Dan Sean benar-benar melakukan rencananya.
Dia nggak pergi ke kantor, dia juga nggak pergi ke peternakan atau sekedar mengecek tokonya. Gue hanya bisa menggelengkan kepala.
Ini baru seminggu lebih dan perubahan Sean itu sangat drastis.
Nggak ada lagi koko-koko yang hobby kerja tanpa mengenal waktu, nggak ada lagi si Darto yang hobby mengomel dan memerintah.
Seharian ini kami benar-benar ada di rumah. Sean baru keluar saat mengambil orderan makanan di lobby, selebihnya kami hanya nonton TV sambil tiduran.
Do'a Sean benar-benar terkabul. Hari ini hujan terus turun. Meskipun tidak lebat.
Perasaan gue sebenarnya nggak tenang seharian karena, Kaila adik gue yang pertama, siang tadi mengirim pesan katanya dia bingung harus memilih jurusan apa.
Kemarin gue sempat berkata dalam hati kalau gue nggak mau peduli. Tapi kenyataannya gue nggak bisa kalau nggak peduli.
Pesan kedua dia bertanya pada gue, tentang keinginannya dulu kuliah kedokteran. Dia bertanya, menurut gue bagaimana?
Sampai malam hari pesannya hanya gue tinggal begitu saja karena gue diselimuti kebingungan dan rasa bersalah.
Gue nggak tahu untuk kuliah kedokteran itu harus punya uang berapa, sementara uang yang diberikan Sean untuk orangtua gue sudah dikembalikan.
Sebenarnya gue memang punya uang bulanan yang nggak pernah habis, dan akhirnya terkumpul di rekening pemberian Sean juga. Tapi Sean itu selalu mengawasi pengeluaran gue. Sekali ada transaksi diatas satu juta dia pasti bertanya untuk apa. Jadi gue merasa selalu dipantau, apalagi Sean yang dulu suka mengomel dan membuat gue nggak nyaman.
Sementara itu rekening pribadi gue, sisa uang yang dulu kumpulkan dari bekerja sebelum menikah, jumlahnya nggak sampai sepuluh juta.
Gue harus bagaimana?
Bekerja menjadi model nggak bisa gue andalkan. Apalagi model baru seperti gue bayarnya nggak banyak.
Seketika kepala gue pening.
"Ka. Aku mau makan," kata Sean yang duduk di sebelah gue. Kami sedang duduk di depan sofa TV, seperti yang Sean bayangkan tadi pagi.
Gue nggak menjawab, tapi langsung bangkit dan berjalan ke dapur.
Tadi siang Sean memesan beberapa makanan, jadi kali ini gue langsung memanaskannya di dalam microwave.
Fokus gue entah pergi kemana. Dengan bodohnya, gue menarik mangkok dari dalam microwave dengan tangan kosong.
"Aduh!" pekik gue yang merasakan tangan gue kepanasan.
"Ka?" panggil Sean. "Pakai lap, panas lah kalau pakai tangan."
Untuk beberapa detik gue merasa dejavu. Rasanya dia seperti Sean yang dulu.
Gue buru-buru mengambil mangkok tersebut dengan melapisi sisinya dengan lap. Sean di meja makan terlihat mengawasi gerak-gerik gue.
"You okay?"
"Iya."
"Makan sendiri ya? Aku mandi udah sore," pamit gue berlalu.
Tanpa menoleh ke arah Sean lagi, gue langsung bergegas masuk ke dalam kamar. Gue mandi cukup lama, saat gue keluar kamar mandi Sean sudah ada di kamar dengan ponsel di tangannya.
"Kaila chat aku. Katanya kamu cuma baca chat dia," adunya yang membuat bahu gue menegang seketika.
"Kan yang salah Mama sama Papa. Kamu nggak harus libatin Kaila. Dia nggak tahu apa-apa."

KAMU SEDANG MEMBACA
Marvelous Hubby
RomanceSebuah cerita yang akan membuatmu tertawa di awal, namun seiring berjalannya cerita kalian akan dibawa menaiki rollercoaster, membersamai Sean dan Lanika untuk menghadapi dunianya, yang awalnya terasa tidak seharusnya mereka disatukan. Ini bukan han...