Sakit itu nggak apa-apa.
Semua manusia pasti pernah sakit.
Gue mencoba menanamkan dua kalimat tersebut, dan setiap hari berusaha mengulangnya supaya penolakan yang ada lambat laun akan berubah menjadi menerima.
Proses menerima keadaan ini nggak mudah.
Sering terjadi kalau gue merasa kembali menjadi normal, gue akan terbayang kejadian di mana gue berubah seperti orang gila, bertingkah seperti anak kecil. Kalau diingat, hal tersebut menimbulkan tekanan yang lain.
Gue nggak tahu ini sudah berapa lama ada di rumah baru kami yang letaknya di perumahan dekat persawahan luas. Gue nggak mau menghitung lamanya hari, gue juga nggak mau untuk melihat ini hari apa. Yang jelas setiap hari ada Sean.
Hari ini kami pergi ke mengunjungi usaha-usaha Sean. Dari peternakan buaya, toko elektronik, toko bangunan dan mampir sebentar ke kantor developer property-nya.
Hanya sebentar-sebentar, tapi cukup membuat lelah. Kemudian sorenya kami menginap ke hotel.
Sean nggak pernah ngajak gue kembali ke rumah. Beberapa kali pernah ke Citra Gading, tapi hanya untuk ke rumah Jano untuk bicara sesuatu. Kalau sudah dengan Jano, biasanya gue akan ditemani Refa dan bayinya. Kadang ada Isla juga.
Isla sudah lahiran. Jadi perutnya nggak besar lagi. Bayinya Isla kembar, satu perempuan satu laki-laki. Kalau bayi Refa pendiam, bayinya Isla berisik dan gampang menangis. Tadi kami sempat menjenguk juga.
"Mau mandi nggak? Aku siapin bathtub-nya kalau mau. Kemarin kemarin aku minta bath bombs vanilla sama rose."
Gue mengangguk sambil menguap. Hari ini lelah sekali. Reaksi Sean dia mendekatkan tubuhnya lalu memeluk gue. Sebelum melepas pelukannya, dia sempat memberikan kecupan singkat di pipi gue.
"Sorry, hari ini bikin kamu ikut repot."
Gue menggeleng dan Sean tersenyum
"Aku siapin airnya dulu ya," pamitnya kemudian.
Berendam dengan air hangat setelah melewati hari yang panjang dan melelahkan, adalah pilihan yang sangat tepat.
Di rumah kami yang terletak di perumahan pedesaan, nggak ada bathup, jadi mandi dengan bathup di hotel merupakan salah satu hal menyenangkan.
Biasanya sambil berendam Sean akan menungguku sesekali menceritakan kembali tentang hari ini.
Kemudian kami menutup hari dengan nonton televisi, sambil berbaring.
Ketika hendak memejamkan mata ada pertanyaan yang tiba-tiba datang begitu saja di kepala gue.
Kenapa Sean nggak segera bilang gue sakit apa?
Sekarang gue merasa menjadi normal. Apakah boleh kalau gue tahu sakit apa yang sebenarnya ada di dalam diri ini?
Akhirnya gue memanggil Sean yang tengah asik melihat acara TV.
"Hem?" dia menoleh ke arah gue dengan penuh perhatian.
"Aku boleh tanya? Tapi harus kamu jawab."
Alis Sean terangkat, dia terlihat penasaran. Namun gue malah yang akhirnya yang merasa ragu.
Bolehkah gue bertanya?
Atau
Sudah saatnya kah, gue tahu sakit apa yang ada di dalam diri gue, yang membuat kadang kala gue menjadi orang aneh, karena mendengar suara-suara jahat di dalam otak ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Marvelous Hubby
RomanceSebuah cerita yang akan membuatmu tertawa di awal, namun seiring berjalannya cerita kalian akan dibawa menaiki rollercoaster, membersamai Sean dan Lanika untuk menghadapi dunianya, yang awalnya terasa tidak seharusnya mereka disatukan. Ini bukan han...