21

45.4K 7.7K 862
                                    

Hari ini hari Minggu. Sean mengajak gue pergi menemaninya bermain golf.

Karena gue sekarang ada di fase ingin mencoba mempertahankan rumah tangga ini, dan gue juga ingin mengenal bagaimana Sean dan teman-temannya lebih dekat, akhirnya gue ikut.

Apalagi Sean bilang, Radhit setuju untuk mengajak Isla.

Pukul tujuh pagi kami tiba di lapangan golf. Baru saja gue turun dari Rubicon Sean. Tesla milik Radhit terlihat memasuki tempat parkir.

"Tuh, temen kamu dateng," ujar Sean ketika Tesla Radhit mendekat.

Beberapa saat kemudian Isla terlihat turun dari mobil dengan dress selutut berwarna putih, serasi dengan suaminya yang memakai kaus warna putih.

Mereka janjian dulu ya?

Isla tersenyum lebar ke arah gue sambil menggandeng suaminya mendekat.

"Thanks ya, udah ajak Isla. Lanika jadi ada temennya," ucap Sean yang hanya dijawab Radhit dengan anggukan angkuh.

Cocok sih Sean, Radhit. Sama-sama angkuh. Bedanya Radhit angkuhnya konsisten, kalau Sean masih bisa terlihat ramah dengan orang lain. Diajak bercanda juga Sean masih bisa.

Akhirnya Sean mengantar gue dan Isla menuju Cafe dengan view lapangan golf yang membentang luas.

Kami berada di lantai dua Café ini, tepat ada di balkon rindang dengan semilir angin segar.

"Aku tinggal dulu ya?" pamit Sean sambil tersenyum tampan.

Jangan lupa mau bagaimana pun, Sean itu tampan.

Gue hanya mengangguk, kemudian Sean kembali turun begitu saja. Tadi yang ikut naik ke atas hanya Sean. Radhit tiba-tiba menghilang begitu saja entah ke mana.

Tapi pertanyaan ke mana Radhit langsung terjawab ketika laki-laki itu dengan wajah datarnya naik ke atas dengan nampan berisi piringan kue di sana.

Setelah meletakkan nampan tersebut Isla nampak tersenyum sambil mendongak ke arah suaminya. Tanpa ada kata-kata apapun, Radhit mengusap-usap kepala istrinya lalu tersenyum tipis, kemudian baru lah Radhit kembali turun.

Duh, suami orang gini banget sih?

Gue pengin di manis-manisin begitu, tapi sekali dengar Sean berkata sok manis, perut gue rasanya mual campur merinding.

"Gimana kabarnya? Baik?" tanya Isla memulai.

"Oh... Iya baik. Lo gimana? Baik?"

"Baik. Meskipun kemarin ada drama juga sama Mas Radhit," jawabnya disertai kekehan pelan.

"Refa baik?"

"Iya, baik. Kemarin katanya photo shoot ya? Lancar?"

"Lancar. Kemarin pakek ditungguin sama Sean juga. Dia itu sebenernya kayak berat gitu ngelepas gue kerja. Tapi gue kan nggak mau kalau di rumah terus kayak yang dulu-dulu. Lagian gue juga belum pasti sama rasa yang ada sekarang ini," cerita gue mengingat kejadian kemarin.

Isla mengangguk. "Gue bisa relate sama masalah kerja. Gue nggak tahu apakah ini cuma kebetulan atau emang memang bagian dari budaya kalangan Mas Radhit dan temen-temennya. Seringnya gue lihat, istri mereka itu memang jadi ibu rumah tangga, tapi meskipun ibu rumah tangga mereka punya kelompoknya sendiri. Mereka punya banyak kegiatan ini itu yang dapet full support dari suami mereka."

Gue juga tahu hal itu. Beberapa saudara Sean yang sudah berkeluarga, biasanya istrinya memang jadi ibu rumah tangga. Tapi mereka nggak seperti gue yang selalu di rumah. Istri-istri mereka biasanya sibuk dengan sejuta kegiatan yang diadakan neneknya Sean. Namun nggak semuanya jadi ibu rumah tangga, beberapa saudara sepupu Sean yang ambisius tetap mengurus bisnis mereka juga, karena ada yang namanya perjanjian pernikahan dengan pemisahan harta kekayaan. Kalau nggak kerja nggak punya harta, harta suami bukan milik istri.

Marvelous HubbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang