Selama dua hari gue tinggal di sebuah apartemen yang bagi gue sangat mewah. Gue pikir apartemen yang luas dengan kamar yang besar hanya bisa gue lihat di TV. Beruntung sekali, saat ini gue bisa merasakan tinggal di dalamnya.
Apartemen ini milik suami Isla, meskipun diberi izin untuk menempatinya selama beberapa waktu, tapi gue tahu diri untuk tidak berlama-lama di sini. Gue harus keluar dari semua ini.
Dua hari buat gue adalah waktu yang cukup untuk berpikir tentang apa yang harus gue lakukan. Gue bahkan sudah memiliki catatan tentang apa saja yang harus gue lakukan setelah ini.
Pagi ini gue menghabiskan waktu untuk berjalan-jalan di taman sekitar apartemen. Gue sengaja berlama-lama di luar apartemen untuk mencari suasana baru, melihat orang-orang berlalu-lalang dengan kesibukannya, melihat pekerja kantoran tergesa-tegasa mengejar bus, melihat mahasiswa yang dengan rambut acak-acakan keluar dari lobby sambil membawa tugas mereka.
Semua orang hidup dalam hidupnya. Semua orang memiliki hidupnya. Begitupun gue, gue juga harus hidup versi gue sendiri.
Lalu, boleh kah gue memiliki kehidupan yang gue impikan?
Tentu aja boleh! Semua orang punya hak atas hidupnya. Meskipun gue nggak berpendidikan tinggi, gue yakin pasti ada jalan lain untuk mendapatkan hidup yang gue mau.
Gue berjanji, gue akan berdiri dengan kaki gue sendiri dan hidup dengan nyaman. Gue akan tinggal ditempat yang baik, dilingkungan yang baik, dan nggak seorang pun akan mencegah gue.
Jadi mulai hari ini, ayo usahakan hidup yang lebih baik untuk dirimu sendiri. Vita, lo pasti bisa!
Setelah rasa sakit yang lo tahan selama ini, tekanan yang terus dibebankan selama ini, pada akhirnya lo pasti akan bebas.
Gue menegakkan bahu gue sambil membuang napas.
"Iya, ayo hidup buat diri sendiri!" Gue mengepalkan tangan sambil tersenyum untuk memberi semangat kepada diri sendiri.
Pukul sembilan gue kembali masuk ke dalam apartemen. Hari ini gue akan pergi ke rumah Isla dan Refa. Kemudian gue berencana pergi ke rumah orangtua gue untuk meminta penjelasan mereka, setelah itu gue berniat untuk mengatakan kepada mereka untuk mengembalikan uang yang setiap bulan Sean berikan kepada orangtua gue.
"Sekarang udah tenang?" tanya Refa yang baru saja menidurkan putranya.
"Iya. Udah jauh lebih baik."
"Mau tahu keadaan Sean?" tanya Isla yang langsung gue jawab dengan gelengan.
"Enggaak, makasih." Gue tersenyum pada Isla. "Gue nggak mau tahu. Setelah gue pikir-pikir, berpisah dari Sean selama dua hari ini makin bikin gue yakin. Gue memang nggak mau lagi ke kembali ke Sean."
Dua perempuan itu kompak mengangguk.
"Rencananya gue mau izin sama lo, La. Gue mau minta izin tinggal di apartemen suami lo selama sebulan boleh? Hari ini gue mau cari kerja dulu, nanti setelah gue kerja dan bisa sewa kos, gue janji akan langsung pindah."
"Oh... ya ampun. Nggak apa-apa. Lo rencana mau apply pekerjaan di mana?" tanya Isla penuh perhatian.
"Belum, tahu sih. Tapi di beberapa café dan restoran pasti ada. Gue dulu kerja café sebuah hotel, jadi ada pengalaman."
Refa mengamati gue dengan seksama, matanya menajam, dan wajahnya menjadi serius.
"Ka?" panggil Refa. "Lo itu cantik tahu. Tinggi lo berapa?"
"Satu enam enam."
"Muka lo itu model materials banget. Nggak usah senyum juga udah kelihatan cantik. Mau jadi model nggak?" tawarnya langsung. "Adeknya suami gue fotografer, dia sama tim jobnya biasa pegang majalah fashion. Tahu majalah Foxy nggak? Nah itu yang handle adeknya Mas Jano sama timnya. Timeless Look Magazine yang base-nya di New York tahu? Kalau ada photoshoot di Asia mostly adeknya juga yang handle."
![](https://img.wattpad.com/cover/284458196-288-k132734.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Marvelous Hubby
Storie d'amoreSebuah cerita yang akan membuatmu tertawa di awal, namun seiring berjalannya cerita kalian akan dibawa menaiki rollercoaster, membersamai Sean dan Lanika untuk menghadapi dunianya, yang awalnya terasa tidak seharusnya mereka disatukan. Ini bukan han...