"Sean, Sean," panggil gue dari atas tempat tidur. Sementara Sean tidur di sofa raksasa.
"Seaaaan," panggil gue lagi kejauhan.
Sean kemudian terlihat bangun. Matanya masih dilem karena dia berjalan dengan mata tertutup.
Oh, salah. Lemnya udah hilang. Sekarang matanya Sean kelihatan.
"Iya? Kepalanya nggak sakit, kan?" tanyanya berjalan sambil menarik kursi mendekat.
"Aku mau cerita."
Sean mengangguk. "Cerita apa? Kamu belum tidur dari tadi?"
"Aku udah tidur, sekarang bangun. Sekarang aku mau cerita, tapi rahasia ya? Kamu temen aku kan?"
"Iya, rahasia. Ada apa?"
Gue kemudian memiringkan badan sehingga menghadap ke arah Sean.
"Pantat aku berdarah..." terang gue memperlihatkan bagian celana yang terdapat darah.
Sean tersenyum tapi sedih. Dia senang atau tidak sih? Dia takut darah ya?
"Tapi nggak sakit," lanjut gue.
"Itu namanya menstruasi. Kamu lupa?" tanya Sean sambil membantu gue untuk duduk.
"Menstruasi yang bisa hamil itu?"
Gue lupa menstruasi. Menstruasi datangnya kapan sih?
Oh iya kalau sudah besar kan bisa menstruasi. Gue tahu! Gue ingat kok!
Ah! Dasar kepala! Lemot sekali!
"Iya. Kalau udah menstruasi itu artinya perempuan bisa bereproduksi. Kamu bisa pakai pembalut?"
"Produksi anak ya, Yan?"
"Iya," jawab Sean sambil mengambil ponselnya. "Bentar ya, aku belajar dulu, baru nanti aku bantuin ganti."
"Belajar apa? Kamu ada PR matematika?"
"Belajar buat kamu, sebentar ya?" katanya lagi.
Beberapa saat kemudian Sean berjalan menuju koper. Dia membuka koper dan mengeluarkan sesuatu berbentuk kotak.
"Ayo, aku bersihin."
Sean membantu gue turun dari tempat tidur. Ditangannya sudah ada plastik, dan dalaman.
"Yan, nanti polisi dateng?"
"Nggak jadi hari ini, datengnya besok-besok."
"Besok-besok itu kapan?"
"Belum tahu. Nanti dikasih tahu lagi."
"Oh... Ya, ya ya. Besok aku mau tidur terus ya, Yan? Aku tuh capek. Mau tidur."
"Iya. Habis ini juga bisa tidur," jawab Sean lagi.
"Aku nggak mau diganggu. Aku mau tidur. Kamu jangan berisik. Aku nanti tidurnya lama. Aku bangun kalau udah besok. Besok, besoknya tidur lagi. Pokoknya aku mau tidur. Aku capek soalnya. Udah tidur tetep capek."
Gue terus bicara, sementara Sean sibuk sendiri.
Setelah ini gue ingin tidur. Polisi belum datang, jadi bisa tidur lama.
Tidur lama nggak apa-apa. Karena gue capek. Tapi sudah tidur lama juga masih capek. Masih pusing.
Di atas kepala gue masih ada batunya. Batunya besar. Rasanya berat, dan susah untuk berpikir. Kadang terasa rumit, seperti ada orang lain yang ikut bicara kadang-kadang.
"Udah, selesai. Yuk tidur," ajak Sean sambil setelah selesai cuci baju.
Sean malam-malam cuci baju. Tapi cuma baju gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marvelous Hubby
Roman d'amourSebuah cerita yang akan membuatmu tertawa di awal, namun seiring berjalannya cerita kalian akan dibawa menaiki rollercoaster, membersamai Sean dan Lanika untuk menghadapi dunianya, yang awalnya terasa tidak seharusnya mereka disatukan. Ini bukan han...