27

39K 7.4K 763
                                    

"Tidurnya nyenyak?"

Gue menggangguk sambil menatap Sean yang baru memasuki kamar.

"Waktu kamu bangun perasaan kamu gimana? Baik? Atau ada sesuatu yang nggak kamu suka?"

Sean kemudian mengambil keranjang baju kotor yang ada di dekat pintu kamar mandi.

"Baik."

"Hari ini kita bikin kegiatan buat kamu ya lagi ya? Ini masih jam setengah enam. Mau jalan-jalan?"

"Mau. Mau lewat yang ada kursi di sawah."

Setiap pagi Sean selalu bertanya seperti itu. Diulang terus. Bertanya tentang tidur gue, perasaan gue saat bangun. Kemudian baru membuat kegiatan untuk gue

Yang paling gue suka adalah jalan-jalan di pagi hari. Rumah baru yang gue tinggali letaknya dekat dengan sawah luas. Keluar dari perumahan, sudah ada sawah. Banyak sekali sawah.

"Aku masukin baju ke mesin cuci dulu ya?"

"Lama!" protes gue.

Sean cuci bajunya lama. Bikin ngantuk nunggunya.

"Enggak. Sebentar kok," balasnya kembali keluar kamar.

Tak lama Sean memanggil gue untuk keluar kamar untuk jalan-jalan.

"Sean ini berapa hari?"

Sean yang berjalan di sebelah gue menoleh. "Berapa hari apanya?"

"Kita di sini."

"Baru tiga hari. Kenapa? Ada sesuatu yang nggak kamu suka?"

"Aku kira lama. Kayak lama banget, Yan. Kayak udah sebulan."

"Enggak, baru tiga hari," koreksinya.

Sean pernah bilang, kalau dia ada di dekat gue untuk membantu meluruskan antara kenyataan yang sebenarnya terjadi, dengan apa yang gue pikirkan. Katanya beberapa hal yang gue pikirkan itu nggak benar-benar terjadi.

Jadi Sean harus mengoreksi gue.

Sean kasian...

Sean harusnya nggak di sini. Sean harusnya pergi.

Iya pergi. Pergi yang jauh jangan mendekat.

Bisikan itu muncul. Gue buru-buru memejamkan mata sejenak sambil berjalan. Kata Sean kalau bisikan itu muncul, gue harus mengabaikannya. Yang dibisikkan itu nggak benar.

Sean membawa gue terus berjalan hingga tiba di bawah pohon kersen pinggir sawah. Di bawah pohon tersebut ada kursi kayu panjang seperti yang ada di warung soto.

Begitu sampai di tempat tersebut, gue langsung duduk di kursi panjang. Di susul Sean yang ikut duduk di sebelah gue.

"Nggak dingin kan?"

Gue menggelengkan kepala sambil menatap hamparan sawah yang luas di depan mata.

Suasana di rumah baru begitu sepi. Termasuk tempat-tempat di dekatnya. Lalu lalang suara kendaraan nggak seramai di jalan kota.

"Kamu suka di sini?" tanya Sean lagi.

"Suka."

"Seneng kalau kamu suka. Kalau ada yang kurang nyaman bilang ya? Aku bisa cari tempat baru kalau nggak betah."

"Kenapa harus pindah-pindah?" tanya gue balik karena penasaran.

"Biar kamu nyaman dan kalau bisa juga happy."

"Besok kita ke kota terus ketemu dokter sama Jano ya? Belakangan perasaan kamu udah mulai baikan kan?"

Gue menggangguk.

Marvelous HubbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang