16 . I'm Ok!

121 23 8
                                    

***
🌵


"Dad, tolong ambilkan air, tenggorokanku rasanya kering sekali."

Yang dipanggil daddy lantas bergegas pergi ke dapur, dia berjalan cepat sambil membawa beban perutnya yang berat.

"Kenapa tidak ada dispenser air panas di sini?" Jun acuh saja, dia teguk air mineral dingin yang baru saja dia terima.

"Harusnya kau belikanlah Danny satu dispenser Jun. Kau juga sering menginap di sini kan? Daddy sudah mengatakan berkali-kali, jaga kesehatan kalian. Minum air hangat setiap hari, kenapa sulit sekali diberi tau." dimana-mana yang namanya orang tua tetaplah sama. Mereka selalu mengkhawatirkan anak-anak mereka. Setua apapun anak mereka, mereka hanyalah anak kecil dimata orang tuanya.

Jun hanya tersenyum simpul, dia kembali berkutat dengan ankle support yang terlilit di kakinya. Jun berencana melepasnya sebelum tidur.

"Di apartemen ini ada yang namanya panci dan kompor dad, kami bisa memanaskan air menggunakan itu. Kalau daddy kurang puas, daddy bisa lihat di dekat kulkas ada coffee maker sederhana, pot bagian bawahnya bisa kami gunakan untuk merebus air."

Mr. Will hanya geleng-geleng kepala. Kenapa anak muda jaman sekarang senang sekali mempersulit diri sendiri.

"Terserah kalian sajalah!" putus Mr. Will, dia tidak mau bertengkar hanya karena masalah dispenser air. "Bagaimana terapimu?"

"Baik, sangat baik malah. Dr. Park bilang mungkin besok lusa aku sudah bisa berjalan tanpa tongkat." Jun tampak bahagia, tentu saja. Dia laki-laki aktif yang terbiasa berpindah tempat kapanpun dia mau. Mana mungkin dia betah duduk di kursi kantornya sementara ada banyak hal ajaib yang bisa Jun dan staffnya obrolkan selama dia ada.

Yang paling penting adalah dia tidak akan lagi menjadi beban Danny. Pasalnya setelah kecelakaan tempo hari, hari-hari Danny benar-benar berantakan. Secara teknis Jun menyebut kakinya hanya cidera biasa. Mungkin memang iya, cidera itu tak begitu serius hingga harus memaksa Jun untuk beristirahat di rumah sakit. Namun tetap saja, beberapa hari pasca kecelakaan Jun tak dapat bergerak leluasa.

Segala hal yang bersangkutan dengannya harus menjadi beban Danny. Mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi. Bisa Jun lihat Danny kelelahan secara fisik dan mental. Apalagi saat itu tugas kantornya mulai memenuhi isi otaknya.

"Lalu bagaimana dengan luka di kepalamu? Satu minggu lagi jadwalmu untuk check upkan?"

"Yeah terapi dan check up. Mungkin juga jahitan di kepalaku bisa dilepas saat itu."

"Perlu daddy temani? Daddy bisa atur ulang jadwal daddy untuk satu minggu ke depan."

"No need dad, aku bisa pergi dengan Danny."

"Jun, jangan kira daddy tidak tau hari ini kau pergi terapi sendirian. Danny pergi ke mana sih? Sarah bilang dia melihat Danny keluar kantor sejak jam 4 sore tadi."

Lagi-lagi Jun terkekeh. Memang jiwa perkepoan yang bergejolak di dalam dirinya tak mungkin ada begitu saja. Pasti ada salah satu anggota tertuanya yang menurunkan sifat ini untuknya. And yes, maybe the one who we talk about is, Mr. Will.

"Tumben sekali dia meninggalkanmu sendiri?"

"Dad, please! Daddy sudah berjanji untuk tidak mengganggu Danny." Jun menegakkan kepalanya yang sempat dia sampirkan di atas sofa. Dia lihat pria tua itu sedang memperhatian tiap inci lingkungan sekitarnya.

"Daddy hanya bercanda Jun."

Jun merengut. Sejujurnya Jun tidak memberi tau Danny jadwal terapinya hari ini. Sengaja Jun melakukan itu supaya tidak merepotkan Danny. Kemarin Sarah sempat menelfonnya, memberi kabar kepada Jun bahwa Danny ketiduran di kantor. Sudah tiga hari Keiyona tidak masuk kerja, jadi terpaksa Danny bekerja sendirian. Mana mungkin Jun tega merepoti Danny sementara saudaranya itu sudah banyak menanggung beban.

PARADISE CITY [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang