub Literasi. Ke dua manusia itu terlibat insiden loker, Naruto jelas mempertahankan nomor lok...