Chapter 12 - Bad memory

186 8 0
                                    

"Tunggu kedatanganku, akan kuambil kembali milikku," ucap Ivan membaca pesan. "Apa yang dia maksud miliknya? Apa kau mengambil sesuatu darinya?" Tanyanya.

"Tidak. Terserah apapun yang dia mau, aku hanya harus bersiap-siap akan segala resiko."

Tok .. tok .. tok

"Tuan Arsen. Tuan Aldrich sudah datang," ucap Laura.

"Suruh dia masuk."

Seorang pria berjas memasuki ruangan itu dengan santainya, seolah-olah itu adalah ruangan miliknya.

"Lama tidak bertemu kawan," ucap Aldrich.

"Kawan? Apa kata itu pantas untukmu?" Tanya Arsen sambil mendengus. "Apa yang mau kau bicarakan?"

"Ah iya, tentang milikku yang kau ambil. Gadis itu!"

"Gadis siapa yang kau maksud?" Tanya Arsen tak paham.

"Adoria Beril Elvarette."

Badan Arsen menegang seketika setelah mendengar namanya. Apa Aldrich mengenal gadisnya?? Tapi bagaimana bisa? Ah benar! Waktu itu ia menyelamatkan Elva dari perusahaan Aldrich.

"Mengapa kau menegang Arsen?"

"Aku tidak mengenal gadis yang kau sebutkan," sangkal Arsen.

"Benarkah? Tapi aku mendengar bahwa gadis itu adalah kekasihmu?"

"Tidak mungkin."

Tok .. tok .. tok

"Permisi Ars-" ucapan Elva terpotong karena melihat Aldrich disini. Ingatannya tentang waktu itu terulang kembali di otaknya seperti kaset rusak.

"Elva," panggil Arsen pelan

"Kita bertemu lagi rupanya," ucap Aldrich lalu berjalan mendekatinya. Sedangkan Elva berjalan mundur sampai punggungnya menabrak tembok

"Kau sudah tidak bisa kemana-mana Elva," ucap Aldrich lalu berniat menyentuh wajah Elva namun dihadang oleh badan Arsen.

"Jangan menyentuhnya," peringat Arsen.

"Kenapa? Dia adalah milikku."

"Kau salah, sebab dia adalah gadisku yang berarti semua miliknya adalah milikku."

"Ars-sen," panggil Elva dengan suara pelan.

"Diamlah, El," suruh Arsen.

"Baiklah, aku akan pergi, tapi bukan berarti aku menyerah. Ingat satu hal ini! Aku akan mengambilnya suatu saat!"

"Tidak akan kubiarkan."

Setelah kejadian itu keadaan langsung hening dikarenakan Elva dan Arsen sama-sama memikirkan hal tadi.

"Kau tidak apa-apa, El?" Tanya Arsen sembari mendekat."El?" Panggil Arsen sekali lagi namun Elva masih berada dalam lamunannya."El!" Panggil Arsen sedikit lebih keras.

Elva yang masih terkejut dengan kejadian tadi pun tidak bisa mengontrol pikirannya. Traumanya kambuh. Semua kejadian buruk di masa lalunya terus saja terulang tanpa henti. Kepalanya benar-benar sakit, seperti sesuatu menghantam kepalanya. Ia ingin sadar namun ingatan itu memaksanya untuk berada di dalam pikirannya sendiri.

"EL!" Panggil Arsen terkejut karena melihat Elva yang langsung terjatuh. Untung saja Arsen dengan cepat menangkapnya sebelum ia jatuh ke tanah.

"Elva! Bangun!" Ucap Arsen sambil menepuk pelan pipinya berharap ia akan sadar. Wajah Elva menjadi pucat sembari mengeluarkan keringat.

Ceklek

"Bagai- Hei ada apa ini?!" Tanya Ivan yang baru masuk.

Arsen tidak menjawabnya melainkan langsung menggendongnya dan meletakkan tubuhnya di sofa.

"Panggil dokter pribadiku!" Suruh Arsen yang merupakan perintah mutlak.

"Baiklah."

Ivan pun segera menelfon dokter pribadi Arsen. Selagi Ivan menelfon, Arsen memandangi wajah Elva, mengelap keringatnya dan menyingkirkan rambut-rambut kecil yang ada di wajahnya. Pasti berat bagi gadis ini untuk menerima semuanya.
                  
"Arsen, sebentar lagi dokter pribadimu akan datang, untungnya dia sedang berada di dekat perusahaan," ucap Ivan.

"Baiklah."

Setelah menunggu hampir 10 menit dokter pun datang. Dan segera memeriksa keadaan Elva. Setelah menjelaskan tentang kondisi Elva, ia pun memberikan resep obat untuk ditebus di apotek terdekat. Dan kalian tau lah siapa yang pergi untuk membeli obat.

"Eenghh," suara Elva.

"Kau sudah bangun?" Tanya Arsen sambil menyerahkan segelas air putih hangat.

"Hmm," ucapnya lemas karena kepalanya masih terasa sakit.

Ceklek

Ivan pun datang dengan nafas terengah-engah sambil memberikan 2 kantung plastik berisi obat dan bubur.

Arsen pun segera membuka wadah bubur tersebut dan menyuruh Elva makan. Tetapi Elva tetap diam tak menyentuh makanannya.

"Buka mulutmu," suruh Arsen sambil menyendok bubur tersebut.

"T-tapi .."

"Buka saja."

Elva pun dengan ragu membuka mulutnya dan sesendok bubur masuk kedalam mulutnya. Ivan yang melihatnya pun hanya bisa memalingkan wajahnya.

Arsen pun dengan telaten menyuapinya sampai bubur tersebut benar-benar habis tak bersisa. Ia pun mengambil obat dan air minum lalu memberikannya kepada Elva. Elva pun hanya bisa menurut.

"Ivan, ambilkan tas miliknya," suruh Arsen.

"Tas?" Beo Elva tak mengerti.

"Dia akan kuantarkan pulang sekarang."

"Aku bisa pulang sendiri, Arsen," ucap Elva.

"Dengan keadaan seperti ini?" Tanya Arsen yang membuatnya diam sejenak. Benar juga, apakah ia akan kembali ke apartemen dengan keadaan seperti ini ? Bisa-bisa ia pingsan ditengah jalan.

Setelah Ivan memberikan tas Elva. Merekapun segera keluar dan menaiki mobil Arsen menuju apartemen. Perjalanan kali ini ditemani dengan keheningan. Arsen berniat untuk mengajak berbicara namun tampaknya Elva masih lemas.

"Kita sudah sampai," ucap Arsen.

----- n o t e -----

Jangan lupa vote and comments!
Supaya aku bisa cepet update!

Follow me on Instagram :
@literasimary_

GERBERA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang