Chapter 24 - I Swear [END]

412 17 3
                                    

Malam ini Elva berada di dapur untuk makan. Perutnya belum terisi sejak tadi siang. Untung saja di kulkas terdapat persediaan makanan.

Ia mengeluarkan semua bahan makanan, lalu mencoba berpikir apa yang seharusnya ia buat dari bahan yang tersisa ini.

Tok .. tok .. tok

Seseorang mengetuk pintu membuat Elva yang sibuk berpikir menghentikan aktivitasnya. Ia menuju pintu lalu membukanya. Dengan sekali tarikan orang itu menarik Elva dalam pelukannya. Mata Elva langsung membola karena terkejut. Ia berusaha melepaskan dan melawan pelukan itu.

Pikirannya langsung panik, bagaimana jika ada seseorang jahat yang mau membunuhnya? Bagaimana jika orang ini adalah suruhan Arsen untuk membawanya kembali ke Milan? Pikirannya benar-benar kacau sekarang. Ia hanya ingin melepaskan pelukan itu lalu menjauh.

"Diamlah, El." Suruh Arsen dengan suara rendahnya, membuat tubuh Elva seketika meremang dan jantungnya berpacu cepat. Ia belum siap menemui Arsen. Kalau begini sia-sia usahanya kabur ke Bologna. Seharusnya ia pergi ke tempat yang lebih jauh.

Arsen menghirup aroma Elva dengan rakus. Membiarkan kerinduan pada gadis ini perlahan terobati. Belum sehari tidak bertemu Elva saja membuatnya menggila. Ia harus mengakui bahwa dirinya juga sudah jatuh kepada pesona Elva dan mengingkari janji yang sudah ia buat untuk tidak jatuh cinta kepada gadis ini.

"A-arsen, kenapa kau kemari?" Tanyanya gugup.

Arsen melepaskan pelukannya lalu menatap Elva dalam-dalam. Ia menatap ruangan di belakang Elva, lalu mendorong Elva sedikit dan masuk kedalam rumah tanpa ijin.

"Karena aku merindukanmu. Sekarang giliranku yang bertanya, kenapa kau kembali ke Bologna tanpa mengabariku, hm?"

"A-aku."

"Kau sudah mengingatnya?"

Deg!

Itu benar! Ternyata Arsen menyadari hal itu. Rasanya Elva ingin menghilang dari bumi saja sekarang. Ia ingin memarahi Arsen karena sudah mengambil first kiss miliknya namun kemarahan itu padam ketika melihat Arsen berdiri di depannya. Nyalinya menciut di Antartika sekarang.

Arsen menatap Elva yang tak bergeming dari tempatnya membuatnya merasa gemas seketika.

"El? Aku bertanya padamu. Sebaiknya kau jawab daripada aku mengulangi hal itu kembali sekarang."

"I-iya! Aku sudah mengingatnya! Lantas kenapa?!" Tanya Elva dengan cepat dan sedikit menaikkan intonasinya.

"Apa saja yang kau ingat?"

"A-aku .. ah sudahlah! Kenapa kau menanyakan hal itu kepadaku?!"

Arsen terkekeh dengan jawaban Elva. Bahkan tanpa gadis itu sadari, wajahnya sudah memerah seperti tomat.

"Lalu selanjutnya kau mau bagaimana, El?" Tanya Arsen membuat Elva bingung. "Dengan pernyataan mu dan perasaanmu yang kau ungkapkan kepadaku."

"A-anggap saja aku berbicara asal waktu itu! Lagipula kita berpacaran juga karena kedua orang tua mu. Jadi seharusnya kita tidak memiliki perasaan."

"Tapi aku tidak lagi menganggap bahwa kita berpacaran hanya karena orang tua ku. Aku berpacaran denganmu karena aku sudah memiliki perasaan terhadap mu. Perasaan yang dulunya tidak kuharapkan namun kini ku syukuri."

Elva menatap kedua mata Arsen, berusaha mencari kebohongan namun nihil! Semua ucapan itu tampak tulus. Tadi Elva menyuruh Arsen agar menganggap perkataannya hanyalah asal, namun sebenarnya semua perkataannya tempo hari adalah kejujuran dari lubuk hatinya yang paling dalam.

"I swear, i love you." Arsen memegang kedua bahu Elva, berusaha membuat Elva percaya kepada perkataannya. "Aku tau perkataanmu waktu itu bukanlah asal bicara, aku tau dirimu lebih baik dari semua orang, El."

Jantung Elva berpacu dengan cepat, ia bingung akan keadaan sekarang. Jujur ia senang karena ternyata Arsen mencintainya, namun ia tak yakin dengan perasaannya sendiri saat ini. Ia tak ingin mengambil langkah yang salah lagi.

Selama ini hanya Arsen yang dapat membuatnya merasa terbang tinggi, lelaki itu tak pernah membuatnya jatuh tetapi semakin membawanya terbang lebih tinggi. Lelaki itu juga yang bisa memberinya rasa nyaman dan kehangatan yang ia perlukan dan membuat dunianya berporos kepadanya. Hanya lelaki itu alasan Elva bertahan walaupun keadaan yang mengecewakan menghantamnya berkali-kali.

"Yakinlah akan perasaanmu sendiri. Kau tidak akan pernah bisa membohongi perasaanmu, El." Ucap Arsen seakan mengerti dengan pikiran Elva.

"Kau benar. Aku tak akan bisa membohongi perasaanku sendiri," lirih Elva.

"Jadi?"

"A-aku juga mencintaimu. Bahkan aku lebih dulu mencintaimu."

Arsen tersenyum lalu menggelengkan kepalanya. Ia lega karena Elva mau mengakui perasaan yang sebenarnya. Rasanya seperti mimpi!

"Kau salah! Aku yang lebih dulu mencintaimu."

"Maksudmu?"

"Aku jatuh cinta padamu sejak kita bertemu di rumah sakit, hanya saja waktu itu aku belum menyadari perasaanku yang sesungguhnya."

Darah Elva berdesir hebat mendengar pernyataan Arsen. Ia benar-benar tak menyangka. Senyumnya sudah tak dapat ia tahan lagi. Elva langsung memeluk Arsen dengan erat membuat Arsen harus menjaga keseimbangan agar tak jatuh.

"Untung saja kau tidak jatuh, El."

"Jika kau jatuh, aku akan jatuh bersamamu."

Mereka berdua tertawa dan memecah keheningan malam. Malam ini adalah malam bersejarah yang harus Arsen ingat seumur hidupnya!

"Tapi darimana kau mengetahui rumah nenekku, Arsen?" Tanya Elva ditengah pelukan itu.

"Aku selalu mengetahui apapun tentangmu, El."

END

----- n o t e -----

First, thank youu! Buat semua orang yang udah menemani Gerbera selama beberapa bulan ini! I really appreciate all of you!

Jangan lupa vote and comments!

Tunggu cerita selanjutnya yaa! Bubyee <3

Follow me on Instagram :
@literasimary_

GERBERA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang