Chapter 13 - Mansion

178 8 0
                                    

Elva pun keluar dari mobil, sedangkan Arsen tetap didalam mobil sedang bingung dengan pikirannya sendiri. Apa ia harus menemani Elva sampai kedalam?

"Ayo! Kuantar!" Ucap Arsen sambil memeluk bahu Elva.

"Eh, t-tidak perlu "

"Diam saja dan turuti aku. Besok kau tidak usah bekerja. Beristirahatlah."

"T-tapi aku merasa besok aku sudah sehat."

"Aku mengharapkan hal yang sama, tapi kau tidak tau hari esok."

"Baiklah."

Sesampainya di depan ruang apartemen. Elva pun mengucapkan terimakasih lalu memasukkan pin dan masuk.

Sedangkan Arsen tetap setia di depan pintu. Entah apa yang ia lakukan, setelah menunggu 10 menit. Ia pun mulai memasukkan pin ruang apartemen Elva.

Walau Elva menutupi saat memasukkan pin tersebut, Arsen tetaplah Arsen yang bisa mengetahui pin hanya dari suara. Hebat bukan?

"Jadi seperti ini ruangannya," ucap Arsen sambil menatap sekitar, lalu membuka pintu kamar Elva. Dan tampilah Elva yang sedang tertidur. "Dia bisa kedinginan jika seperti ini," ucapnya sambil membenarkan selimutnya sampai sebatas dada.

Tanpa diduga perlahan ia mencium kening Elva agak lama. Entah apa yang merasukinya saat ini.

Arsen pun keluar dari ruangan Elva. Lalu menuju perusahaan kembali. Untungnya saat ia memasuki apartemen tadi keadaan sepi karena semua orang bekerja.

"Kemana saja kau? Lama sekali!" Ucap Ivan setelah melihat kedatangan Arsen.

"Menemani Elva."

"Benar-benar menemaninya? Sampai dimana kau menemaninya?"

"Depan ruangannya."

"Hanya sampai depan ruangannya? Mengapa kau tidak masuk?"

"Hanya membiarkannya beristirahat," ucapnya yang tentu saja bohong.

***
 

               
Keesokan paginya, Jeslyn mengetuk pintu ruangan Elva. Ia baru saja tau bahwa kemarin Elva pingsan, ia menyesal kemarin harus pergi ke perusahaan lainnya untuk meeting.

"Ada apa, Jes?" Tanya Elva yang baru membuka pintu.

"Kau sakit?" Tanya Jeslyn.

"Tidak."

"Kau bohong! Kemarin kau pingsan."

"Itu kemarin, tapi hari ini aku tidak apa-apa."

Tanpa menjawab Jeslyn pun mendorong pelan Elva dan menyuruhnya duduk di sofa. Jeslyn pun membongkar seluruh makanan yang ia bawa. Ya, anggap saja ia merasa bersalah karena kemarin tidak bisa menemani Elva.

"Makanlah, aku tau kau belum makan," suruh Jeslyn.

"S-sebanyak ini?"

"Tentu! Supaya kau segera sembuh!"

"Tapi ini terlalu banyak, Jes."

"Benarkah? Aku kira hanya aku yang berpikir seperti itu. Maafkan aku tadi pagi aku terlalu bersemangat mencari dan memasak makanan untukmu," ucapnya dengan meringis.

"Baiklah tidak apa-apa. Kalau begitu makanlah bersamaku."

"Tentu!"

Mereka berdua pun memakan masakan buatan Jeslyn. Untuk rasa tidak buruk, Elva menyukainya. Setelah selesai makan, mereka pergi ke perusahaan. Sebenarnya Jeslyn sudah melarang tetapi Elva bersikeras untuk masuk.

"Arsen!" Panggil Ivan. "au harus menasehati gadismu!"

"Kenapa?"

"Aku mendengar dari Jeslyn bahwa pagi ini Elva bersikeras untuk datang."

"Dia bekerja pagi ini?"

"Iya!"

Arsen sudah mengira hal ini akan terjadi. Elva, gadis itu memang mempunyai kenekatan tersendiri. Entahlah, Arsen terkadang hanya gemas kenapa gadis itu tak mau menurutinya.

"Laura!" Panggil Arsen.

"Ada apa, tuan?" Tanya Laura.

"Suruh Elva kemari."

"Baiklah."

Setelah menunggu sekitar 5 menit akhirnya Laura datang dengan membawa Elva. Sejak tadi Elva tidak berani menatap Arsen yang menatapnya tajam.

"Bukankah sudah kukatakan padamu untuk beristirahat hari ini?" Tanya Arsen.

"T-tapi aku ingin masuk," ucap Elva dengan keraguan yang membuat Arsen diam sejenak.

"Aku tau kau dan aku menjalin hubungan hanya karena permintaan ibuku, tetapi bukan berarti kau bisa bersikap seenaknya dan tidak menurutiku."

"M-maafkan aku," cicitnya.

"Keluarlah dulu," suruh Arsen sambil mengela nafas berat.

Tanpa menjawab, Elva pun dengan segera keluar ruangan dengan perasaan bersalah.

***

Malam ini Elva tidak bisa melakukan segala sesuatu dengan tenang. Ia terus memikirkan cara agar Arsen tidak marah lagi kepadanya. Ia pun membuka ponselnya dan menghubungi nomor Ivan.

"Halo. Apa kau tau rumah Arsen?" Tanyanya dalam telefon.

Ivan kembali menanyakan beberapa hal dan Elva mengangguk.

"Terimakasih."

Ting!

Satu pesan masuk dari Ivan yang berisi alamat rumah Arsen.

Ivan
Jl. Boschavandes, Perumahan Vintage Svills 9

Elva pun dengan segera bersiap-siap menuju rumah Ansell. Ia berharap malam ini Ansell akan memaafkannya. Ia pun memesan taksi dan setelah taksi datang ia langsung menuju alamat tersebut. Membutuhkan waktu 10 menit untuk sampai ke rumah Ansell.

"Jadi ini rumahnya," ucap Elva menatap bangunan megah didepannya. Matanya menatap takjub. "P-permisi," ucapnya membuat pengawal didepan rumahnya menengok.

"Siapa? Dan untuk apa anda kemari?"

"A-aku Elva, saya kemari untuk bertemu Arsen. Tolong ijinkan saya masuk."

Pengawal itu pun menghubungi Arsen. Setelah mendapat telfon Arsen cukup terkejut karena Elva nekat datang kerumahnya. Ya, walaupun ada secuil rasa senang di hatinya.

"Baik, kau boleh masuk," ucap pengawal itu lalu membukakan gerbang.

"Terimakasih."

Elva pun melangkahkan kakinya kedalam mansion megah tersebut. Ia berniat membuka pintu tetapi tampaknya pintu sudah terbuka, ia pun melangkah ragu.

----- n o t e -----

Jangan lupa vote and comments!
Supaya aku bisa cepet update!

Follow me on Instagram :
@literasimary_

GERBERA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang